Cari

Letusan Gunung dan Gempa Mengubur Peradaban Mataram Kuno

Borobudur saat ditemukan awal. Foto: Intisari Online - Grid.ID

[Historiana] - Nusantara berada di ring of fire dunia. Peristiwa letusan gunung api dan gempa bumi bisa terjadi dalam skala begitu besar, hingga menghancurkan dan mengubur suatu peradaban. Sejarah membuktikannya dan salah satu peradaban itu adalah Mataram Kuno atau dikenal sebagai Medang tertutup lapisan tanah.

Di zamannya, peradaban Mataram Huno atau disebut juga kerajaan Medang banyak membangun candi di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya. Beberapa dari candi-candi itu adalah candi Kalasan, Prambanan, Sambisari, Kedulan, dan  candi Borobudur yang dibangun saat pemerintahan Wangsa Syailendra.

Mengutip Kompas.com, dalam penjelasan ahli geolongi kuarter dari Universitas Gadjah Mada, Didit Hadi Barianto di Museum Sonobudoyo Yogyakarta bahwa beberapa candi besar seperti Prambanan dan Borobudur dibangun di atas zona patahan. Zona patahan tersebut menimbulkan gempa besar yang menyebabkan hilangnya jejak peradaban Mataram Kuno atau Medang. Berikut rangkuman penjelasan Didit dalam diskusi bertema "Proses Geologi yang Menutup Jejak Peninggalan Keraton Medang Abad VIII-X Masehi".

Candi Borobudur 

Candi Borobudur yang berbentuk stupa ini didirikan pemeluk agama Budha sekitar abad ke-8 M, saat masa pemerintahan wangsa Syailendra. Ketika ditemukan oleh Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles, candi Borobudur pada 1814, kondisinya rusak parah. Kondisinya sangat jauh berbeda dengan Borobudur yang kita lihat sekarang, banyak puing-puing stupa jatuh berhamburan. Candi tak nampak berdiri tegak, tapi bergelombang.

Menurut analisa Didit, berdasarkan pengamatan sekilas foto sebelum restorasi, kerusakan Candi Borobudur lebih banyak diakibatkan oleh deformasi bumi. Bisa kita lihat patung naik ke atas, ada yang miring ke samping. Ia meyakini, kerusakan candi Borobudur lebih banyak disebabkan oleh gempa tektonik akibat pergerakan lempeng bumi bukan karena vulkanik. Meskipun ada warna putih-putih yang menempel akibat abu vulkanik, tapi berdasarkan kerusakan struktur candinya lebih diakibatkan oleh gempa.

Terkait candi Borobudur, Didit pernah menganalisis sampel batu candi Borobudur akibat reruntuhan gempa bersama Profesor Jepang. Dalam analisisnya ia menemukan fakta tentang asal usul batuan Borobudur.

Foto: titiktemu.id
Diti mengatakan, "Dulu orang berpikir batu yang ada di Borobudur diambil dari gunung Merapi dan Menoreh. Batuan dari Merapi dan Menoreh namanya andesit, sedangkan sampel yang saya teliti kandungannya basal," ungkapnya.

Batuan basal hanya dapat dijumpai di daerah Jawa Timur. Ia menduga, saat itu Syailendra yang memiliki banyak daerah jajahan meminta untuk mengirim patung atau ornamen dari daerah jajahannya, yakni Jawa Timur ke Borobudur.

Candi Kedulan 

Berbeda dengan candi Borobudur, candi Hindu Kedulan yang letaknya tidak jauh dari Candi Sambisari di Kalasan, Yogyakarta, disebut Didit memiliki riwayat lebih kompleks. Seperti candi Sambisari, candi Kedulan juga terletak di bawah permukaan tanah.

Tahun 2003 Didit meneliti candi Kedulan. Di atas lantai candi, dinemukan paleosoil atau tanah purba. Jadi paleosoil ini ada di lantai dan sebagian dindingnya. Menurut dugaan Didit, adanya tanah di lantai candi menunjukkan candi tersebut sudah ditinggalkan oleh masyarakat sebelum hancur.

"Karena candi itu tempat suci, pasti selalu dibersihkan. Kalau sampai ada tanah di sana, berarti lantai tidak dibersihkan yang membuat tanah menumpuk dan ditumbuhi rumput. Lambat laun bangunan hancur dan akhirnya tertutup lahar. Kira-kira  begitu kalau kita lihat dari bentuk sedimennya," terang Didit.

Lalu mengapa candi ini ditinggalkan masyarakatnya? Menurut Didit terdapat dua kemungkinan. Pertama, dalam penelitiannya Didit tidak hanya menemukan paleosoil tetapi juga karbon atau arang yang berasal dari kayu muncul di batuan candi. Dari temuan arang ini, Didit menduga candi sengaja dibakar. "Mungkin ada konflik antara Hindu-Budha, sehingga candi (Kedulan) dibakar," ungkapnya.

Dugaan kedua, adanya endapan lahar purba di siku dinding candi memunculkan dugaan candi itu dulunya dibangun dekat aliran sungai. Didit menganalisis, sungai itu telah melebar dan semakin dekat ke candi. Mungkin, masyarakat sekitar candi Kedulan telah meninggalkan kawasan tersebut sebelum aliran sungai semakin melebar. Dengan kata lain, ada upaya menyelamatkan diri dari warga. "Lahar itu mengalir di sungai. Artinya ada sungai yang mengalir dari utara ke selatan, kemudian berbelok dari barat ke timur. Artinya candi dibangun di tepian sungai," katanya.

Bangunan termasuk candi, menururt Didit, yang dibangun di tepi sungai akan sangat rentan tertejang luapan sungai termasuk lahar. Itulah yang terjadi di Kedulan, Dilihat dari jatuhan puing-puing bangunan yang tidak jauh dari tempatnya, Didit yakin bahwa hal itu diakibatkan oleh ulah manusia atau gempa. Mengingat juga ditemukan sisa karbon purba di sana.

Menurut Didit, candi Kedulan dan Sambisari memiliki kemiripan, keduanya sama-sama dibangun dekat tepian sungai. Selain itu, candi Sambisari dan Kedulan yang berada di bawah permukaan tanah juga menjadi bukti bahwa tanah di pulau Jawa khususnya Jawa Tengah telah terangkat ke atas sebagai akibat pergerakan lempeng.

Sumber:

"Sisa Lahar Purba dan Gempa Ungkap Jejak Peradaban Mataram Kuno", .kompas.com  Penulis : Gloria Setyvani Putri Diakses 6 Juni 2019.
Baca Juga

Sponsor