Melengkung bekas nyalahan |
Dalam teks Naskah Sanghyang Siksakandang Karesian, seseorang digelari pemimpin, jika dalam pribadinya sudah melekat karakter kepemimpinan yang disebut pangimbuhning twah atau pelengkap untuk mempunyai kharisma/pamor, yakni
- Emét (tidak konsumtif). Seorang pemimpin yang terbiasa untuk tidak konsumtif, akan mampu mengendalikan keserakahannya. Pemimpin demikian akan terhindar dari perilaku korup yang tentu saja harus dihindari oleh seorang pemimpin.
- Imeut (teliti, cermat). Jika seorang pemimpin ceroboh dan kurang teliti terhadap pekerjaannya, maka banyak waktu yang terbuang untuk memperbaiki kekeliruannya karena ketidakcermatan yang telah diperbuatnya.
- Rajeun (rajin). Leukeun (tekun). Selama hidupnya tetap berkarya, pemimpin yang demikian mampu memanfaatkan durasi usianya dengan pekerjaan yang ditekuninya, bagi pemimpin seperti ini tidak ada hari yang terbuang secara percuma.
- Paka Pradana (beretika). Ketekunan dalam mencapai tujuan yang dicita-citakan. Ketekunan selalu berkaitan erat dengan kesabaran. Seorang pemimpin yang tanpa berbekal etika dalam pergaulan, perasaan simpati dan empati pun akan menghilang secara perlahan.
- Morogol-rogol (beretos kerja tinggi). Keinginannya untuk berkarya dengan kualitas unggul dan terbaik, akan mendorong kemampuan ruhaniah yang memompa talenta positif seorang pemimpin untuk diwujudkan dalam kehidupan nyata.
- Purusa ning Sa (berjiwa pahlawan, jujur, berani). Kreasi dan inovasi serta pembaharuan yang berkualitas prima hanya terlahir dari pemimpin yang berjiwa pahlawan. Para pembaharu yang berani menantang kemandegan pemikiran manusia. Kejujuran diibaratkan jarum kompas penunjuk arah yang benar.
- Widagda (bijaksana, rasional dan memiliki keseimbangan rasa). Kesombongan rasio yang kadang-kadang sangat mendominasi pemikiran manusia perlu diimbangi dengan rasa sejati kemanusiaan.
- Gapitan (berani berkorban). Keyakinan merupakan satu-satunya cara untuk mencapai visi hidup seorang pemimpin.
- Karawaléya (dermawan). Hidup adalah kebersamaan dengan orang lain. Kesalehan sosial sangat diperlukan dari seorang pemimpin.
- Cangcingan (terampil). Hanya pemimpin yang cekatan yang mampu memanfaatkan kesempatan yang ada karena kesempatan tidak datang dua kali
- Langsitan ‘rapekan (cekatan). Pemimpin yang pro aktif lah yang berkesempatan meraih sukses
- Guna (bijaksana). Perintah yang diberikan oleh seorang pemimpin dipahami manfaat dan kegunaannya oleh bawahannya, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman.
- Ramah (bijak, atau bestari). Keramahan seorang pemimpin akan menumbuhkan rasa nyaman dalam bekerja dan beraktifitas. Iklim yang kondusif dan mengesankan adanya keramahtamahan akan menjadi ‘habitat’ yang sangat baik dan menyenangkan.
- Hook (kagum). Perintah seorang pemimpin dianggap sebagai representasi kekaguman atas prestasi dari orang yang diperintahnya
- Pésok (memikat hati). Seorang pemimpin harus mampu memikat hati bawahannya serta merupakan ‘kareueus’ kebanggaan juga bagi bawahannya. Perintah yang disampaikan oleh seorang pemimpin disampaikan dengan cara yang menimbulkan kebanggaan bagi yang diperintah. Hal demikian akan mampu mendorong kepercayaan bawahan yang diperintah.
- Asih (sayang, cinta kasih). Perintah pemimpin harus dilandasi dengan perasaan kemanusiaan yang penuh getaran kasih.
- Karunya (iba/belas kasih). Hampir sama dengan asih, namun dalam karunya, perintah pemimpin harus terasa sebagai suatu kepercayaan dari pemimpin kepada yang dipimpinnya
- Mupreruk (membujuk dan menentramkan hati). Seorang pemimpin seyogyanya mampu membujuk dan menentramkan hati yang dipimpinnya dengan cara menumbuhkan semangat kerjanya.
- Ngulas (memuji dan mengoreksi). Seorang pemimpin tidak ada salahnya memuji pekerjaan atau keberhasilan yang dipimpinnya sebagaipenghargaan dan pendorong ke arah yang lebih baik.
- Nyecep (membesarkan hati dan memberikan kata-kata yang menyejukkan), bisa juga diartikan memberi perhatian berupa moril maupun materiil meskipun hanya berupa ucapan terima kasih atau pemberian alakadarnya sebagai penyejuk hati juga dikala yang dipimpinnya mendapat musibah atau tidak berhasil dalam suatu pekerjaan.
