Cari

Inilah Daftar 117 Anak Prabu Brawijaya V | Diantaranya Mungkin leluhur Anda


[Historiana] - Kisah Prabu Wijaya V ini sangat melegenda karena berkaitan dengan masa keruntuhan Kerajaan Majapahit. Serangan dari Kerajaan Demak oleh Raden Patah (Anak ke-14 Brawijaya) telah meluluhlantakan segenap sendi kehidupan Kemaharajaan Majapahit.

Barangkali Anda ingin mengetahui siapa saja keturunan PRabu Brawijaya V ini. Raja terakhir Majapahit, Brawijaya V, memiliki 117 orang putera-puteri dari beberapa isteri dan banyak selir. Permaisuri maupun selir-selir itu kebanyakan adalah upeti dari kerajaan atau penguasa lain yang tunduk atau mengakui eksistensi Majapahit.

Tentu saja jumlahnya banyak sekali, mengingat luasnya wilayah Majapahit dan banyaknya negeri lain yang mengakui eksistensi Majapahit. Sebagai raja tentu saja sang Prabu tidak mungkin bisa menolak upeti atau persembahan yang cantik-cantik tersebut. Selain bisa mencederai persahabatan dengan kerajaan-kerajaan lain, juga tak baik menolak persembahan dari daerah-daerah taklukan.

Banyaknya putera-puteri sang Prabu tersebut, di sisi lain bermanfaat melestarikan kekuasaan untuk wilayah kekuasaan yang begitu luas. Setelah dewasa beberapa putera Brawijaya V diberi jabatan bupati atau adipati dan ditugaskan jadi penguasa di berbagai wilayah kekuasaan Majapahit. Beberapa anak perempuan dinikahkan dengan penguasa atau anak penguasa lain sebagai tanda pengikatan. Dengan cara begini diharapkan seluruh wilayah kekuasaan dan seluruh tali persahabatan dengan kerajaan lain bisa terus dikendalikan dan dilestarikan. Ini membuktikan betapa luasnya wilayah kekuasaan kerajaan Majapahit pada saat itu. 117 Putera-puteri Prabu Brawijaya V:

