Cari

Kitab Negara Krethabumi Karya Pangeran Wangsakerta Cirebon tahun 1670 | Terjemahan Buku ke-1


[Historiana] - Kitab Negara Krethabumi Karya Pangeran Wangsakerta Cirebon tahun 1670 DWITYA SARGA (Buku kesatu/Jilid Satu). Alih aksara dan bahasa: Oleh:T. D. SUDJANA.
Cirebon, 23 Oktober 1987.

Pustaka Nagara Kretabhumi.

Semoga tiada aral melintang. Ini Sargah Pertama Nagara Kretabhumi, Pustaka Kerajaan Carbon serta para raja di pulau Jawa. Ini naskah, adalah (menggambarkan ?) Kerajaan lama yang besar. Karenalah sesuai faktanya. Peri kehidupan masyarakat luas dahulu kala. Ini tidak begitu saja (tidak saja?) tentang kerajaan Carbon tetapi (juga) seluruh pulau Jawa serta Nusantara, dan juga ya ini naskah, diantaranya keinginan (menuangkan ? mengungkapkan ?) intisari pemikiran, petunjuk sepanjang hidupku, adapun tujuan pertama saya, yaitu ini naskah menjadi (sumber) pengetahuan (bagi) masyarakat umum semuanya, semoga demikian.Terlebih dahulu menghaturkan puja-puji saya kepada Susuhunan Jati. Manusia utama yang agung terunggul. Keagungannya abadi hakikat awal(nya). Sempurnalah ya Sang Pemimpin di pulau Jawa, setelah Susuhunan

(02) Ampel wafat. Saya sebagai anak cucu Susuhunan Jati, senantiasa tak henti-henti (melaksanakan) kewajibanku, yakni mengikuti jejaknya.

Ketahuilah olehmu, Beliau dikenal (sebagai) Susuhunan Jati yang jaya di seluruh Jawa barat raja yang berkuasa juga guru besar agama Islam. Karenanya Beliau yang wafat di Gunung Sembung, senantiasa dipuja oleh saya anak cucunya, serta semua sanak keluarga Carbon dan penduduk di seluruh pulau Jawa.

Dengan itu semoga tiada aral melintang. Tuhan yang Esa hamba berserah diri, berikanlah hamba hidup sejahtera, hidup berlimpah di dunia berikut juga anak cucunya Susuhunan Carbon, Susuhunan Mataram, Sultan Banten, Sultan Demak, Pajang, para ratu di seluruh Jawa barat.
Karenanya sayanglah engkau kepada sesama manusia serta berbagai mahluk hidup. Janganlah engkau saling mem-

(03) bunuh, bertentangan, hidup tamak, berbuat dusta serta berbuat nista. Janganlah engkau minum minuman yang memabukkan, atau yang menciptakan jalan kematianmu, sopan santunlah engkau, janganlah engkau menjadi wiramati (wiramantri?). Dan menyerang lagi perkataan yang telah menghina, menyalahkan diri sendiri ke dalam kematian (?), meskipun musuh yang salah maafkanlah dan berilah pertolongan padanya. Janganlah ia terus-menerus melakukan perbuatannya itu. Agama Islam dan Qur’an itu pengetahuan untuk seluruh umat manusia di seluruh dunia, dua kalimat Syahadat harus kau genggam erat dan pakailah (laksanakanlah) ia.
Senantiasalah engkau berdoa kepada Tuhan yang Esa. Demikianlah pesan Susuhunan Jati kepada semua anak cucunya.

Semoga tiada aral melintang.
Inilah tulisanku, ini kisah agung naskah Nagarakre-tabhumi. Karenanyalah naskah ini senantiasa menjadi pemimpin dan pemberi petunjuk yang membahas berbagai kronologis serta kehidupan masyarakat di masa lampau. Juga sebagai uraian perihal tata negara. Berdiri dan sirnanya sejumlah kerajaan dan sebagainya.

Oleh karena itu hendaknya tak ada perselisihan dalam mengartikan cuplikan-cuplikan (kisah) dalam naskah ini. Oleh aku membuka jalan cerita sesungguhnya (?) mendalami pengetahuan tentang riwayat yang telah lalu (?). Dengan besarnya keinginan, serta itu dengan pertolongan Tuhan yang Penguasa awal, harapan serta cita-citanya akhirnya terlaksana.

Adapun, dahulu pulau Jawa, menurut kisah para pertapa jaman dulu (?), adalah sebuah pulau tua yang besar (?), hingga diantara pulau-pulau di Nusantara. Beginilah Cendikiawan berbagai (disiplin ilmu) pengetahuan (mengetahui segala hal ?), sempurnalah kisahnya, serta pula sesungguhnya pulau Jawa, buminya

(05) makmur sejahtera. Laksana surga di bumi. Karena berbagai dewa dipuja semuanya ada di sini.
Ini pertama awal mula cerita, kejadiannya beberapa ribu tahun lampau di pulau Jawa, di sini telah didiami oleh penduduk. Di sana kelompok mereka pergi berpencar, sebab mereka datang ke pulau Jawa, tak datang menyatu yakni bertahap-tahapan. Hingga beberapa puluh tahun antaranya.
Itu penduduk di masa lampau, memakai kulit kayu dan bercawat. Adapun negeri asal usul-nya dari sebelah timur Bharata Warsa, yakni sekitar timur utaranya Sanghyang Hujung, yaitu tempat tinggalnya negeri Syangka dan negeri Yawana.

