[Historiana] - Masih dalam artikel maraton tentang Kabuyutan atau Kamandalaan di tatar Sunda. Kamandalaan di tatar Pasundan adalah tempat suci dan tempat mempelajari ilmu keagamaan dalam agama Jati Sunda dan dipimpin oleh seorang Resi Guru. Kabuyutan berasaldari bahasa Sunda yaitu Uyut yang dapat diartikan leluhur. Istilah ini terbentuk dari kata dasar buyut.
Adapun kata buyut mengandung dua pengertian. Pertama, sebagai turunan keempat (anak dari cucu) atau leluhur keempat (orang tua dari nenek dan kakek). Kedua, sebagai pantangan atau tabu alias cadu atau pamali. Kadang-kadang pengertian kabuyutan berfungsi sebagai kata sifat. Kata ini mengandung konotasi pada pertautan antargenerasi, bentangan waktu yang panjang, dan hal-ihwal yang dianggap keramat atau suci. Benda-benda tertentu, peninggalan para leluhur kerap dianggap kabuyutan, misalnya goong kabuyutan. Ada juga istilah satru kabuyutan yaitu musuh kabuyutan (musuh bebuyutan) berarti musuh yang turun-temurun, dan sukar berakhir. Kata ini juga bisa berfungsi sebagai kata benda.
Kamandalaan Pasirluhur Banyumas dan Kerajaan Galuh
Kerajaan Galuh (1475 - 1482 M) di bawah pemerintahan Prabu Dewa Niskala / Ningrat Kancana.Ia Putra Wastu Kancana dari Mayangsari dan memerintah dari keraton Jayagiri di Kawali. Setelah meninggal dimakamkan di Gunatiga.
Kerajaan Sunda-Galuh ini kembali bersatu saat pemerintahan Jayadewata, putra Dewa Niskala di kemudian hari. Hal ini terjadi, karena setelah kejatuhan Prabu Kertabumi (Brawijaya V) Raja Majapahit, banyak kerabat keraton Majapahit yang mengungsi ke barat. Kejatuhan Prabu Kertabumi ini setelah serangan
Ranawijaya/Girindrawardhana, raja Kediri yang mendendam kepada Prabu Kertabumi karena Suraprabawa/Brhe Pandanalas, ayahnya diturunkan dari tahta Majapahit oleh Prabu Kertabumi.
Salah seorang diantara para pengungsi Majapahit, itu adalah Raden (Rahadiyan) Baribin, adik bungsu Prabu Kertabumi yang lari ke barat menghindari kejaran Girindrawardhana. Raden Baribin oleh Dewa Niskala dinikahkan dengan Ratna Ayu Kirana, salah seorang putrinya yang merupakan adik dari Raden Banyak Cakra (Kamandaka) penguasa Pasir Luhur (daerah Banyumas sekarang). Keturunan Raden Baribin dan Ratna Ayu Kencana inilah yang akhirnya menjadi leluhur penguasa Banyumas.
Babad Pasir Luhur dan Silsilah Pasir Luhur
Kerajaan Pasir Luhur / Kadipaten Pasir Luhur dinyatakan sebagai kerajaan Galuh yang merdeka karena tidak dibawah kekuasaan kerajaan lain baik Sunda (Pajajaran) maupun Majapahit. Pasir luhur dan Pajajaran terdapat hubungan kekerabatan, Pasir Luhur berada di posisi lebih tua dibandingkan dengan Pajajaran. Sejarah mengenai Babad Pasir Luhur dan Silsilanya ada 21 Versi Babad Pasir yang masih bertahan namun banyak teks Babad Pasir Luhur yang hilang, rusak atau tidak lolos seleksi alam karena tidak terpelihara dengan baik, tidak mendapat tanggapan pembaca, dan tidak disalin ulang. Pelacakan kembali terhadap teks-teks Babad Pasir Luhur dari berbagai scriptoria akan menambah khasanah karya-karya historiografi tradisional dari masyarakat Banyumas.Konon Pasir Luhur wilayahnya mulai dari Gunung Sindoro Sumbing sebagai batas sebelah timur sampai dengan Sungai Citarum sebagai batas sebelah barat. Dan bukti sejarahnya termuat dalam Versi Tembang dan Gancaran (prosa-prosa)
Versi Tembang
Versi Pertama adalah Versi Knebel yang meliputi tiga teks yang pernah diterbitkan oleh Knebel 1900, 1931, dan 1961. Versi Pertama tersimpan di Perpusakaan Fakultas Sastra, Universitas Leiden.Versi Kedua adalah Versi Hardjana (1985) yang diterbitkan oleh Balai Pustaka Dan versi-versi lainnya.
