Cari

Sejarah Gempa Bumi dan Tsunami Indonesia Sejak Tahun 416 | Berkaca dari Jepang

Ilustrasi: Getty Images/bbc.com
[Historiana] - Bencana gempa bumi dan tsunami di Indonesia kerap tak terantisipasi dengan baik. Korban berjatuhan. Sejak Tsunami Aceh 2004, Palu-Donggala dan terakhir Tsunami Selat Sunda, tak terantisipasi dengan baik apalagi terprediksi.

Sudah saatnya Indonesia harus secara serius memikirkan masalah pendidikan dan pengembangan teknologi mitigasi bencana dan pelatihan menghadapi gempa. Semua sumber-sumber informasi dalam melengkapi data penelitian perlu dikaji. Baik dari kisah kejadian dalam sejarah masa lampau maupun peristiwa serupa di negara lain. Untuk itu, tidak ada salahnya bila Indonesia mencoba berkaca pada Jepang, negeri yang bersahabat dengan gempa.

Indonesia dan Jepang sama-sama terletak di Zona merah. Keduanya berdiri di zona Cincin Api Pasifik (Ring of FIre). Di lokasi  "Cincin Api Pasifik" inilah lokasi dari 90 persen gempa yang ada di dunia.

Menurut United States Geological Survey (USGS), Indonesia berada di zona seismik yang sangat aktif adalah negara dengan frekuensi gempa bumi terbanyak di dunia. Indonesia hanya kalah dengan Jepang jika perbandingannya adalah luas daratan yang kerap diguncang gempa. Karena wilayah Indonesia yang besar, maka tidak semua gempa berdampak langsung atau bisa dirasakan di daratan.

Sekira 1.500 gempa menghantam negeri sakura tiap tahunnya. Berada di sepanjang zona Cincin Api Pasifik membuat tanah Jepang tidak stabil. Bentangan Cincin Api Jepang adalah tempat pertemuan empat lempeng yang saling desak, yaitu Amerika Utara, Pasifik, Eurasia dan Filipina. Tremor kecil terjadi hampir setiap hari.

Dikutip dari BBC, Gempa lepas pantai pada tahun 1707 dikatakan telah menyebabkan tsunami yang melanda Pulau Shikoku, menewaskan beberapa ribu orang.

Lebih jauh ke belakang, pada abad ke-15, gelombang raksasa dikatakan telah menyapu aula di puncak bukit yang menampung Daibutsu, Buddha perunggu besar, di Kamakura, sebuah kota di selatan Tokyo.

Pada 1923, gempa bumi dahsyat melanda Tokyo. Dikenal sebagai Gempa Besar Kanto, gempa berkekuatan 7,9 skala Richter dan kebakaran selanjutnya yang membakar rumah-rumah kayu menewaskan sekitar 100.000 orang.

Tujuh puluh dua tahun kemudian, gempa berkekuatan 7,3 skala Richter melanda kota pelabuhan Kobe di Jepang bagian barat.


Sejarah Asal Mula Istilah "Tsunami"

Tsunami (bahasa Jepang: 津波; tsu = pelabuhan, nami = gelombang, secara harafiah berarti "ombak besar di pelabuhan") adalah perpindahan badan air yang disebakan oleh perubahan permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba. Perubahan permukaan laut tersebut bisa disebabkan oleh gempa bumi yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi bawah laut, longsor bawah laut, atau hantaman meteor di laut. Gelombang tsunami dapat merambat ke segala arah.

Tsunami sering terjadi di Jepang. Sejarah Jepang mencatat setidaknya 196 tsunami telah terjadi.


Sejarah Tsunami Indonesia

Badan sains Amerika Serikat, National Oceanic Atmospheric Administration (NOAA) mencatat, bahwa ada 246 kejadian tsunami, sejak tahun 416 hingga 2018 di Indonesia.
Kawasan selatan Jawa menyimpan sejarah tsunami sejak berabad lampau, menurut pakar paleotsunami, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, LIPI, Eko Yulianto.
Dalam risetnya di Lebak, Banten, deposit yang diduga bekas tempat terjadinya tsunami menunjukkan usia 331 tahun dan 293 tahun, atau tsunami terjadi pada 1685 dan 1723. Dengan angka toleransi 24 tahun, deposit itu diperkirakan berasal dari gempa yang memicu tsunami pada 5 januari 1699, yang tercatat dalam katalog Wichman.

Di kawasan selatan Jawa hingga hingga Bali terdapat lapisan sedimen yang diduga bekas tsunami dari waktu yang berbeda. Semuanya bermuara dengan interval perulangan setiap 675 tahun.
Peristiwa itu tercatat dalam katalog berjudul Arthur Wichmann's Die Erdbeben Des Indischen Archipels, atau Gempa Bumi di Kepulauan Hindia Belanda, yang mengumpulkan cerita 61 gempa bumi dan 36 tsunami di Indonesia antara tahun 1538 hingga 1877.