- Ngala angen (mengambil hati). Pemimpin yang mampu menarik hati dan simpati bawahannya atau yang dipimpinnya, sehingga tersambung ikatan ikatan bathin yang erat dan harmonis.
Di samping itu, seorang pemimpin harus mampu menjauhi empat karakter yang negatif, yang dikenal dengan sebutan ‘opat panyaraman’ atau empat hal yang diharamkan, yakni sifat
- babarian, ‘mudah tersinggung’. Pemimpin yang demikian berpikiran sempit, arogan, cepat marah, dan selalu ingin menang sendiri serta mudah dipengaruhi orang lain
- pundungan, ‘mudah merajuk’, pemimpin yang demikian akan kehilangan kesempatan dalam segala hal. Karena tidak bisa bekerja sama.
- humandeuar, ‘berkeluh kesah’, pemimpin yang berperangai demikian akan kehilangan etos kerja, tidak disenangi dan tidak bisa bekerja sama.
- kukulutus ‘menggerutu’, Pemimpin yang demikian menandakan berkarakter rendah, karena selalu berfikir negatif, tidak bertanggungjawab. Pemimpin seperti ini memiliki sifat ‘munafik’
- Burangkak, dikenal sebagai mahluk maha gila yang sangat mengerikan, tidak ramah, sering membentak. Burangkak berkelakuan kasar, berhati panas, tidak tahu tatakrama dan sering melanggar aturan. Merasa derajatnya lebih tinggi dari orang lain.
- Mariris, orang yang menjijikan lebih dari bangkai binatang yang membusuk; manusia yang suka mengambil hak orang lain, korup, menipu, berdusta.
- Maréndé, dalam SSK adalah sebangsa raksasa bermuka api. Pada awalnya rakyat menduga bahwa pemimpin tersebut berwatak dingin menyejukkan, mampu membawa masyarakat hidup damai dan tentram, namun setelah menjadi pemimpin ternyata malah membawa panas dan menimbulkan bencana di masyarakat.
- Wirang, dalam SSK ditampilkan sebagai binatang yang menakutkan, yaitu orang yang tidak mau jujur, tidak mau mengakui kesalahan dirinya, tidak mau berterus terang, serta selalu menyalahkan orang lain.
- Budi-Guna-Pradana (bijak-arif–saleh),
- Kaya-Wak-Cita (sehat/kuat-bersabda-hati),
- Pratiwi-Akasa-Antara (bumi–angkasa-antara),
- Mata-Tutuk-Talinga (penglihatan-ucapan-pendengaran),
- Bayu-Sabda-Hedap (energi–ucapan/sabda-itikad/kalbu dan pikiran).
Tiga rahasia itu harus berpegang teguh kepada prinsip astaguna ‘delapan kearifan’, terdiri atas:
- Animan (lemah lembut). Seorang pemimpin harus memiliki sifat yang lemah lembut, dalam arti tidak berperilaku kasar, agar orang yang dipimpinnya merasa diperhatikan.
- Ahiman (tegas/panceg hate). Seorang pemimpin harus bersikap tegas, dalam pengertian tidak plin plan (panceg hate)
- Mahiman (berwawasan luas). Seorang pemimpin tentu saja harus memiliki berbagai macam pengetahuan dan berwawasan tinggi agar tidak kalah dari bawahannya.
- Lagiman (gesit/cekatan/trampil). Seorang pemimpin pun dituntut agar Dia trampil dan gesit serta cekatan dalam bertindak atau melakukan suatu pekerjaan
- Prapti (tepat sasaran). Seorang pemimpin harus memiliki ketajaman berpikir serta tepat sasaran, karena jika keliru atau berspekulasi hal itu akan menghambat suatu pekerjaan
- Prakamya (ulet/tekun). Seorang pemimpin juga tentu saja harus memiliki keuletan dan ketekunan yang sangat tinggi.Pemimpin tidak boleh putus asa agar semua pekerjaan bisa diselesaikan dengan baik dan berhasil guna.
- Isitwa (jujur). Seorang pemimpin dituntut memiliki kejujuran, baik dalam perkataan, pemikiran, maupun perbuatan agar dipercaya oleh orang lain (rekan kerja/bisnis/perusahaan/negara lain) maupun bawahannya, sehingga terjalin kesepahaman yang harmonis
- Wasitwa (terbuka untuk dikritik). Seorang pemimpin harus memiliki sikap ‘legowo’ dan bijaksana sehingga mau menerima saran dan terbuka untuk dikritik jika pemimpin itu berbuat salah atau menyimpang dari aturan yang ditetapkan.