Versi Gancaran
Versi Gancaran atau Prosa meliputi empat Versi, yaitu (1) Versi Kedhungrandhu, dengan judul Babad Pasir Luhur, (2) Versi Wigno A dengan judul Babad Pasir (Raden Kamandaka), (3) Versi Wigno B dengan judul Lajang Raden Kamandaka ija Lutung Kasarung, dan (4) Versi Kartosoedirdjo dengan judul Babad Noesa Tembini.Silsilah Pasir luhur awal tidak ditemukan dalam teks Babad Pasir yang berbentuk tembang seperti yang dipublikasikan oleh Knebel (1900, 1931, & 1961), Teks Knebel hanya menyebutkan Arya Bangah sebagai Tokoh yang dituakan. Arya Bangah adalah putra Raja Pajajaran yang ditempatkan sebagai Raja Galuh (Djajadiningrat, 1983). Arya Bangah menjadi Raja Galuh diawali sengketa dengan adiknya Ciung Wanara , sengketa itu diakhiri dengan Perdamaian, Ciung Wanara pergi kebarat sambil berpantun, sedangkan Arya Bangah ke timur sambil menembang (Ekadjati, 1995:5). Peristiwa perdamaian ini merupakan asal usul terpisahnya orang Sunda dan Jawa (Rosidi, 1984 : 143), Arya Bangah dalam Teks Babad Pasir disebut Raja Galuh dan menjadi nenek moyang Adipati Pasir. Kerajaan Pasir atau Pasirluhur merupakan kelanjutan dari Kerajaan Galuh Purba Atau Mataram Kuna Awal (Priyadi, 2001a:51).
Dalam silsilah yang ditulis oleh M. Siradj Siswaantara, Anak Demang M. Mulyadimedja ditulis sebagai berikut:
- PRABU MUNDINGWANGI (Ratu Ing Pajajaran)
- ARYO BANGAH (Raja Galuh)
- PRABU CIUNG WANARA (Raja Pajajaran)
- RADEN DJAKA SURUH / PRABU BRAWIDJAJA I (Raja Majapahit)
- ADIPATI DEWA AGUNG
- PRABU LINGGOWASTU
- PRABU BRAWIDJAJA II
- ADIPATI AGUNG DEWA
- PRABU LINGGO LIJO
- PRABU HADININGKUNG
- ADIPATI TJARANG RANGKANG
- PRABU LINGGO LARANG
- PRABU HAJAM WURUK
- ADIPATI AMIDJAJA
- PRABU LINGGO WASI
- PRABU LEMBU AMISANI
- ADIPATI KANDHA DAHA
- PRABU SILIH WANGI
- PRABU BROTANDIUNG
- DEWI TJIPTARASA (Putri Bungsu)
- RADEN BANYAK TJATRA (Raden Kamandaka)
- RADEN ALIT / BRAWIDJAJA III
Menikah
PRABU BRAWIDJAJA IV
RADEN BANYAK WIRATA
PRABU BRAWIDJAJA V
Nama Banyak Catra yang sangat dikenal para pembaca Teks Babad Pasir juga dikenal dalam masyarakat sunda dan disebut sebagai salah satu pantun terpenting dalam Teks Sunda Kuna Sanghyang Siksa Kanda Ing Karesian yang berasal dari tahun 1518 Masehi , yaitu Langgalarang, Banyak Catra, Siliwangi, dan Haturwangi.
