[Historiana] - Sejarah yang diperoleh dari karya-karya tulis ini dapat membantu kita dalam usaha mempelajari, mengetahui, memahami kebudayaan dan peradaban masa lampau. Naskah ditulis oleh sang pengarangn dan disalin oleh orang lain sehingga naskah yang sampai pada tangan kita bukanlah naskah asli tetapi salinan.
Naskah Sunda secara garis besarnya dapat dikelompokan ke dalam 12 kelompok yaitu: agama, bahasa, hukum, kemasyarakatan, mitologi, pendidikan, pengetahuan, primbon, sastra, sastra sejarah, sejarah dan seni (Ekadjati, 1988: 34).
Naskah Carios Babad Sumedang sesuai dengan nama dan jenisnya sebagai babad sudah barang tentu mengandung unsur-unsur sejarah di dalamnya. Terkait dengan hal ini, Ekadjati (1988:1) mengatakan bahwa naskah lama dapat memberikan sumbangan besar bagi studi tentang suatu bangsa atau kelompok sosial budaya yang melahirkan naskah tersebut karena mengandung pikiran, perasaan, dan pengetahuan dari bangsa atau masyarakat tertentu. Ia juga dapat memberikan informasi tentang suatu peristiwa dan mengandung berbagai pemikiran, pengetahuan, kepercayaan, adat istiadat, atau perilaku masyarakat pada kurun waktu tertentu.
Naskah ini cukup menarik untuk diteliti karena dalam naskah ini mengandung beberapa alasan: ditulis dalam huruf Arab dalam bahasa Sunda dan disajikan dengan tembang (pupuh). Inilah yang membuat naskah ini relevan untuk dikaji.
Identitas Naskah Carios Babad Sumedang (CBS)
Naskah CBS ini merupakan hasil foto digital dan sudah dideskripsikan. Panjang dan lebar naskah 17x21,5cm, panjang dan lebar teksnya 12x17cm, tidak berjilid, jumlah kuras dua, jumlah halaman 25, jumlah halaman 50, dan jumlah baris tiap halaman 14, bernomor halaman dan kata alihan. Tidak ada identitas penulis dan penyalin, alas naskah yang dipakai kertas bergaris, watermark dan contermark tidak ada, garis tebal dan garis tipis tidak ada, garis panduan tidak ada. Naskah ini merupakan hibah dari Agus Permana yang beralamat di Wijaya Kusumah Cibiru Bandung. Di halaman akhir kondisi naskah tidak utuh, kertas rusak termakan usia.
Isi Teks Carios Babad Sumedang
Teks ini diawali dengan kata Carios Babad Sumedang (Cerita Babad Sumedang) dan dilanjutkan dengan tulisan Kangjeng Sunan Gunung Jati. Dilanjutkan dengan Kagungan Sahiji Putra Pameget Kalangkung Kasep (Kangjeng Sunan Gunungjati mempunyai putra yang sangat ganteng). Teks naskah CBS ditulis dalam 9 kelompok puisi (pupuh) dengan pupuh pembuka asmarandana. Berikut adalah pupuh yang digunakan dalam CBS asmaranda 49, sinom 17, dangdanggula 19, kinanti 23, mijil 12, pangkur 41, durma 19, magatru 18, pucung 18, ditutup dengan kalimat penutup. Mukadimah atau kata pengantar dari penyalin tidak diletakkan di depan tetapi di akhir kisah. Di halaman pertama pupuh asmarandana padalisan (baris) ke empat ada kalimat ieu minangka sajarah (ini merupakan sejarah). Penyalin tidak memberikan informasi yang detil tentang naskah. Hanya ada informasi bahwa naskah ini adalah nukil (salinan) dari buku buatan para leluhur dulu. Nama penyalin sendiri tidak disebutkan dan tema bahasan hanya bisa dilacak melalu kandungan isi teks naskah.
