Cari

Sejarah Hindu Bali dari Sunda-Galuh Parahyangan?

Candi Cangkuang sebagai peninggalan Agama Hindu di tatar Pasundan

[Historiana] - Hingga kini, eksistensi agama Hindu yang menjadi agama mayoritas masyarakat Bali. Keberadaannya tidak bisa dilepaskan dari awal mula masuknya agama yang berasal dari India ini. Dalam narasi sejarahnya, tercatat agama Hindu Bali merupakan perpaduan antara ajaran Hindu dengan kepercayaan lokal masyarakat. Agama Hindu datang dengan cara damai dan membawa ajaran kedamaian yang menyejukan hati masyarakat lokal yang disinggahinya.

Ada yang menarik bahwa seajarah agama Hindu Bali berkaitan erat dengan sejarah Sunda-Galuh. Di zaman dulu ada seorang Resi Makandria (Macandrea) yang di sebut-sebut sebagai pembawa ajaran Hindu ke Tanah Bali pada abad ke-9. Meskipun keberadaan Resi Makandria belum memiliki pijakan yang didukung oleh temuan arkeologi di Bali.

Sebaliknya dalam sejarah Sunda, dikenal nama Resi Makandria sebagaimana tercantum dalan Naskah Lontar "Naskah Carita Parahyangan". Apakah sosok "Resi Makandria" yang tercantum dalam Naskah lontar dari tanah Sunda (Galuh) ini terkait dengan sejarah penyebaran Agama Hindu di Bali? Artinya bahwa datangnya agama Hindu yang disebut-sebut lahir di negeri India tentunya melewati dahulu negeri Sunda-Galuh (Tarumanagara).

Dalam naskah Carita Parahyangan, dikisahkan bahwa Resi Makandria pergi menemui Resi guru yang tak disebutkan namanya yang berkedudukan di Kendan (Selanjutnya menjadi Kerajaan Kendan, pendahulu Kerajaan Galuh). Resi Guru Kendan memiliki seorang anak perempuan bernama Pwah Rababu atau Pwah Manjangandara. Dalam mitosnya, Resi Makandria berubah wujud menjadi "Kebowulan" ketika menikahi Pwah Manajangandara. Jadi Kebowulan adalah nama lain dari resi Makandria. Mereka memiliki anah perempuan bernama Pwah Bungatak Mangaléngalé yang merupakan titisan Pwah Aksari Jabung. Selanjutnya diceritakan Pwah Bungatak Mangaléngalé  menikah dengan Wretikandayun yang meruapakan pendiri kerajaan Galuh yang berkedudukan di Medangjati. Berkuasa selama 90 tahun.

Resi Guru di Kendan yang terkenal adalah Resi Mahaguru Manikmaya. Mungkin yang ditemui Resi Makandria saat itu adalah Resi Mahaguru Manikmaya. Dalam Naskah Carita Parahyangan disebut Resi Guru yang memiliki anak dengan sebutan Rajaputra. Kemudian Rajaputra punya 2 orang anak yang bernama Sang Kadiawan dan Sang Kandiawati.
Sang Resi Guru mangyuga Rajaputra. Rajaputra miseuweukeun Sang Kandiawan lawan Sang Kandiawati, sida sapilanceukan. Ngangaranan manéh Rahiyangta Déwaraja. Basa lumaku ngarajaresi ngangaranan manéh Rahiyangta ri Medangjati, inya Sang Layuwatang, nya nu nyieun Sanghiyang Watang Ageung.
Sang Kandiawan disebut juga Rahyangta Dewaraja yang berkedudukan di Medangjati Kerajaan Galuh. Dengan demikian penerus kerajaan setelah Resi Mahaguru Manikmaya adalah Sang Kandiawan. Sang Kandiawan memiliki 5 orang anak bernama Sang Apatiyan Sang Kusika, Sang Garga Sang Mestri, Sang Purusa, Sang Putanjala inya Sang Mangukuhan, Sang Karungkalah, Sang Katungmaralah, Sang Sandanggreba, Sang Wretikandayun. Dari Sang Wretikandayun inilah raja-raja Galuh dimulai.