Konon ceritanya Raden Banyak Catra Putra Mahkota Raja Pajajaran belum mau menjadi Raja menggantikan Ayahnya bila belum menemukan Istri untuk dijadikan Permaisuri yang mirip dengan ibunya. Kemudian dia melakukan perjalanan dengan istilah Ngaman Daka yaitu berjalan seorang diri dengan tidak menyertakan prajurit dengan menyamar sebagai rakyat biasa. Sehingga dikenal dengan nama KAMANDAKA. Sampailah dia di Kadipaten Pasir Luhur dan singkat cerita bertemu dengan Dewi Ciptarasa Putri Bungsu Adipati Kandha Daha yang berparas mirip sekali dengan ibu Raden Banyak Catra. Raden Banyak Catra tertarik mendekati Dwi Cipta Rasa untuk dipinang sebagi istrinya. Disinilah Cerita Legenda LUTUNG KASARUNG.
Kemudian Raden Kamandaka menikah dengan Dewi Cipta Rasa dan dinobatkan sebagai Adipati Pasir Luhur menggantikan Ayah Mertuanya Adipati Kandha Daha. Silsilah yang ditulis oleh M. Siradj dan juga R. Soemarko Adhisaputro yang disalin oleh R. Budi Sasongko sebagai berikut :
- Dewi Cipta Rasa ( Putri Bungsu)
- Raden Banyak Catra ( Raden Kamandaka)
- Raden Banyak Wirata
- Raden Banyak Roma
- Raden Banyak Kesumba
- Raden Banyak Belanak / Patih Purwakencana (Pangeran Senopati Mangkubumi I)
- Raden Banyak Geleh / Patih Wirakencana (Pangeran Senopati Mangkubumi II)
RADEN BANYAK GELEH / PATIH WIRAKENCANA ( PANGERAN SENOPATI MANGKUBUMI II) mempunyai 10 anak
- PANGERAN PERLANGON
- NYAI SAJUTA (Wirasaba)
- NYAI SAKETI (Medang Agung)
- NYAI LUNGGE (Meruyung)
- NYAI SABARA (Gunung Wangi)
- NYAI SANGKUNI (Darma Wangi)
- NYAI GEDE PALUMBUNG (Ngayah)
- NYAI WANJAR KUNING (Penyarang)
- MAS DJUNJUNG (Kawali)
- MAS TENGIRI (Imbanegara)
Pasir Bathang
Dimasa Pemerintahan Sultan Trenggono Pasir luhur. Raden Banyak Geleh memindah pusat pemerintahan ke Pasir Bathang. Beliau meneruskan perjuangan kakaknya bersama dengan Pangeran Makhdum Wali mendirikan pesantren dan Masjid di Padepokan Ambawang Gula Gumantung yang kemudian dikenal dengan nama Hastana Pasir atau Pasir Astana.
Pasir Astana
Pada zaman Pajang wilayah Pasir yang luasnya 8.000 dhomas (1 dhomas = 800 karya) dikurangi hanya 8 nambang (1.000 karya). Pengurangan itu mengakibatkan Pangeran Perlangon mogok tidak mau menghadap ke Pajang. Patih Anglungbayang sebagai wakil Pangeran Pasir ditolak oleh Sultan Pajang. Selanjutnya, Pengeran Perlangon diwakili oleh empat orang kemenakannya, yaitu Jaka Sule, Jaka Gumingsir, Jaka Bilung dan Jaka Gambuh.
Keempat orang itu diterima oleh Sultan dan kemudian meminta daerah lungguh menjadi Ngabehi Lor, Kidul, Kulon dan Wetan. Pangeran perlangon memang Adipati Pasir Bathang yang lemah karena lebih mementingkan sikap asketisismenya. Ia dengan mudah menyetujui permintaan keempat orang kemenakannya, (Noorduyn & Teeuw, 2009:181).