Kisah Pertama (Silsilah Sunan Gunung Jati)
Uraian pertama tentang Sunan Gunung Jati terdapat pada bagian pertama dalam pupuh asmaranda.
Kisah Kedua (Geusan Ulun Mendalami Ilmu Agama)
Dikisahkan kemudian, Geusan Ulun hendak berangkat ke Demak untuk menemui para Ariya. Ia ingin belajar zikir satariyah dan belajar ilmu laduni. Terlebih dahulu Geusan Ulun mampir ke Girilaya (Ratu Cirebon). Singkat cerita, sepulang dari Demak, Gesan Ulun mampir lagi ke Girilaya dan mendiskusikan hasil belajar agamanya dengan pemuka agama di sana. Maka berdatanglah para alim, penasehat, tokoh, dan punggawa untuk berdiskusi masalah ilmu tarekat, hakekat dan ilmu laduni.
Kisah ketiga (Kemelut Cinta Terlarang Geusan Ulun dan Haris Baya)
Istri Ratu Cirebon yaitu Haris Baya terpesona dengan kegantengan dan kepintaran Geusan Ulun. Bukan hanya Ratu Haris Baya saja yang kagum, semua kaum hawa yang ada di situ terpesona melihat sosok Geusan Ulun yang tampan rupawan.
Ratu Haris Baya jatuh cinta dengan Geusan Ulun. Suatu malam ia bangkit dari peraduannya dan mendatangi Geusan Ulun yang tengah berzikir di sebuah tajug (mushalla). Haris Baya menyatakan cintanya. Geusan Ulum kaget campur senang karena ia juga sebenarnya mencintai Haris Baya. Walaupun demikian, Geusan Ulun sadar bahwa ini cobaan (Ka awak aing nyoba. Muga-muga kanu Maha Suci. Tambah sobar jeung tambah tawekal. Kukuh pengkuh ulah geseh). Artinya: Ini adalah cobaan kepada diriku dari Yang Maha Kuasa. Semoga Allah memberikan kesabaran dan tawakal agar tidak tergoda.
Setelah kejadian ini, Geusan Ulum berdiskusi dengan empat Kandaga Lante yaitu Sayang Hawu atau Jayaperkosa, Batara Dipati Wiradidjaya atau Nganganan, Sanghiang Kondang Hapa, dan Batara Pancar Buana Terong Peot untuk membicarakan masalahnya dengan Haris Baya.
Kandaga Lante adalah bekas panglima Pajajaran yang memilih bergabung dengan Sumedang Larang. Peralihan Pajajaran menjadi Sumedang Larang berlangsung dengan penyerahan mahkota emas dari Raja Pajajaran kepada Prabu Geusan Ulun diserahkan oleh Kandaga Lante.
Sayang Hawu mendukung agar Geusan Ulun menerima cintanya. Ia siap tanggung jawab atas apa yang akan terjadi, kalau perlu mempertaruhkan nyawanya. Geusan Ulun terpengaruh. Sayang Hawu merencanakan untuk memboyong Haris Baya ke Sumedang Larang.
Haris Baya mengancam kalau Geusan Ulun tidak menerima cintanya dan tidak membawanya ke Sumedang pasti paeh kaleleban, horeng monteng kanu mulih atawa kang embok edan, moal walagri nya diri (pasti mati tergila-gila karena ditinggal pergi dan tidak akan sembuh selamanya). Geusan Ulun bingung. Ini karena Haris Baya merupakan istri Girilaya Ratu Cirebon. Pada saat itu Harisbaya sedang hamil. Apa kata orang nanti. Dalam keadaan bingung, Geusan Ulun terus didesak agar membawanya pergi menuju Sumedang Larang. Padahal, pada waktu itu keadaan tengah malam. Sayang Hawu tanpa diperintah membopong Haris Baya. Gesan Ulun pun mengikutinya. Sebagaimana disebutkan didalam teks(pupuh Mijil)
Harisbaya kaluar ti nagri.
ku aki di gandung.
engges anggang putri cacap bae.
turut lururung angkatna peuting.
geusan ulun putri.
jeung kisayang hawu.
