Cari

Waspada Bila ada Arca Ganesha


[Historiana] - Waspada bila ada arca Ganesha di dimaksudkan pada salah satu fungsinya. Arca Ganesha yang kini banyak tersimpan di Museum Nasional Jakarta berasal dari berbagai lokasi. Paling banyak dari candi-candi yang telah rusak atau dari reruntuhan candi peninggalan Kerajaan Kediri dan Singasari.

Sebaran Arca Ganesha di Indonesia hampir merata di seluruh Nusantara.

Selain dari percandian, beberapa arca Ganesha ditemukan dari lokasi-lokasi di luar kompleks percandian atau pura. Salah satu fungsi Arca Ganesha adalah Inilah yang dimaksud adalah fungsinya yang dipuja sebagai dewa penyingkir segala rintangan, baik gangguan gaib (magis) maupun gangguan fisik. Keberadaanya ditemukan di lereng-lereng bukit terjal yang rawan longsor, di tepi sungai, di tepi laut dan di hutan-hutan pedalaman yang dianggap angker.

Mengingat alasan fungsi Arca Ganesha sebagai penyingkir rintangan dan bahaya perlu menjadi kewaspadaan kita di zaman modern ini.

Arca "The Lost Ganesha" Gepolo Prambanan Jawa Tengah

Penemuan Arca Ganesha raksasa "The Lost Ganesha" yang sudah runtuh ke jurang di Prambanan Jawa Tengah adalah salah satu bukti, bahwa keberadaan Arca Ganesha untuk mengingatkan orang sekitarnya bahwa daerah tersebut rawan longsor. Lapisan tanah yang bergerak dan merosot ke tebing jurang adalah semua yang berada di sisi selatan lokasi situs arca, memanjang ke timur hingga batas kampung paling timur di bawah bukit.

Penemuan kembali arca Ganesha raksasa di jurang Dusun Gunungsari, Sambirejo, Prambanan, ikut menguak kisah mencekam lenyapnya Kampung Gepolo.Kampung itu ditinggalkan penduduknya setelah tanah bergerak menyeret seisi kampung ke bibir jurang pada tahun 1955. Tanah Tiba-tiba Merosot ke Jurang, Kampung Gepolo pun mendadak lenyap.

Penemuan The Lost Ganesha di Sambirejo, Prambanan. Foto: Tribun

Arca Ganesha Pulau Panaitan Banten

Lokasi lainnya penemuan Arca Ganesha di Kabuyutan Mahapwaitra Pulau Panaitan Banten. Keberadaan Arca ini berkaitan dengan naskah Lontar Sunda Kuno "Sanghyang Sasana Maha Guru". Lokasi Pulau Panaitan ini diantara Banten dan Pulau Sumatera. Selain itu lokasi Pulau Panaitan ini dekat dengan Gunung Krakatau. Kita mengetahui erupsi Gunung Krakatau telah melegenda. Keberadaan Arca Ganesha di Pulau Panaitan diperkiran abad ke-7 Masehi. Posisinya ini bisa jadi mengingatkan manusia akan bahaya Gunung "Kapi" Krakatau. Kisah meletusnya Gunung Krakatau dikisahkan oleh Ronggowarsito.

“Seluruh dunia terguncang hebat, Guntur menggelegar, diikuti hujan lebat dan badai, tetapi hujan itu bukannya mematikan ledakan Gunung Kapi, justru semakin mengobarkannya; suara mengerikan; akhirnya Gunung Kapi dengan dahyat meledak berkeping-keping dan tenggelam di bagian terdalam bumi,” demikian penggalan naskah Kitab Raja Purwa.

Kitab ini ditulis pujangga Kesultanan Surakarta, Ronggowarsito. Penyebutan Kapi memang membingungkan karena nama itu tidak pernah disebut dalam katalog gunung api Indonesia modern. Namun, Kapi diyakini untuk menyebut Gunung Krakatau atau dalam literatur lain disebut sebagai Krakatoa.

Deskripsi lokasi tentang Kapi dalam kitab itu amat mirip letusan Krakatau pada 1883;  “Air laut naik dan membanjiri daratan, negeri di timur Gunung Batuwara sampai Gunung Raja Basa (Lampung) dibanjiri air laut; penduduk bagian utara negeri Sunda sampai Gunung Raja Basa tenggelam dan hanyut beserta semua harta milik mereka.”

Lihat juga dalam format video:



Sebagaimana didokumentasikan Simkin dan Fiske dalam buku Krakatau 1883: The Volcanic Eruption and Its Effects (1984), letusan Krakatau pada 1883 telah menghancurkan tubuh gunung, lalu memicu tsunami raksasa hingga Lampung dan Banten.

Kitab Raja Purwa sendiri diterbitkan pertama kali pada tahun 1869 atau 14 tahun sebelum letusan Krakatau 1883. Kitab ini mengisahkan asal-usul Pulau Jawa – termasuk pemisahan Jawa dengan Sumatera karena letusan hebat Gunung Kapi.

Arca Ganesha Mahapawitra P Panaitan Banten
Naskah Raja Purwa kerap menjadi referensi para dalang. Namun, kitab ini ternyata juga dirujuk oleh Arthur Wichman untuk menyusun katalog tentang gempa di Nusantara (1918).