  1. Raden Jaka Dilah (Aryo Damar) - dijadikan Adipati Palembang 
  2. Raden Jaka Pekik (Harya Jaran Panoleh) - Adipati Sumenep 
  3. Putri Ratna Pambayun, menikah dengan Prabu Srimakurung Handayaningrat  
  4. Raden Jaka Peteng 
  5. Raden Jaka Maya (Harya Dewa Ketuk) - dijadikan adipati di Bali 
  6. Dewi Manik - menikah dengan Hario Sumangsang Adipati Gagelang 
  7. Raden Jaka Prabangkara - pergi ke negeri sahabat, Cina 
  8. Raden Harya Kuwik - dijadikan Adipati Borneo/Kalimantan 
  9. Raden Jaka Kutik (Harya Tarunaba) - dijadikan Adipati Makasar 
  10. Raden Jaka Sujalma - jadi adipati Suralegawa di Blambangan 
  11. Raden Surenggana - tewas dalam peristiwa penyerbuan Demak 
  12. Retno Bintara - menikah dengan Adipati Nusabarung, Tumenggung Singosaren 
  13. Raden Patah - dijadikan Adipati & Sultan Demak 
  14. Raden Bondan Kejawan, Ki Ageng Tarub III - menurunkan raja-raja Mataram Islam 
  15. Retno Kedaton - muksa di Umbul Kendat Pengging 
  16. Retno Kumolo (Raden Ayu Adipati Jipang) - menikah dengan Ki Hajar Windusana 
  17. Raden Jaka Mulya (Raden Gajah Permada) 
  18. Putri Retno Mas Sakti - menikah dengan Juru Paningrat 
  19. Putri Retno Marlangen - menikah dengan Adipati Lowanu; 
  20. Putri Retno Setaman - menikah dengan Adipati Jaran Panoleh di Gawang; 
  21. Retno Setapan - menikah dengan Bupati Kedu Wilayah Pengging, Harya Bangah  
  22. Raden Jakar Piturun - dijadikan Adipati Ponorogo dikenal sebagai Betara Katong 
  23. Raden Gugur - hilang/muksa di Gunung Lawu 
  24. Putri Kaniten - menikah dengan Hario Baribin di Madura 
  25. Putri Baniraras - menikah dengan Hario Pekik di Pengging 
  26. Raden Bondan Surati - tewas "mati obong" di Hutan Lawar Gunung Kidul 
  27. Retno Amba - menikah dengan Hario Partaka 
  28. Retno Kaniraras 
  29. Raden Ariwangsa 
  30. Raden Harya Suwangsa - Ki Ageng Wotsinom di Kedu 
  31. Retno Bukasari - menikah dengan Haryo Bacuk 
  32. Raden Jaka Dandun - nama gelar Syeh Belabelu 
  33. Retno Mundri (Nyai Gadung Mlati) - menikah dengan Raden Bubaran dan muksa di Sendak Pandak Bantul 
  34. Raden Jaka Sander - nama gelar Nawangsaka 
  35. Raden Jaka Bolod - nama gelar Kidangsoka 
  36. Raden Jaka Barak - nama gelar Carang Gana 
  37. Raden Jaka Balarong 
  38. Raden Jaka Kekurih/Pacangkringan 
  39. Retno Campur 
  40. Raden Jaka Dubruk/Raden Semawung/Pangeran Tatung Malara 
  41. Raden Jaka Lepih/Raden Kanduruhan 
  42. Raden Jaka Jadhing/Raden Malang Semirang 
  43. Raden Jaka Balurd/Ki Ageng Megatsari/Ki Ageng Mangir I 
  44. Raden Jaka Lanangm - dimakamkan di Mentaok Jogja 
  45. Raden Jaka Wuri 
  46. Retno Sekati 
  47. Raden Jaka Balarang 
  48. Raden Jaka Tuka/Raden Banyak Wulan 
  49. Raden Jaka Maluda/Banyak Modang - dimakamkan di Prengguk Gunung Kidul 
  50. Raden Jaka Lacung/Banyak Patra/Harya Surengbala 
  51. Retno Rantam 
  52. Raden Jaka Jantur 
  53. Raden Jaka Semprung/Raden Tepas - dimakamkan di Brosot Kulonprogo 
  54. Raden Jaka Gambyong 
  55. Raden Jaka Lambare/Pecattanda - dimakamkan di Gunung Gambar, Ngawen, Gunung Kidul 
  56. Raden Jaka Umyang/Harya Tiran 
  57. Raden Jaka Sirih/Raden Andamoing 
  58. Raden Joko Dolok/Raden Manguri 
  59. Retno Maniwen 
  60. Raden Jaka Tambak 
  61. Raden Jaka Lawu/Raden Paningrong 
  62. Raden Jaka Darong/Raden Atasingron 
  63. Raden Jaka Balado/Raden Barat Ketigo 
  64. Raden Beladu/Raden Tawangtalun 
  65. Raden Jaka Gurit 
  66. Raden Jaka Balang 
  67. Raden Jaka Lengis/Jajatan 
  68. Raden Jaka Guntur 
  69. Raden Jaka Malad/Raden Panjangjiwo 
  70. Raden Jaka Mareng/Raden Pulangjiwo 
  71. Raden Jaka Jotang/Raden Sitayadu 
  72. Raden Jaka Karadu/Raden Macanpura 
  73. Raden Jaka Pengalasan 
  74. Raden Jaka Dander/Ki Ageng Gagak Aking 
  75. Raden Jaka Jenggring/Raden Karawita 
  76. Raden Jaka Haryo 
  77. Raden Jaka Pamekas 
  78. Raden Jaka Krendha/Raden Harya Panular 
  79. Retna Kentringmanik 
  80. Raden Jaka Salembar/Raden Panangkilan 
  81. Retno Palupi - menikah dengan Ki Surawijaya (Pangeran Jenu Kanoman) 
  82. Raden Jaka Tangkeban/Raden Anengwulan - dimakamkan di Gunung Kidul 
  83. Raden Kudana Wangsa 
  84. Raden Jaka Trubus 
  85. Raden Jaka Buras/Raden Salingsingan - dimakamkan di Gunung Kidul 
  86. Raden Jaka Lambung/Raden Astracapa/Kyai Wanapala 
  87. Raden Jaka Lemburu 
  88. Raden Jaka Deplang/Raden Yudasara 
  89. Raden Jaka Nara/Sawunggaling 
  90. Raden Jaka Panekti/Raden Jaka Tawangsari/Pangeran Banjaransari dimakamkan di Taruwongso Sukoharjo 
  91. Raden Jaka Penatas/Raden Panuroto 
  92. Raden Jaka Raras/Raden Lokananta 
  93. Raden Jaka Gatot/Raden Balacuri 
  94. Raden Jaka Badu/Raden Suragading 
  95. Raden Jaka Suseno/Raden Kaniten 
  96. Raden Jaka Wirun/Raden Larasido 
  97. Raden Jaka Ketuk/Raden Lehaksin 
  98. Raden Jaka Dalem/Raden Gagak Pranala 
  99. Raden Jaka Suwarna/Raden Taningkingkung 
100. Raden Rasukrama menikah dengan Adipati Penanggungan
101. Raden Jaka Suwanda/Raden Harya Lelana
102. Raden Jaka Suweda/Raden Lembu Narada
103. Raden Jaka Temburu/Raden Adangkara
104. Raden Jaka Pengawe/Raden Sangumerta
105. Raden Jaka Suwana/Raden Tembayat
106. Raden Jaka Gapyuk/Ki Ageng Pancungan
107. Raden Jaka Bodo/Ki Ageng Majasto
108. Raden Jaka Wadag/Raden kaliyatu
109. Raden Jaka Wajar/Seh Sabuk Janur
110. Raden Jaka Bluwo/Seh Sekardelimo
111. Raden Jaka Sengara/Ki Ageng Pring
112. Raden Jaka Suwida
113. Raden Jaka Balabur/Raden Kudanara Angsa
114. Raden Jaka Taningkung
115. Raden Retno Kanitren
116. Raden Jaka Sander (Harya Sander)
117. Raden Jaka Delog/Ki Ageng Jatinom Klaten

