![]() |
Peta Reruntuhan Pakuan Pajajaran |
[Historiana] - Oleh Alam Wangsa Ungkara. Pasca Pemerintahan Sri Baduga Maharaja, Kerajaan Pajajaran terus dirongrong dari berbagai arah. Satu per satu Pelabuhan Utama Pajajaran telah lepas dari Kekauasaan Pajajaran. Praktis, suplai kebutuhan rakyatnya terblokir, hingga tidak sampai ke pedalaman. Pengganti Sri Baduga Maharaja, Prabhu Surawisesa menghadapi peperangan. Luar biasa, selama pemerintahan Surawisesa 14 tahun, mengalami 15 kali perang. Artinya, kurang dari 1 tahun perang meletus. Surawisesa mangkat, lalu diganti oleh Ratu Dewata, Ratu Sakti, Nilakendra dan Nusia Mulya atau Suryakancana.
Kita fokuskan pembahasan kali ini ke Ratu Nilakendra.
Nilakendra atau Tohaan di Majaya naik tahta sebagai penguasa Pajajaran yang kelima. Tohaan adalah sebutan raja Kerajaan Pajajaran dan Majaya adalah nama tempat dimana Nilakendra berada. Ini menunjukkan bahwa Nilakendra tidak bertahta di Pakuan. Ia adalah seorang raja tanpa istana.
Ratu Nilakendra naik tahta menggantikan Ratu Sakti yang wafat pada 1551. Pada masa pemerintahan Ratu Sakti yaitu dari 1543-1551, Pajajaran sebenarnya mulai ditimpa musibah kelaparan, mengingat Ratu Sakti dikisahkan suka mabuk-mabukan dan jauh dari agama serta tidak mempedulikan rakyat banyak. Berbeda dengan pendahulunya Ratu Sakti, Nilakendra tidak melanggar larangan adat apapun, hanya saja Raja ke V Pajajaran ini rupanya terjerumus pada ajaran mistis aliran keagamaan Tantra.
Pada saat itu situasi kenegaraan telah tidak menentu dan frustasi telah melanda segala lapisan masyarakat. Naskah lontar Carita Parahiyangan memberitakan sikap petani "Wong huma darpa mamangan, tan igar yan tan pepelakan" (Petani menjadi serakah akan makanan, tidak merasa senang bila tidak bertanam sesuatu). Ini merupakan berita tidak langsung, bahwa kelaparan telah berjangkit.
Frustasi di lingkungan kerajaan lebih parah lagi. Ketegangan yang mencekam menghadapi kemungkinan serangan musuh yang datang setiap saat telah mendorong raja beserta para pembesarnya memperdalam saluran keagamaan Tantra. Sekte Tantra yaitu sekte yang menerapkan meditasi dengan mempersatukan Yoni dan Lingga. Manfaatnya meditasi dilakukan dengan menerapkan hubungan selang laki laki dan perempuan. Shri Kertanegara dari Kerajaa Singhasari juga penganut segala sesuatu yang diajarkan ini.
"Lawasnya ratu kampa kalayan pangan, ta tan agama gayan kewaliya mamangan sadrasa nu surup ka sangkan beunghar" (Karena terlalu lama raja tergoda oleh makanan, tiada ilmu yang disenanginya kecuali perihal makanan lezat yang layak dengan tingkat kekayaan).
Selain itu, Nilakendra malah memperindah keraton, membangun taman dengan jalur-jalur berbatu (dibalay) mengapit gerbang larangan. Selanjutnya membangun "rumah keramat" (bale bobot) sebanyak 17 baris yang ditulisi bermacam-macam kisah dengan emas.
Nilakendra sejaman dengan Panembahan Hasanudin dari Banten dan bila diteliti inti buku Sejarah Banten tentang serangan ke Pakuan yang ternyata melibatkan Hasanudin dengan puteranya Yusuf, dapatlah disimpulkan, bahwa yang tampil ke depan dalam serangan itu yaitu Putera Mahkota Yusuf. Peristiwa kekalahan Nilakendra ini terjadi ketika Susuhunan Jati masih hidup (ia baru wafat tahun 1568 dan Fadillah wafat 2 tahun kemudian).
Demikianlah, sejak saat itu ibukota Pakuan telah dilepaskan oleh raja dan dibiarkan nasibnya kepada penduduk dan para prajurit yang dilepaskan. Namun ternyata Pakuan sanggup bertahan 12 tahun lagi.
Menurut Carita Parahiyangan, Ratu Nilakendra tercatat sebagai raja yang ngawur dalam memimpin Kerajaan Pajajaran. Di bawah pemerintahan Ratu Nilakendra inilah Kerajaan Pajajaran mampu ditaklukkan oleh pasukan Banten, sementara sang raja sendiri melarikan diri ke pedalaman Sunda.
Perang Banten Vs Pajajaran diakibtkan oleh perselisihan wilayah perbatasan dengan Banten sehingga mengakibatkan perang besar antar kedua kerajaan, perang berkecamuk dengan dahsyat namun pasukan Banten dapat merangsek menuju Ibu Kota Kerajaan dan menawannya.
Kekalahan Pajajaran oleh Banten dikarenakan Kerajaan Pajajaran hanya mengandalkan jimat-jimat yang dibuat rajanya, sedangkan teknik dan strategi peperangan tidak pernah diasah. Akhirnya Banten dapat merebut ibu kota dan Istana Pajajaran sementara "Ngibuda Sanghiyang Panji" yang dahulu selalu dibangga- banggakan dan dipercaya menjadi tolak-balak atas musuh temyata tidak memiliki berfungsi apapun. Maka mulai setelah itu, Kerajaan Pajajaran memasuki masa keruntuhan, meskipun demikian Nilakendra berhasil menyelamatkan diri dari kepungan pasukan Banten, ia kemudian menjadi raja pelarian tanpa istana. Nilakendra wafat dalam pelarian pada tahun 1567 M.