Harisbaya keluar dari Negeri (Cirebon)
Oleh Kake digendong.
Sudah jauh putri turun saja
Turut menyusuri dalam gelap malam
Geusan Ulun putri
Geusan Ulun putri
Dengan Ki Sayang Hawu
Kisah keempat (Perseteruan Cirebon dan Sumedang) Kisah yang lain adalah perseteruan Cirebon dan Sumedang. Diceritakan di Cirebon, keadaan kacau karena Ratu Haris Baya hilang dibawa oleh Gesan Ulun dan ponggawanya. Bende (gong kecil) ditabuh oleh Pangeran Girilaya untuk memanggil para mantri agar segera berkumpul di pendopo. Prajurit berbaris dan bersiap pergi ke Sumedang. Cerita ini bisa dibaca dalam pupuh berikut (mijil 1-4).
sigep ratu jeung sang raja putri
Kocap di Cirebon.
sanagara sadayana géhgér.
para mantri kumpul di puri.
Istri-istri nangis.
kaleungitan ratu.
jalma-jalma pada balawiri.
nu ngalér ngulon
di paseban ngungkung nabeuh bendé.
geus nimbalan pangéran giri.
ka para prajurit.
anu badé nyusul..
enggal budal barisan Prajurit.
ti dayeuh Cirebon.
Nyusulna teh poe eta kénéh.
siap ratu dan sang raja putri.
Diceritakan di Cirebon.
Senegara semua gempar.
Para mantra kumpul di puri.
Perempuan-perempuan menangis.
Kehilangan ratu.
Orang-orang pada ke sana ke mari
yang ketimur barat
yang ketimur barat
di pendopo suara pukulan gong
Sudah memanggil pangeran giri
Ke para prajurit
yang mau menyusul..
yang mau menyusul..
Cepat bubar barisan prajurit
Dari kota Cirebon
Menyusul itu hari itu juga.
Diceritakan dalam perjalanan Haris Baya mulai kecapaian. Sementera itu prajurit Cirebon menyusul semakin dekat. Sayang Hawu menghampiri dan mencegat prajurit Cirebon. Pertarungan tidak terelakkan lagi. Sayang Hawu mengamuk. Semua prajurit Cirebon yang menyerang mati. Mereka tidak sanggup melawan Sayang Hawu. Prajurit Cirebon mundur tidak sanggup menghadapi kesaktiannya Sayang Hawu. Cerita ini ada dalam pupuh berikut (Mijil 6-7).
sayang Hawu malikan carincing.
didinya ngadago.
Geusan Ulum lajeng angkat baé.
henteu eureun jeung Raja putri.
geus amprok prajurit.
jeung si Sayang Hawu..
heunteu meunang maju di beberik
sadadu Cirebon.
ku ki Sayang Hawu di paregpeg.
di tilasan di babad pacing.
nu hirup baralik.
henteu bisa maju.
Sayang Hawu berbalik waspada
Di sana menunggu
Geusan Ulun terus berangkat saja
Tidak berhenti dengan Raja Putri
Sudah ketemu prajurit
dengan si Sayang Hawu...
Tidak boleh maju di kejar.
Oleh ki Sayang Hawu dihajar
Prajurit Cirebon.
Prajurit Cirebon.
Ditebas dibabat habis
Yang masih hidup pulang
Tidak bisa maju.
Selanjutnya, prajurit yang selamat melarikan diri tiba di Cirebon. Mereka melaporkan apa yang terjadi. Girilaya marah besar dan akhirnya mengumpulkan para panglima, patih, dan prajurit pilihan untuk mengambil Haris Baya ke Sumedang. Girilaya mengutus prajurit pilihannya untuk mengantarkan surat untuk Geusan Ulun. Sebagaimana disebutkan dalam teks (Pupuh Durma 8-9) di bawah ini.
iyeu paling surat kami.