Ki Dipati Meruyung (berganti Ki Bulum Kinukus) yang tinggal di Meruyung meminta Desa Bojongsari, bahkan Ki Bulum Kinukus yang disebut juga Ki Gedhe Bojong meminta Gunung Sari, Sirongge, Jingkang dan Kranggan. Ki Gedhe Bojong yang dikemudian hari dikenal bernama Kalong Pangrawit magang kepada Sultan Pajang dan menuntut tanah 700 Karya yang meliputi Ajibarang (100), Nagara Jaya (100) Penyarang (100), Babakan (100) Sindang Barang (50), Jambu (50), Tinggarjaya (50),Lo Pasir Kedhungwringin (100) dan Cukang – Keranggan (50). Akibat tuntutan Kalong Pangrawit, Pangeran Perlangon hanya mengurusi tanah Mancalgangsal, yaitu Lemajang, Karanganyar, Kober, Kertayasa, dan Gegerlangu.
Pangeran Perlangon merasa sakit hati atas perilaku Kalong Pangrawit dan akhirnya jatuh sakit dan meninggal dunia. Sepeninggal Pangeran Perlangon Pangeran Langkap tidak mendapat daerah Lungguh. Ia mencoba meminta keadilan kepada Sultan Pajang tetapi tidak berhasil. Ia hanya memperoleh tanah 100 Karya. Dan Pangeran Perlangkap tidak mau menjadi ngabehi seperti keempat saudaranya. Ia menginginkan menjadi Juru Kunci Pasir untuk Perdikan Pasir Astana. Ini terjadi semasa pemerintahan Panembahan Seda Krapyak Mataram, tepatnya tahun 1523 Caka / 1601 M. dan Raja Mataram Panembahan Seda Krapyak memanggil Pangeran Langkap sebagai pewaris daerah Pasir dan menetapkan beliau sebagi Kunci di Pasir Astana dan mengembalikan hak-haknya sebagai keturunan Pangeran Perlangon.
- PANGERAN PERLANGON
- PANGERAN LANGKAP
- NYAI WANDAN KUNING
- NYAI WANDAN TEPUS
- NYAI WANDAN SARI
- NYAI SEKAR SULE
- NYAI SEKAR WULAN
- NYAI KARANGSARI
Pangeran Perlangon (1549 – 1581)
Pangeran Langkap ( Zaman Pajang & Mataram, Pasir Astana, 1581 – 1601)
Entol Purwakesuma (Panembahan Kaloran)(1601 – 1648)
Wiranaya (1601) Demang I
Nyi Permade (Istri Kiai Ng. Singapatra) di Kartanegra
Entol Purwadita (1648 – 1705)
Wiratruna Demang II
Kiai Ng. Mertapura diKertanegara
Entol Purwanangga (1705 – 1782)
Nayatruna Demang II
Kiai Ng. Singanegara di Kertanegara
Kiai Purwadiwangsa (Maryan I ) (1782-1825)
Nyai Maryam (Kiai Husen) (1821-1831)
Nayadita
Kiai Ng. Singawijaya di Kertanegara
Kiai Purwadipa (Maryan II) (1825-1840)
Nyai Nurhakim (1831-1850)
Bangsarudin
R. Ng. Muh Tahjudin
Kiai Khusen (Maryan III) (1840-1881)
M. Nurahman I (1850-1871) Mertua Kiai Noer Chakim (1818-1891)
Ahmad Anom
Sutawirya (1821-1840)
M. Wahidun(Ranayuda I) (1881-1912)
M. Wirasari (Nurahman II)
(1871-?)