Ada 8 putera Brawijaya V ditugaskan dan berkedudukan di pulau Bali, diiringi oleh banyak punggawa/abdi dalem dan rakyat pengikutnya. Di tempat tujuan mereka mendirikan kerajaan baru dan di kemudian hari mereka menurunkan para raja Bali. Kelompok yang pindah ke Bali ini menjadi kelompok yang selamat dari pembasmian, ketika Demak menghancurkan Majapahit, karena tidak terjangkau oleh kejaran lawan politik.

Sementara itu kebanyakan putra-putri Brawijaya V yang lain terpaksa harus menyelamatkan diri dan bertebaran ke berbagai tempat. Sebagian dari mereka melarikan diri bersembunyi ke hutan atau gunung. Seperti misalnya di Pandak, Bantul, di situ dikenal satu makam Kyai Ewer/Klewer. Dia adalah prajurit Majapahit yang dikejar tentara Demak, bersembunyi di tanah tandus dan bajunya sobek-sobek (pating klewer).

Ini yang menguatkan kesimpulan bahwa apa yang dikisahkan dalam Serat Darmagandul, sekalipun serat itu lebih berbentuk sebagai sebuah buku sastra ketimbang buku sejarah, bahwa Majapahit memang runtuh oleh Demak diteruskan dengan pembantaian besar-besaran.

Majapahit runtuh diserbu oleh Raden Patah yang adalah putera Brawijaya V sendiri. Raden Patah berani melanggar pesan sang eyang, Sunan Ampel, akibat bujukan halus Sunan Kudus dan para sunan yang lain. Apalagi pada waktu itu, Sunan Ampel sudah wafat.

Catatan sejarah lain menyebutkan bahwa kerajaan Cirebon dan para wali adalah arsitek dan pendukung utama penyerbuan tersebut. Sedangkan sang Prabu Brawijaya V konon merasa serba-salah menghadapi puteranya sendiri. Para prajurit pun menjadi setengah hati dan kurang semangat berperang. Setelah pertempuran yang berkepanjangan, akhirnya Majapahit pun dikalahkan.