Giri Laya.
Ratu Cirebon nagari.
maring kutamaya.
nyusul nyi Haris Baya.
bikeun ka utusan kami.
nyi Harisbaya.
lamun nyorétkeun pasti..
budal-badil dayeuh manéh kutamaya.
eta prajurit kami.
nu beunang milihan.
tangtu amuk-amukan.
maen peudang tumbak keris.
lain kaniaya.
Ini peringatan surat kami
Girilaya
Girilaya
Ratu Cirebon Nagara
Untuk kutamaya
Untuk kutamaya
Nyusul nyi Haris Baya
Berikan kepada utusan kami
Nyi Harisbaya
Kalau mempertahankan pasti..
Berantakan kota kamu kutamaya.
Ini prajurit kami.
prajurit pilihan
Pasti ngamuk
Main pedang tombak keris.
Bukan tidak tega.
Dikisahkan, sesudah membaca surat dari Girilaya, Geusan Ulun menyuruh pulang utusan Girilaya. Ia berpesan bahwa besok ia akan datang ke Cirebon. Geusan Ulun bertanya kepada Sayang Hawu apa yang harus dilakukan. Sayang Hawu menyarankan agar ia terlebih dahulu pergi ke Cirebon dengan menyamar untuk melihat apa yang terjadi di sana, dan melihat kekuatan yang ada. Sayang Hawu pergi dengan menyamar sebagai pengemis. Sebagaimana disebutkan dalam teks (Pupuh Durma 10) di bawah ini.
tamat ngéling tulis..
mesen nyaur Geusan Ulum ka utusan.
maneh geura sok balik.
béjakeun ku awak.
kanu jadi kapala.
poe isuk taki-taki.
juragan siya.
kuaing rék diberik.
tamat membaca surat
Geusan Ulun Pesan berkata ke utusan
Kamu cepat pulang
Sampaikan olehmu
Kepada atasanmu
Hari besok agar bersiap
Juragan kamu
Oleh saya mau dikejar
Dikisahkan dalam penyamarannya di Cirebon, Sayang Hawu melihat banyak prajurit di barak. Ia bertanya apa gerangan yang terjadi. Prajurit menjawab bahwa mereka mau menyerang ke Sumedang Larang dan mengangkap Geusan Ulun yang kurang ajar. Sayang Hawu lalu bertanya apakah mereka berani menghadapi Kutamaya (Sumedang Larang) Terjadi dua kali peperangan antara Cirebon dan Sumedang Larang. Cirebon mengalami kekalahan menghadapi kesaktian Sayang Hawu atau Jayaperkosa, Batara Dipati Wiradidjaya atau Nganganan, Sanghiang Kondang Hapa, dan Batara Pancar Buana Terong Peot.
Kisah Kelima (Perdamaian berdasarkan Musyawarah dan Mufakat)
Dikisahkan di Cirebon, para punggawa dan mantri berkumpul di pendopo. Mereka membicarakan apa yang akan dilakukan dalam menghadapi Sumedang Larang. Girilaya bertanya kepada para pembantunya apakah mereka masih sanggup menghadapi Sumedang.
