Foto: ancient-origins.net |
[Historiana] - Orang berbaris menunggu selama enam jam untuk melihat salah satu karya seni paling terkenal di China, sebuah lukisan Abad ke-12 berupa lukisan indah yang menggambarkan ibukota Dinasti Song dari Haifeng selama festival Qingming. Lukisan berjudul Sepanjang Sungai selama Festival Qingming, telah disalin beberapa kali, tapi asli jarang ditampilkan karena sangat rapuh.
Lukisan ini kadang-kadang disebut Cina Mona Lisa. Hal ini dipamerkan sampai dengan 12 Oktober 2015, di Kota Terlarang kekaisaran di Beijing, yang merupakan ibukota Cina hari ini.
Zhang Zeduan, 1085-1145, digambar ulang. Lukisan berukuran 24,8 cm tinggi (9,76 inci) dengan 5,29 meter panjang (208 inci). Lukisan berupa gulungan dan dilihat dari kanan ke kiri. Lukisan kuno asli tersebut diletakkan di atas meja di bawah kaca di museum. Beberapa reproduksi lukisan Cina ini yang paling terkenal
Seni Lukis zaman Kolonialisme Belanda
Lukisan zaman Kolonial Belanda "Sungai Brantas Malang" Karya:Maurits Ernest Hugo Rudolph van den Kerkhoff 1889 |
Jika kita amatai mundur ke zaman kerajaan di Nusantara, khususnya kerajaan Majapahit, adakah seniman lukis Majapahit? Bukankah Majapahit sebuah kerajaan Besar nan Makmur? Biasanya kerajaan besar memiliki seniman lukis yang handal dan luar biasa.
Disaat yang sama, Majapahit telah terbiasa menjalin perdagangan dengan Tiongkok (Cina). Dimana di negeri China banyak dijumpai lukisan-lukisan kuno yang menggambarkan sosok rajanya. Kecuali lukisan yang terpahat dalam batu candi-candi yang sangat indah. Sementara lukisan yang portable rada sulit didapatkan buktinya.
Saya belum dapat informasi atau dokumentasi karya lukisan zaman majapahit atau Pajajaran. Googling pun tak menghasilkan...
Di Kerajaan Pajajaran sudah dikenal adanya profesi pelukis, dengan sebutan Juru Lukis. Kiranya benar jika Putri Pajajaran pernah dilukis seperti cerita di bawah ini:
Konon, Kisah perang bubat karena Prabu Hayam Wuruk terpesona atas kecantikan Putri Kerajaan Galuh-Sunda (dianggap sudah bernama Pajajaran). Diceritakan bahwa Prabu Hayam Wuruk mengetahui kecantikan putri Sunda tersebut dari lukisan. Lukisan yang didapti Raja dari para punggawa kerajaan yang bertugas menarik upeti di pasar.
Kisahnya bahwa seorang pelukis-pengembara, Sungging Prabangkara tidak bisa membayar Upeti karena tak punya uang. Singkatnya lukisan disita oleh punggawa kerajaan sebagai pembayaran Upeti. Dari sanalah awal kisah lukisan sampai ke tangan prabu Hayam Wuruk.
Syahdan, di Kerajaan Pajajaran (Galuh-Sunda), putri Citraresmi Dyah Pitaloka sudah diberi peringatan oleh seorang "guru spiritual-Ragasuci" kraton agar tidak dilukis. Namun, suatu saat di Keputren, ia memanggil pelukis pengembara, Sungging Prabangkara menggambr/melukis dirinya. Ia kagum pada dirinya, kagum atas kecantikan dirinya (ini mungkin larangan itu, penyebab bangga diri?). Karena Dyah Pitaloka takut atas larangan dilukis, hasil lukisan itu dibawa oleh pelukisnya sendiri. Akhirnya sang pelukis tiba di wilayah majapahit.
Lalu... dimanakah lukisan itu, jika memang ada? Lukisan ini mungkin di atas kertas berbahan dasar daun lontas, jerami, kulit, kain atau berupa gulungan bambu teperti dalam tradisi Cina. Di zaman Majapahit, sudah dikenal "wayang beber" dimana kain atau kulit dibentangkan dengan bilah kayu di sisi kiri dan kanannya.
Seharusnya disimpan di keraton Majapahit. Meskipun Dyah Pitolka "bunuh diri" ketika Perang Bubat, Tragedi mengenaskan, pertarungan tak seimbang antara Pengawal Iring-iringan calon penganten perempuan dari pajajaran melawan Pasukan tempur Majapahit atas prakarsa Gajah Mada.
Bukankah Prabu Hayam Wuruk sangat mencintai Dyah Pitaloka? Seharusnya lukisan itu akan diabadikan olehnya sebagai "pengobat rindu" dan wakil sang kekasih.
Catatan runtuhnya Majapahit berbarengan masuknya kekuasaan agama baru, Islam. Kita mengetahui sebagian madzhab dalam Islam melarang adanya lukisan, patung dan sejenisnya.
Ada banyak sekali pendapat mengenai seni rupa di dalam Islam. Pandangan kaum konservatif yang populer pada awal kemunculan Islam beranggapan bahwa segala bentuk peniruan adalah usaha menyaingi kesempurnaan Tuhan dan wujud keinginan menciptakan Tuhan baru. Tetapi banyak pula yang menyatakan bahwa bagaimanapun hasil penciptaan manusia tetap tidak akan bisa menyamai apa yang telah diciptakan Tuhan ataupun Tuhan itu sendiri, sehingga seni rupa tidak bisa dianggap penjiplakan saja, tetapi diiringi pula dengan stilasi yang memperlihatkan keagungan Pencipta.
Sementara pendapat lain terbentuk atas pengaruh kebudayaan Eropa, yang menganggap proses seni rupa adalah hal normal, ia sama sekali tidak bisa dianggap sebagai usaha menciptakan makhluk baru ataupun Tuhan baru, sehingga sama sekali tidak perlu dilarang.
Bagaimanapun sangat sulit menemukan peninggalan seni patung dari seni rupa Islam, karena sejarahnya yang berhubungan langsung dengan tindakan berhala. Tetapi tidak sulit menemukan bentuk-bentuk makhluk hidup dalam bentuk perabotan. Juga dengan mudah bisa ditemukan lukisan-lukisan di dinding istana dan gambar ilustrasi untuk buku-buku terjemahan ilmu pengetahuan walaupun hanya sebagai tiruan dari ilustrasi buku aslinya.
Apakah mungkin ikut terbakar saat penghancuran Keraton Majapahit oleh Kerajaan Islam Demak, pimpinan Raden Patah? Karena Islam melarang kegiatan melukis atau menggambar. Ataukah ikut dikubur bersama Prabu Hayam Wuruk?
Ah jadi semakin banyak pertanyaan...