Menganalisis Carita Prahyangan bahwa istri Sang Wretikandayun adalah pwah Bungatak Mangalengale yang merupakan anak Resi Makandria. Jika disebut-sebut Hindu Bali, berasal dari Galuh bisa jadi demikian. Kemungkinan Resi Makandria selanjutnya menyebarkan agama Hindu di Pulau Bali.


Pemuka agama hindu Bali yang didampingi staf Gubernur Bali dan Rektor Institut Hindu Darma Negeri (IHDN) Denpasar, berkunjung ke Situs Astana Gede Kawali, Kecamatan Kawali, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, pada Sabtu, 20 Januari 2018 tahun lalu.

“Ketika berbincang dengan pemuka agama Hindu Bali, mereka meyakini bahwa Galuh adalah ibu dari masyarakat Hindu Bali. Karena setelah menelusuri sejarah nenek moyangnya, awal peradaban pada masa kerajaan Bali Kuno ada kaitannya dengan Kerajaan Galuh Purba pada abad ke 6. Konon, seorang putri dari raja pertama Kerajaan Galuh Purba, Wretikandayun, menikah dengan raja Kerajaan Bali Kuno. Makanya, mereka menyebut ‘Ibu’ kepada Kerajaan Galuh,” katanya, kepada Koran Harapan Rakyat, Selasa (30/01/2018).

Menurut Hendarman Praja, Ketua Paguyuban Seniman dan Budayawan (Paseban) Jagat Palaka Kawali, mengatakan bahwa hubungan emosional antara Kerajaan Galuh dengan Kerajaan Bali berlangsung berabad-abad atau dari abad ke 6 sampai dengan abad ke 14. “Ketika Kerajaan Galuh berakhir masa kejayaannya atau pada abad 14, baru dari situ putus hubungan emosionalnya. Karena pada abad 14 mulai masuk pengaruh agama Islam ke seluruh wilayah Tatar Sunda, termasuk ke wilayah Galuh,” ujar sesepuh budayawan Ciamis ini.

Pada masa kejayaan Kerajaan Galuh, lanjut Daday, Kawali adalah pusat pemerintahan. Dan situs Astana Gede adalah peninggalan Kerajaan Galuh dan konon dulunya bekas istana Kerajaan Galuh. “Makanya, jangan heran kalau ada masyarakat Bali atau masyarakat Jawa Timur datang berziarah ke Astana Gede. Karena nenek moyang mereka berasal dari Kerajaan Galuh,” katanya.

Ketika membaca sejarah Hindu Bali berasal dari Sunda jangan menjadi heran dan kaget. Meskipun kini di Tatar Sunda tidak lagi mayoritas pendudukanya beragama Hindu bukan berarti kita menafikan fakta sejarah. Berkaca dari sejarah agama Buddha yang dibawa oleh Sidartha Gautama juga berasal dari India. Faktanya India kini berpendudukan mayoritas Agama Hindu bukan agama Buddha. Malahan agama Buddha berkembang di China, Thailand, Jepang dan lain-lain namun tidak berkembang di tanah kelahirannya: India.

Referensi

  1. Atja (1968). Carita Parahiyangan: Naskah Titilar Karuhun Urang Sunda. Bandung,  Jajasan Kebudajaan Nusalarang. dapat dilihat di blog Historiana ini juga Naskah Carita Parahyangan
  2. Budayawan Ciamis: Masyarakat Hindu Bali Menyebut Kerajaan Galuh sebagai ‘Ibu’ oleh Oleh Subagja Hamara 06 Februari 2018 harapanrakyat.com Diakses 9 Januari 2019
Baca Juga

Sponsor