Yudadikrama
Sutadikrama I (1840-1877)
M. Markus (Ranayuda II) (1912-1927)
M. Nurahman III
Danudimeja
Sutadikrama II (Chamilin) (1877-1898)
R. Soepardiman Yoedosaputro Blengur (1927-1945)
M. Mulyadimeja (Nurahman IV) (?-1919)
Danu Supraja
Sutadikrama III (M. Sudana) (1898-1901)
M. Lindu Abdullah (Nurahman V) (1919-1950) Kepala Desa I (1950-1963)
Soedardja
R. Abdullah (1901-1945)
Wangidin Kepala Desa II (1963-1989)
Oemar (1935-1945)
Sutarman Kepala Desa III (1990-1995)
Sukamto Kepala Desa IV (1998-2006)
Chadjirin Kepala Desa V (2007 – 2013)
Hj. Endriyani Kepala Desa VI (2013 – sekarang)
PASIR KULON
PASIR WETAN
PASIR KIDUL
PASIR LOR
Pasir Wetan
Sejarah Perdikan Desa termasuk didalamnya Pasirwetan tidak termuat dalam tradisi besar Babad Pasir karena merupakan tradisi kecil. Tradisi kecil hidup dalam tradisi lisan atau folklor. Yang sebagian berbentuk legenda. Masing-masing mempunyai silsilah para demang yang dihubungkan dengan tokoh Pangeran Langkap sebagai Kunci Perdikan Pasir setelah Pangeran Perlangon yang merupakan Adipati Pasirbatang terakhir.1. Nyai Maryam (Demang Wanita)
Sejarah Pasir wetan direlasikan dengan seorang Ulama Demak. Kiai Husen yang kawin dengan kerabat Demang yaitu Nyai Maryam kakak perempuan Demang Maryan I. Penghargaan terhadap perkawinan dengan pembagian wilayah Pasir menjadi Pasir Kulon dan Pasir Wetan. Keturunan Kiai Husen dan Nyai Maryam lebih dituakan karena wetan adalah Kawitan. Sedangkan Kulon lebih muda karena Maryan I adalah adik Nyai Maryam. Keduanya adalah anak dari Entol Purwanangga. Nyai maryam berputri Nyai Nurhakim Demang Wanita
2. Nyai Nurhakim (Demang Wanita)
Nama asli dari Nyai Nurhakim tidak dikenal karena memakai nama suaminya Kiai Nurhakim. Kiai Nurhakim adalah cucu dari Nyai Dewi Karangsari. Dewi Karangsari adalah Putri Bungsu Pangeran Perlangon atau Adik Pangeran Langkap, bersuamikan Mertawecana (seorang pengembara dari Pajang) berputra Kiai Mertayana,Mertayana berputra Kiai Talabudin. Talabudin mempunyai anak Nyai Nurahman, Nyai Nurahman berputra Kiai Nurhakim. Kiai Nurhakim menikah dengan anak perempuan Nyai Maryam dan berputra Demang Nurahman I.
3. Demang Nurahman I
Demang Nurahman I adalah anak Nyai Nurhakim (I), Nurahman berputra Nurahman II dan seorang perempuan yang menikah dengan Kiai Surya Muhammad ( Nurhakim II). Surya Muhammad menurut silsilah yang disusun oleh M Siradj dan Sumarko adalah Putra Kiai Mohamad Ali yang berasal dari Sala. Versi lain menuturkan bahwa Surya Muhammad juga punya nama lain Suryaningrat / Suryokusumo adalah Cucu Pangeran Mangkunegara (Pangeran Sambernyawa). Surya Muhammad dikemudian hari dikenal dengan Kiai Nurhakim II, dan menurunkan Ulama atau Kiai di Pasir Wetan.