Pada 5 Januari 1699, gempa bumi besar terjadi di Jawa barat, sebagian wilayah barat dan selatan Sumatera.
Akibatnya, longsor di bagian utara Gunung Gede dan Gunung Salak, hingga longsoran menyebabkan banjir besar. Sementara di Jakarta, lumpur dan kayu mengalir lewat Sungai Ciliwung.
Itulah sepenggal catatan bencana yang terjadi berabad lampau, namun tidak ada penjelasan tentang tsunami.

Indonesia memiliki 18.000 skenario tsunami, kata Rahmat Triyono, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG.
Dari tsunami yang pernah terjadi, 90% diakibatkan gempa yang terjadi di laut.
"Laut sama halnya dengan daratan, dasar laut itu tak rata, besarnya gelombang dan kedalaman tertentu bisa mempengaruhi tsunami," kata peneliti Geofisika Kelautan, P2O, LIPI, Nugroho Dwi Hananto.
Nugroho menambahkan bahwa kecenderungan gelombang itu bisa mengakibatkan deformasi di bawah permukaan laut.

Dalam catatan badan sains Amerika, NOAA, tsunami yang tercatat pertama kali pada tahun 416, terjadi di sekitar Laut Jawa.

Kemudian pada 1608 hingga 1690 tsunami terjadi selama 13 kali, terdapat lebih dari 2000 korban meninggal, yang tercatat pada tsunami di sekitar laut Banda pada 1674. dengan ketinggian gelombang hingga 100 meter, termasuk salah satu tsunami yang paling tinggi yang pernah terjadi di Indonesia.
Tsunami juga merenggut 1200 korban jiwa di Bali pada 1815, dengan skala gempa saat itu berkekuatan 7,0 pada skala Richter.
Erupsi Gunung Krakatau yang akhirnya menyebabkan tsunami menyebabkan setidaknya lebih dari 30.000 orang meninggal pada 1883, dengan ketinggian gelombang sampai 41 meter.

Tsunami selanjutnya yang disebabkan oleh erupsi Gunung Krakatau terjadi pada 1930, menurut data NOAA, dengan ketinggian gelombang mencapai 500 meter, tsunami tertinggi yang pernah terjadi di Indonesia, data tentang korban jiwa tidak tercatat.

Tsunami yang terjadi pada abad ke-20

Catatan tsunami sejak 1992 hingga 2018 sebanyak 37 kali.
Tsunami di Flores dengan skala magnitudo 7,8 pada desember 1992 menewaskan 1169 jiwa, ketinggian gelombang kala itu mencapai 26 meter. Rentetan tsunami terus terjadi sejak 1994 hingga yang paling besar pada 2004.

Tsunami Aceh, dan sebagian wilayah pesisir barat Sumatera, mengakibatkan korban jiwa sekitar 120.000 dari lebih 230.000 di sejumlah negara di seputar Samudra Hindia. Tinggi gelombang yang tercatat sampai 50 meter.

Pada 2018, tsunami yang melanda Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, ketinggian gelombang yang tercatat di pusat data NOAA mencapai 11 meter, dengan korban jiwa lebih dari 1.500 orang dan sekitar 1.000 kemungkinan terkubur sampai Jumat (05/10).

Pada 2014, tsunami juga terjadi di Kepulauan Maluku, ketinggian gelombang antara 0,3 meter sampai sekitar satu meter dipicu gempa bumi berkekuatan dengan kekuatan 7,1 pada skala Richter.
Pada 2016, di pesisir barat Sumatera, tsunami dipicu oleh gempa bumi berkekuatan 7,8, kedua tsunami itu tidak menyebabkan korban jiwa, maupun kerugian material.

Pada tanggal 22 Desember 2018, peristiwa tsunami yang disebabkan oleh letusan Anak Krakatau di Selat Sunda menghantam daerah pesisir Banten dan Lampung, Indonesia. Sedikitnya 429 orang tewas dan 1.485 terluka akibat peristiwa ini. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), tsunami disebabkan pasang tinggi dan longsor bawah laut karena letusan gunung tersebut.

Referensi

  1. Fogarty, Philippa. 2011. "How Japan tackles its quake challenge". BBC News bbc.com Diakses 28 Desember 2018.
  2. "Tsunami sudah menerjang Indonesia sejak tahun 416" bbc.com Diakses 28 Desember 2018.
  3. Medistiara, Yulida. 2018. "Update Jumlah Korban Tsunami Selat Sunda: 429 Tewas, 154 Hilang". Detikcom. Diakses tanggal 25 Desember 2018.
Baca Juga

Sponsor