[Historiana] - Wawacan nagara Pajajaran adalah Sebuah naskah Sunda yang terdapat dalam koleksi Bagian Naskah Museum Nasional, Jakarta, dengan nomor katalogus SD 85. Tebalnya 10 halaman, ditulis dengan huruf Latin, dalam bentuk prosa. Naskah tersebut berasal dari koreksi K.F. Holle. Di dalamnya terdapat catatan yang menyebutkan bahwa naskah mi disalin oleh Raden Wijayakusumah, bekas pakhuismeesrer koffij (kepala gudang kopi) di Bogor, dengan titimangsa 23 April 1859.
Pada awal cerita disebut nama Aji Mantiri, salah seorang putra Prabu Siliwangi. la menetap di Kuta Gandok, di belakang Kuta Pajajaran. Setelah Pajajaran runtuh, Aji Mantri menyingkir ke Sakawayana Sumedang Kahiyangan. Disebut seorang anaknya yang bernama Santowan Kendang Serang-Serang. la mempunyai tiga orang anak, yaitu Kiyai Pralay, Kiyai Singamanggala, dan Kiyai Tanujiwa.
Ketiganya kemudian mengabdi kepada Kompeni di Batavia (Jakarta) pada masa kekuasaan Gubernur Jenderal Coen (1627). Kiyai Pralaya membangun tempat di Kuta Tai (Betawi), diangkat menjadi Leman Panggiring pada masa Gubernur Jenderal Maatsuiker (1673), diperintahkan pergi ke Sumedang untuk mencari (tenaga) orang sebanyak 20 kuren (40 jiwa), membersihkan hutan Pacenongan atas perintah Gubernur Jenderal van Coens (1678) untuk dijadikan kampung.
Kiyai Singamanggala diangkat sebagai Sersan Kertasinga, membuka kampung Bidaracina yang dihuni oleh 25 kuren (50 jiwa) orang ambon, kemudian membangun kampung Bantarjati (bekas hutan Pajajaran; sekarang kampung Baru) yang didiami oleh 90 orang penghuni.
Kiyai Tanujiwa diangkat menjadi letnan. la diperintahkan membangun loji di Meester Cornelis dan membangun kampung di Cipinang. Dua tahun sesudah pembangunan kampung itu, terjadilah peperangan di Banten. Ketiga bersaudara itu pernah mendapat perintah dari Kompeni untuk pergi ke Sumedang mencari orang 50 kuren (100 jiwa) untuk dibawa ke Batavia. Perjalanan telah berlangsung dua bulan, satu bulan di antaranya hanya untuk menempuh hutan Pajajaran. Di hulu Sungai Ciluwer (masih termasuk hutan Pajajaran) mereka mengalami kekurangan makanan. Pada peristiwa inilah Letnan Panggiring hilang sewaktu mencari makanan. Kedua adiknya kembali ke Batavia. Pada waktu itu yang berkuasa ialah Gubernur Jenderal Speelman (1681).
Cerita selanjutnya adalah tentang Letnan Mertakara, anak Letnan Tanujiwa. Kemudian tetang Letnan Mertawangsa (pengganti Letnan Mertakara), tetang Aria Wiratanu yang berkali-kali memohon kepada Gubernur Jenderal agar diperbolehkan menguasai tanah kidul (selatan). Di bawah pemerintahan Gubernur Jenderal Mosset (1750) di Bogor dibangun gedung, pasar, dan dibuka kebun kopi.
Sumber: Ensiklopedi Sastra Sunda. kemendikbud Ri - pdf. Diakses 26 Desember 2019.