Demang Nurahman I mempunyai anak sebagai berikut : (1) Kiai Demang Wirasari (Nurahman II) (2) Nyai Surya Muhammad (3) K. Tjandradipa (Penatus Dawuhan Wetan) (4) Mas Ajeng Sarwati (Istri Bupati Padang) (4) Mas Ajeng Demang (dimakam)
4. Demang Nurahman II
Demang Nurahman II dikenal juga dengan nama Demang Wirasari adalah anak dari Demang Nurahman I atau Cucu Kiai Nurhakim I. Demang Nurahman II dilahirkan dari Ibu yang berasal dari Gumelem. Mempunyai anak sebagai berikut : (1) Ibu Penatus Grendeng, (2) Kiai Demang Nurahman III (3) Mas Kramawidjaja (4) Mas Udadrana (5) Mas Kramajuda (6) Mas Madahir (7) Mas Reksa (Ciamis) (8) Mas Ajeng Djajawirana (9) tidak dikenal namanya hanya keturunannya yang terdeteksi yaitu yang menurunkan Bu Sawinem (Bu Sanpeki)
5. Demang Nurahman III
Demang Nurahman III adalah anak dari Demang Nurahman II mempunyai anak sebagai berikut : (1) Bu Lurah Karangwangkal (2) Bu Madikram (Ibu Pengulu Sepuh)/Ibu Kramajuda) (3) Bu Tjitraleksana (Bu Lurah Karangtalun Kidul - Purwajati) (4) Demang Mulyadimedja (5) Pak Nurjasemita (Bau Kebocoran) (6) Bu Lurah Karangsalam (7) Bu Hajjah Nurjareja (8) Bu Nurjasidin (9) Bu Lurah Klahang (Sokaraja) (10) Pak Dipawikarta (Demang Wakil) (11) Bu Nurjasentika (12) Pak Martasentika (13) Pak Ratiman Martotaruno (Mantri Alas Djawa Wetan) (14) Pak Atmaredja (Kebocoran) (15) Pak Sanwireja (16) Pak Nurjawikarta (Ahli Batik) (17) Pak Reksa (Bau Gendon Djogreg) (18) Bu Hajjah Dulsalam (Pasir Kulon) (19) Bu Lurah Dawuhan Kulon (20) Bu Murjawidjaja (21) Pak Bugel (Carik Karangtengah – Sokaraja) (22) Pak Kartun Tawireja (Pesawahan) (23) Bu Saminem (Bau Muntang Baturaden) (24) Pak Wirjadimedja (Tjarik/Lurah Karangpule – Karangsalam) (25) Pak Guteng (26) Bu Samijem (Carik Kedunglemah) (27) Pak Partosumarto (Wafat 3-9-1977)
6. Demang Muljadimedja ( Demang Nurahman IV)
Demang Muljadimedja mempunyai keturunan 19 dari 6 Istri yaitu :
a. Ibu Demang asal Mandirantjan: Mas Ajeng Mariah
b. Ibu Wasem: M. Lindu, M. Dullah, M. Hamid, Bu Lirin, Bu Prihati, M Sugara, M. Sidik
c. Ibu Dilem: M. Rodat, Bu Dari
d. Ibu Dijem: M Ayat (Subroto), M. Sum
e. Ibu Ridem: M. Ratini, M. Sirad, M. Sutarjo
f. Ibu Saiwen: M. Tapsir, Bu Sariti, Bu Truti, Bu Roliyah
7. Demang Nurahman V ( Lindu Abdurrahman) / Kepala Desa Pasir Wetan ke - I
Anak-anak Demang Nurahman V meliputi: (1) Raden Nganten Supartinah (2) Raden Supraptomo (3) Raden Sugiyarto. Demang Lindu termasuk demang yang dicintai rakyatnya, oleh penduduk disebut Suci Rahayu dan mempunyai kekuatan Supranatural. Yang berkat sentuhan jari tengahnya bisa menyembuhkan orang sakit. Demang Lindu adalah Demang terakhir Pasir Wetan (1919 – 1950) setelah Perdikan dihapus oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan Undang-Undang No. 13/1946, namun Demang Nurahman V (Lindu) dipilih oleh rakyatnya untuk menjabat Lurah atau Kepala Desa Pasir Wetan (1950-1963).
8. H. Wangidin (1963 – 1989) Kepala Desa Pasir Wetan ke - II
Wangidin adalah Kepala Desa kedua setelah Lindu Abdurrahman dan Kepala Desa pertama Pasir Wetan yang bukan dari keturunan Demang Nurahman (rakyat biasa). Dan terhitung cukup lama menjadi Kepala Desa Pasir Wetan yaitu 26 tahun.