Para ponggawa dan mantri tidak ada yang menjawab. Semua diam. Girilaya berfikir kalau memang menyerang Sumedang sudah tidak mungkin dilakukan, malah hanya akan menimbulkan kehancuran yang lebih parah. Mereka berpikir untuk menggunakan strategi lain. Girilaya menawarkan pendapat kepada para pembantunya. Pertama, bagaimana ketetapan syariat Islam mengenai masalah ini. Kedua, Geusan Ulun harus menyerahkan sebagian wilayah kekuasaannya atas tindakannya menculik Putri Haris baya yang sedang hamil dua bulan. Para pembantunya, khususnya para penghulu1 memberi pandangan kepada Girilaya supaya jangan cepatcepat mengambil keputusan. Sebaiknya minta restu dan saran ke Mataram. Saat itu juga Girilaya membuat surat untuk Kangjeng Rama di Mataram. Kisah ini disebutkan dalam teks (pupuh Asmarana 18-19)
sabadaning salam sembah. kang putra unjuk tingali. kapilenggahing kang rama. sareng nyuhunkeun bongbolongan. Wiréh Putri haris baya. minggat ka kutamaya. di iwat ku geusan hulun. di susul weléh teu beunang. gaduh kang putri prajurit. geus taya anu kiat. ayeunamah ngaderek. piwelas pangasih Rama. badé kawilujeungan. ukul Serat geus kama’lum. kang rama sultan Mataram..
Terjemahnya:
Dengan salam sembah, putra bicara melalui surat ini, kehadapan kang Rama,juga minta petunjuk, sebab Putri Haris Baya kabur ke Kutamaya, diculik oleh Gesan Ulun. Disusul tidak berhasil, semua prajurit yang menyususl putri tidak ada yang sanggup, sekarang tuang putra minta pertolongan Rama, mudah-mudahan dalam keadaan sehat, hanya surat mohon dimaklum. Kang Rama Sultan Mataram.
Dikisahkan, utusan sudah pulang dari Mataram dan membawa balasan surat. Isi surat ditujukan kepada Girilaya dan Geusan Ulun. “Kang putra raja Cirebon, kang putra ratu Cirebon, masalah Nyi Haris baya, kalau mau dengan cara kekeluargaan, jangan disuruh pulang, bawa saja surat ini… Jangan dijadikan istri dulu sebab ada dua perkara. Pertama, masih hamil. Kedua, masih terikat nikah, tegasnya masih punya suami, sebagaimana seperti syara Qur’an menegaskan ini permintaan Rama. Kamu jelas-jelas berbuat salah.”
Singkat cerita, surat sudah dibaca oleh Girilaya dan Geusan Ulun. Mereka sepakat untuk berdamai sesuai nasehat dari Mataram. Geusan Ulun mengaku salah dan siap menerima syarat membeli talak. Ia harus menyerahkan sebagian wilayah kekuasaan Sumedang yaitu wilayah Sindangkasih (Majalengka). Kisah ini terdapat dalam kutipan dari teks (pupuh asmarandana 26-30)
- Qur’an pitutur yang maton. Nu paneda kang rama. saé beuli talakna. pangéran giri laya ratu. réh hidep tétéla salah. sakitu ungeling tulis.geusan hulun mindel manah. ayeuna di beuli baé. ku tétéh rai sabeulah. Jeung saeusinga tanah. ku lona semet cikutung. gunung karewong wétana.. ti dinya ngawangsul deui.seratna ku Girilaya. teu aya sawios wios. narimakeun ragrag tolak tilu kalawan iwad. wewekas ka geusan hulum. urek ulah ék waka di tikah. sabab mawa reuneuh leutik. anging labur enggeus babar. di tikah teu naon-naon.
Cepatnya kisah, Geusan ulun dan Girilaya sepakat untuk berdamai. Apalagi dengan adanya nasehat dari sultan Mataram. Akhirnya Geusan Ulun dan Haris Baya menikah, Cirebon dan Sumedang berdamai.
Dalam Naskah CBS ini penulis sebelum menutup membuat pernyatan:
Sakitu ieu carita, munggah pamendak nu ngarang, kenging nukil tina buku, damelan sesepuh baheula, pribadi rumaos nyalin, duka mun leres henteuna. (Begitulah ceritanya, ini hanya menurut pengarang, dapat menyalin dari buku, buatan orang tua dulu. pribadi hanyalah menyalin, tidak tau benar atau salahnya).
Disadur dari Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 10, No. 1, 2012: 107 - 120 "Carios Babad Sumedang" karya Dede Burhanudin Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Jakarta