- leader (adanya kesepahaman dalam satu pikiran, perkataan, dan perbuatan dengan benar),
- manajer (kemampuan dalam hal manajerial),
- entertainer (kaitannya dengan
- human relations/bernegosiasi),
- entrepreneur (memiliki jiwa kewirausahaan),
- commander (menjadi pendorong atau motivator),
- designer (sebagai perancang ideal),
- father (bertindak kebapakan),
- servicer (pelayan yang baik dan bertanggung jawab), dan
- teacher (guru, pendidik, dan pengajar serta menjadi ‘teladan’ bagi masyarakat/bawahannya).
Dengan demikian, tugas pemimpin adalah mewujudkan lingkungan hidup dan kehidupan yang sejahtera, bermatabat dan penuh dengan rahmat dan ridha Sang Pencipta, Tuhan yang Maha Kuasa. Fungsi Pemimpin dalam SSK berkaitan dengan beberapa kelompok pemimpin berdasarkan fungsi dan kedudukannya yang disebut Tri Tangtu di Buana, yakni tiga ketentuan (yang menentukan) di dunia (sama sebagaimana terungkap dalam naskah Fragment Carita Parahiyangan). Tiga fungsi yang menentukan kesejahteraan kehidupan di dunia yang masing-masing memiliki tanggung jawab, yang terdiri atas:
- Sang Prabu, sama dengan pemimpin formal, birokrat, pemerintah (presiden), para pengambil kebijakan serta seluruh unsur Trias Politica. Siapa pun pemimpinnya yang sedang berfungsi sebagaiPrabu, harus berfilosofi Ngagurat Batu 'berwatak teguh', yakni taat dan patuh dalam menjalankan hukum serta apa adanya tanpa rekayasa. Jika dilaksanakan secara taat asas, maka komunitas yang dipimpinnya akan selalu berjalan dalam koridor yang benar dan terarah
- Sang Rama, termasuk ke dalamnya keluarga dan pemuka masyarakat Keluarga sebagai unsur terkecil dalam struktur masyarakat sangat menentukan terwujudnya kesejahteraan bangsa.Daya tahan dan kesejahteraan bangsa sangat tergantung pada kekuatan dan kesejahteraan di tataran masyarakat. Dalam naskah Fragment Carita Parahiyangan, SangRama harus berfilosofi Ngagurat Lemah ‘'berwatak menentukan hal yang mesti dipijak'.
- Sang Resi, diartikan sebagai orang yang berilmu, cerdik cendekiawan, ulama, para pendidik dan pengajar, serta orang-orang yang mampu mencerdaskan bangsa yang harus Ngagurat Cai 'berwatak menyejukkan dalam peradilan'. Mengandung pengertian bahwa para cerdik cendekiawanlah yang harus mampu mendorong daya hidup untuk tumbuh-kembangnya kualitas Sumber Daya Manusia agar bermanfaat. Tugas Sang Resi menuntut dan mengarahkan perjalanan masyarakat ke arah yang lebih baik dan sejahtera lahir batin.
Referensi
- Atja dan Saleh Danasasmita. 1981. Sanghyang Siksakanda ng Karesian (Naskah Sunda Kuno. Bandung: Proyek Pengembangan Permuseumam Jawa Barat.
- Charliyan, Anton. 2009. Pemimpin Sebagai Master.Garut: Polwil Priangan.
- Danasasmita, Saleh, dkk. 1987. Sewaka Darma, Sanghyang Siksakandang Karesian, Amanat Galunggung. Transkripsi dan Terjemahan. Bandung: Bagian Proyek Sundanologi
- Darsa, Undang A. 1998. Sanghyang Hayu. Naskah Jawa Kuno di Sunda. Bandung: Program Pascasarjana Unpad (Tesis)
- Darsa, Undang A. 2011. “Apa dan Siapa”. Bandung: Pikiran Rakyat.
- Darsa, Undang A. 2011. “Serpihan Warta Terpendam”. Bandung: Pikiran Rakyat.
- Darsa, Undang A. 2011. “Prebu-Rama- Resi”. Bandung: Pikiran Rakyat.
- Ekadjati, Edi Suhardi. 2007. Nu Maranggung Dina Sajarah Sunda. Bandung: Pusat Studi Sunda.
- Purwadi. 2007. Sejarah Raja-raja Jawa.Sejarah Kehidupan Kraton dan Perkembangannya di Jawa. Yogyakarta: Media Abadi.
- Rosidi, Ajip. 2011.“Prabu Siliwangi: Sejarah atau Mitos”. Bandung:Pikiran Rakyat.
Disadur dari: Konsep figur pemimpin dan kepemimpinan yang terungkap dalam skriptorium naskah sunda buhun kabuyutan ciburuy karya Suryani NS Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran. Makalah Simposium Internasional Pernaskahan Nusantara. Masyarakat Pernaskahan Nusantara Yogyakarta September, 2012 docplayer.info diakses 10 April 2019.