Disebut dalam katalog Wichmann yang diambil dari Raja Purwa, “Di tahun Saka 338 (416 Masehi) gempa bumi terjadi di Jawa dan Sumatera saat Pulau Krakatau meletus. Sebuah bunyi menggelegar terdengar dari Gunung Batuwara yang dijawab dengan suara serupa yang datang dari Gunung Kapi (Krakatau).”

Bagaimana jika informasi Ronggowarsito soal letusan Gunung Krakatau ini sebenarnya bukan ramalan, melainkan sebuah catatan peristiwa alam yang memang pernah terjadi?

Arca Ganesha di Pulau Panaitan sebenarnya telah "memberitahukan" kejadian tahun 416 Masehi. Arca diperkirakan dibuat tahun 700-an berarti selang waktu kurang dari 200 tahun kejadian bencana berulang. Berulang, 1100 tahun kemudian yaitu tahun 1883 Gunung Krakatau meletus dahsyat di Zaman Kolonial Belanda.

Sebenarnya meletusnya Gunung Krakatau juga terjadi selama pemerintahan Dinasti Syailendra. Krakatau yang dikenal dengan nama 'Gunung Api' selama berdirinya Dinasti Syailendra di Pulau Jawa mencatat gunung ini telah meletus hingga tujuh kali dalam rentang abad ke-9 dan ke-16. Letusan itu berlangsung pada 850, 950, 1050, 1150, 1320, dan 1530

Oleh karena itu kita harus waspada manakala ada penemuan Arca Ganesha tidak di tempat biasa. Mungkin itu adalah "sebuah pesan" dari leluhur akan adanya bahaya dari tempat tersebut. Kejadian gempa bumi dan tsunami, menurut para ahli geologi takkan terulang dalam waktu dekat, bisa puluhan, ratus hingga ribuan tahun kemudian. Arca batu bertahan lama untuk mengisahkannya pada manusia selanjutnya.

Arca Ganesha Kawunghilir Majalengka Jawa Barat

Kisah penemuan Arca Ganesha di lokasi tak biasa di Desa Kawung Hilir Kecamatan Cigasong Kabupaten Majalengka Jawa Barat. Saat itu penulis ke desa Kawung hilir, kebetulan kampung lelehur Nenek dari Ibu penulis. Pak Sasmita, paman penulis memberitahukan adanya penemuan Arxa Ganesha di Sungai Cideres, sebelah selatan desa Kawung Hilir. Ia mengajak penulis menlihatnya. Namun, saat itu penulis merasa capek dan menundanya. Kejadian ini tahun 2016 lalu. Karena lupa akhirnya penulis tak sempat melihatnya.

Tahun 2018, Penulis membagikan kisah penemuan Arca Ganesha di Grup Majalengka Baheula. Kang Nana Rohmana yang akrab disapa Kang Naro (pengurus Grumala) menindaklanjutinya dengan menelusuri keberadaan Arca Ganesha. Ternyata sudah tidak ada di Desa Kawung Hilir, katanya di bawa ke Maja, Lalu Talaga, Lalu Jatiwangi (masih daerah Majalengka). Akhirnya terdengar berada di tangan salah seorang Ustadz di salah satu Pesantren di Kecamatan Jatiwangi Majalengka. Namun sayang, Kang Naro tak dapat melihatnya langsung karena berbagai syarat yang memberatkan. Yang pasti arca Ganesha tersebut memang pernah ada di Sungai Cideres Kawung Hilir, Cigasong, Majalengka.

Intinya bukan Arca Ganesha itu, tetapi "pesan" dari keberadaan Arca di lokasi tak biasa. Meskipun dikabarkan tergeletak di Sungai Cideres namun bisa jadi posisi sebenarnya berada di dinding tebing seperti di Sambirejo, Gepolo Prambanan. Kemungkinan lain bisa jadi arca Ganesha itu terseret arus sungai. Nah, posisi arca itu yang paling penting bagi kita ini. Apakah keberadaan memberi pesan kepada penduduk bahwa ada bahaya ghaib atau bahaya bencana alam? Kiranya perlu diadakan penelitian serius sebelum sesuatu yang buruk terjadi akibat ketidaktahuan.


Arca Ganesha Masuk Museum

Meskipun arca-arca Ganesha kini masuk dalam koleksi museum-museum di Indonesia, ada baiknya pemerintah membuatkan replikanya di lokasi asal penemuan. Jika tidak memungkinkan karena alasan ideologis atau religi, hendaknya membuatkan sebuah papan Nama atau Prasasti pengganti yang berisi bahwa di lokasi tersebut pernah ada sebuah Arca Ganesha. Sebutkan pula fungsi Arca Ganesha di lokasi tersebut sebagai peringatan tanda bahaya bencana.

**Cag**


Referensi
  1. "Kisah di Balik Penemuan 'The Lost Ganesha' dan Lenyapnya Kampung Gepolo di Prambanan" TribunNews.com Diakses 24 Oktober 2018
  2. "Gunung "Kapi" Krakatau" NationalGeographic.grid.id Diakses 24 Oktober 2018
  3. wikipedia.org
Baca Juga

Sponsor