Paska kemenangan Demak dan para sekutunya, terjadi pembumi-hangusan yang sistematik terhadap kekuatan politik maupun warisan budaya Majapahit. Peristiwa “pembunuhan” Ki Ageng Kebo Kenongo oleh Sunan Kudus adalah atas perintah Raden Patah dan ini menjadi salah satu petunjuk akan benarnya kesimpulan tersebut.

Tak lama setelah Demak menghancurkan Majapahit, maka seluruh pengganggu potensial harus juga disingkirkan, lepas dari mereka benar-benar akan jadi mengganggu atau tidak. > Patut disayangkan negeri besar Majapahit, dihancurkan oleh salah satu ahli warisnya sendiri yang bersekutu dengan kekuatan lain dan demi kepentingan lain.... > Semoga semua ini bisa menjadi pembelajaran berharga bagi generasi kita saat ini dan generasi mendatang...


Ringkasan dan analisa 


  • Analisa riwayat Raja Majapahit dan nama â€Å“ Brawijaya â€Å“ 1. Nama Brawijaya yang disebut sebagai raja Majapahit terakhir ternyata secara fakta tertulis maupun dalam bentuk prasasti tidak ada, ini hanya hasil peng-indentikan saja karena masyarakat Jawa Timur secara turun temurun sering menyebut nama Brawijaya, berarti kemungkinan besar masih ada nama BRAWIJAYA yang lebih tepat sebagai penyandang kebesaran nama tersebut, dan dengan adanya catatan yang menunjukan â€Å“ketidak pastian” berati gelar Brawijaya dinisbatkan kepada Raja Majapahit patut dipertanyakan! 
  •  Raja Majapahit V ini kerapkali digambarkan sebgai raja besar seperti leluhurnya yang menguasai semua wilayah Nusantara bahkan menembus Pilfina, padahal saat itu adalah masa-masa kemunduran Majapahit dan banyak sekali Negara bawahan melepaskan diri dari kekuasaan Mapahit, lebih parah lagi ditulislah karena beliau digambarkan seorang raja â€Å“sebesar Prabu Hayamuruk” bahwa beliau banyak menerima persembahan putri-putri dari raja-raja bawahan untuk dijadikan selir, dan diantaranya yang paling tidak masuk akal adalah â€Å“ diserahkannya” putri Champa yang beragama Islam dan juga seorang Syarifah kepada Raja Majapahit V yang saat itu belum Islam untuk dijadikan gundik/selir sebgai tanda takluknya Champa terhadap Majapahit. 
  • Bukti pada abad ke-14 M Raja Majapahit tidak sebesar pendahulunya, hal ini dicatat oleh salah seorang penulis terkenal Potugis yaitu Tome Pires sebgai berikut : Menurut catatan Tome Pires yang berjudul Suma Oriental, pada tahun 1513 di Pulau Jawa ada seorang raja bernama Batara Vigiaya. Ibu kota kerajaannya terletak di Dayo. Pemerintahannya hanya bersifat simbol, karena yang berkuasa penuh adalah mertuanya yang bernama Pate Amdura. 
  • Karena di anggap Raja Majpahit saat itu yang ditulis oleh sebahagian sejarawan tetap sebagai raja yang masih mempunyai kekuasaan besar sebagaimana kebesaran Hayamuruk, maka setiap tokoh terkemuka dinisbatkan sebagai putra-putri beliau '€Å“tampa'€ menghitung kurun dan tahun seprti Raden Fatah Demak, atau mungkin yang lainnya, mungkin juga nama laqob dipisahkan menjadi berlainan orang, padahal dalam catatan lain Raja Majapahit V lahir di tahun 1413M, apa mungkin punya puta sebanyak itu? Sebagai contoh dalam hal Raden Fatah lahir sekitar tahun 1424M-!430M, dan Raden Fatah ditulis sebagai putra ke 13, andaikata sebagai putra sulung pun masih harus dipertanyakan, dan ini menujukan tidak menutup kemungkinan untuk yang lainnya pun sama kasusnya dengan Raden Fatah, seperti Arya Damar dan lain-lain, dengan demikian yang ditulis sebagai putra-putri Brawijaya yang jumlahnya mencapai 117 orang ini bisa mantu, mertua, kakek, paman atau yang tidak ada sama sekali â€Å“ hubungan darah” dengan beliau sedikitpun. 