9. H. Soetarman HS (1990 – 1995) Kepala Desa Pasir Wetan ke - III
H. Soetarman HS menjadi Kepala Desa Pasir Wetan hanya berlangsung 5 tahun yaitu 1990-1995 kemudian mengundurkan diri. Karena kekosongan Kepala Desa maka diangkatlah Chadjirin ( Kadus) menjadi Penjabat Sementara Kepala Desa sampai dengan Pemilihan Kepala Desa yang Baru.
10. H. Sukamto (1998- 2006) Kepala Desa Pasir Wetan ke - IV
H. Sukamto menjadi Kepala Desa Pasir Wetan selama 8 Tahun. Ia adalah adik dari H. Harnoto seorang Tokoh di Pasir Wetan yang sukses dalam mengembangkan industri di Pasir wetan dan juga tokoh dalam keagaman khususnya organisasi Nahdlatul Ulama.
11. Chadjirin (2007 – 2013) Kepala Desa Pasir Wetan ke - V
Chadjirin menjadi kepala Desa selama 6 tahun, ia adalah putra dari seorang Ibu anak Perempuan dari Pak Suwarno. Pak Suwarno putra dari Ibu Pengulu Sepuh Madikram. Ibu Madikram Putri dari Demang Nurahman III. Berarti Chadjirin masih Canggah dari Demang Nurahman III. Dan terhitung tiga kali menjadi Pejabat Sementara Kepala Desa Pasir Wetan yaitu periode 1989-1990, 1995-1997, dan 2006-2007.
12. Hj. Endriyani (2013 s/d Sekarang) Kepala Desa Pasir Wetan ke - VI
Hj. Endriyani menjadi kepala Desa Pasir Wetan dari tahun 2013 hingga sekarang. Dilahirkan di Kediri pada 14 September 1961 dari Ayah Bp. Kodrat Soepeno dan Ibu Sumiati.
Legenda Jawa dalam tulisan Priyadi (2006) menyatakan bahwa tiga kekuatan di Pulau Jawa, yaitu Pajajaran (di arah barat), Pasirluhur (di tengah), dan Majapahit (di timur).1 Masyarakat Banyumas mewariskan dua tradisi teks babad yang termasuk tradisi besar yaitu Babad Pasir dan Babad Wirasaba. Babad Pasir menceritakan keberadaan Kadipaten Pasirluhur yang mengaitkan diri dengan Kerajaan Pajajaran. Babad Wirasaba yang menceritakan Wirasaba sebagai kerajaan daerah bawahan Majapahit. Leluhur Wirasaba yang terbentuk dari penyatuan antara keturunan Pajajaran dengan Banyumas (Pasir Luhur) yang tampak pada perkawinan Raden Banyak Catra atau Kamandaka putra sulung Prabu Silihwangi dengan putri bungsu adipati Pasirluhur yaitu Ciptarasa.
Leluhur masyarakat Wirasaba juga terbentuk dari pernikahan Baribin (Majapahit) dengan Retna Pamekas (Pajajaran). Pada tahun 1468 Pangeran Kertabhumi memberontak terhadap Singhawikramawardhana (Brawijaya IV) dan mengangkat dirinya sebagai raja Majapahit dengan gelar Brawijaya V. Sehingga sejumlah pembesar Majapahit yang tersisihkan dari istana termasuk saudara beda ibu Kerthabhumi yaitu Raden Harya Baribin Pandhita Putra melarikan diri ke arah barat, meminta suaka kepada penguasa Sunda - Galuh yaitu Prabu Niskala Wastu Kancana (1371-1475 ) di Ciamis. Hingga pada akhirnya Raden Haryo Baribin menetap dan dinikahkan dengan Dewi Retna Pamekas, putri dari Prabu Siliwangi.
Referensi
- Priyadi S. Teks Babad Pasir: Wacana tentang Integrasi Sosial antara Trah Pasir Luhur dengan Kerajaan Pajajaran di Banyumas jawa Tengah. Journal of Historical Studies 2008; IX.
- Priyadi S. Sejarah Kota Purwokerto. Jurnal Penelitian Humaniora 2008;9:106-18.
- "Sejarah Desa Pasir Wetan" banyumaskab.go.id Diakses 27 September 2018