Saduran dari docslide.fr
Sumber: LIMBANGAN DAN BRAWIJAYA by din-wachdini-saleh

Referensi

  1. Achmad, 1991. Purbalingga ing Atiku. Purbalingga: Seksi Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kabupaten Purbalingga. 
  2. Atja, 1970. Carita Ratu Pakuan. Bandung: Lembaga Bahasa dan Sedjarah Perpustakaan Sundanologi. 
  3. Atmo, Tri. 1984. Babad dan Sejarah Purbalingga. Purbalingga: Pemda Dati II Purbalingga. 
  4. Atmo, Tri dan Sasono. 1993. Mengenal Purbalingga Daerah Tempat Lahir Jenderal Sudirman. Jakarta: Paguyuban Arsakusuma. 
  5. Behrend, T.E. 1990. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 1 Museum Sana Budaya Yogyakarta. Jakarta: Djambatan & Ford Foundation. 
  6. Behrend, T.E. dan Titik Pudjiastuti. 1997. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 3A Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia-Ecole Francaise D’Extreme Orient. 
  7. Boechari, M. 1977. Candid an Lingkungannya”. Majalah Ilmu-ilmu Sastra Indonesia, Jilid VII, edisi Juli, No.2. 
  8. Darmoredjo, S. 1986. Riwayat Hidup Singkat Bapak Supono Priyosupono. Karangmoncol: tp. 
  9. Ekadjati, Edi S., 1982. Ceritera Dipati Ukur, Karya Sastra Sejarah Sunda. Jakarta: Pustaka Jaya. 
  10. Hasselman, C. J. 1887. De Perdikan Dessa€™s in Het District Tjahijana (Afdeeling Poerbolinggo, Residentie Banjoemas).€ Tijdschrift voor het Binnenland Bestuur, deel I: 72-104. 
  11. Kartosoedirdjo, A.M. 1941. Tjarijos Panembahan Lawet. Jogjakarta: Museum Sana Budaya. 
  12. -------------. 1967. Diktat Riwayat Purbalingga. Selanegara: stensil. 
  13. Knebel, J. 1998. Darmokoesoemo of She Djambukarang, Desa Legenda uit het Javaansch Medegedeeld.€ Tijdschrift voor Indische Taa-l, Land-, en Volkenkunde van het bataviaasch Genootschap van Kunstent en Wetenschappen, deel XXXIX, 1:118-127. 
  14. Mugiono. 1999. Mengenal Perjuangan Pangeran MahdumWali Perkasa di Tanah Perdikan Cahyana Pekiringan. Jakarta: tanpa penerbit. 
  15. Oemarmadi dan Koesnadi Poerbosewojo. 1964. Babad Banjuma. Djakarta: Amin Sujitno Djojosudarmo. 
  16. Padmapuspita. Ki J. 1966. Pararaton Teks bahasa Kawi Terdjemahan Bahasa Indonesia. Jogjakarta: Taman Siswa. 
  17. Slametmuljana, 1979. Nagarakretagama dan tafsir sejarahnya. Jakarta: bhratara. 
  18. ------------. 1983. Pemugaran Persada Sejarah Leluhur Majapahit. Jakarta: Inti Idayu Press. 
  19. Soekmono. 1977. Candi Fungsi dan Pengertiannya. Semarang: IKIP Semarang Press. 
  20. Soetjipto, Akhmad. 1986. Sejarah Singkat Pangeran Wali Syekh Jambukarang atau haji Purwa dan Wali Sanga. Yogyakarta: tanpa penerbit. 
  21. Steenbrink, Kareal A. 1984. Beberapa Aspek tentang Islam di Indonesia Abad ke-19. Jakarta: Bulan Bintang. 
  22. Supanggih. 1997. Karangmoncol dan Perkembangannya. Jakarta: tanpa penerbit. 
  23. Sutaarga, Moh. Amir. 1984. Prabu Sillwangi. Jakarta: Pustaka Jaya. 


Baca Juga

Sponsor