Beliau menaiki perahu kayu rakit siang malam mengikuti alur sungai ke selatan menuju lautan. Kemudian berhenti di beberapa pulau, dan diantaranya, datanglah

(06) mereka di pulau Jawa. Sebab tempat tinggal mereka senantiasa kekeringan yakni lantaran pada masa lalu di sana terjadi gempa bumi, kemarau panjang.

Banyak mereka tak makan dan hidup di hutan makan daun buah kayu-kayu (ranting-ranting ?) pepohonan (?), buah-buahan satwa liar dan sebagai-nya. Karenanya mereka senantiasa menuju mencari tanah subur di pulau Jawa, sesampainya di sini menetap kemudian, mereka hidup akrab seperti keluarga, anak cucu sanak saudara masing-masing membuat rumah, kemudian menjadi dukuh. Persahabatan antar kelompok erat sebab telah tercapai, dan tujuan mereka nyata-nyata landhyamanuhara (?) hidup di bumi yang subur. Sebagai kain mereka lelaki perempuan yaitu kulit kayu. Adapun lama sebelum mereka datang di sini telah ada

(07) pribumi. Banyak diantara mereka menikah dengan gadis pribumi kemudian beranak cucu. Ada yang melakukan penyerbuan berkelahi kemudian matilah ia. Ada yang lari ke hutan ada (yang tetap) tinggal (di situ), bersahabat dengan orang baru, namun meskipun demikian ia tak melihat (mempedulikan ?), belumlah banyak sesungguhnya kelompok orang baru itu, sementara mereka orang baru begitu cakap akan banyak hal. Semakin lama mereka hidup berdekatan (?) menjadi satu yaitu menyebabkan saling menikah menjadi keluarga, seterusnya demikian kisahnya, mempunyai akhirnya (?) yaitu pemujaan roh, demikian pula adat sopan santundan diterapkan (dilaksanakan) terus-menerus seperti di tanah airnya dahulu. Bersama-samalah mereka, di sebuah pedukuhan (yang) lapang, lantas mereka merundingkan (sirābhawarasa), melaksanakan (mengangkat ?) yang pertama yakni orang berusia (paling) tua,

(08) menjadi pimpinan (pasukan ?) masyarakat seluruh pedukuhan itu, dan sebagainya atau pimpinan sejumlah penduduk di situ serta wilayah sekitarnya. Ia senantiasa dipuja sebagai raja wilayah, pemimpin upacara pembersihan dosa, memimpin peleburan dosa semua orang, menghukum yang bersalah, berbuat jahat (terhadap) orang (lain) segala tindak tanduknya tanpa belas kasihan dan tak patut, musuh masyarakat di wilayah itu. Penghulu itu adalah ia yang terunggul tabiatnya. Pada kala itu sang Penghulu yakni Sang Datu sebutannya lagi seperti Maharaja resi kewenangannya. Sebagian kehidupan sejumlah penduduk ada yang hidup di hutan, mereka digambarkan (?) hidup di hutan lereng pegunungan, ada yang mengikuti tepi sungai (dan laut ?). Peralatan mereka yakni batu, kayu, tulang dibuat beliung, kapak, senjata panah, tatah, sarasantana (?), parang serta berbagai senjata tajam, juga perhiasan



(09) asesoris mereka dari tulang, batu serta kayu-kayu.

Adapun kehidupan masyarakat, kian hari makanannya seperti di tanah airnya di masa silam, mulai membuat rumah sejak mereka dahulu itu (?), bermacam satwa hasil perburuan, berbagai buah-buahan, akar-akaran, dedaunan buah pepohonan, buah umbi-umbian, gulai-gulaian berbagai bunga (?), dan sebagainya, hasil dari bertani mereka. Kemudian berbagai hewan laut hasil dari laut dan sungai. Sedangkan sang kepala, pimpinan masyarakat memiliki berbagai pengetahuan, mantra, selalu bertapa, melakukan ritual harian, menghindarkan penduduknya dari pengaruh mantra-mantra, mangarsirwada (?), pendeta pemimpin upacara pemberkatan pernikahan, membuat upacara pemujaan kala mentari terbenam karena itu ritual sehari-hari, gumöprayang lagi (?), sifatnya terpuji sopan santun dan lemah lembut.

Sang kse-

(10) pa (yang lirih ?) ialah sang Kepala, Sang Datu siang malam senantiasa berharap penduduknya selalu tentram sejahtera juga desa tempat tinggal (mereka), makmur, sejahtera di dunia.
Semakin lama kelompok mereka pergi terpisah, tersebar di pulau-pulau, masing-masing mereka mencari kehidupan (yang) layak dengan keluarga mereka, mencari tanah (yang) subur. Semenjak pernikahan mereka dengan gadis pribumi, karenanya mereka tak bertentangan, mereka merapat menjadi satu, mereka kemudian bersaudara. Oleh karena itu tujuan mereka terlaksana, tak mendapat kesulitan pada saat itu tempat (pemukiman ?) masyarakat makmur sejahtera menjadi ramai keberadaan upacara pemujaan, menjual di pulau-pulau (? Upakraya wikraya = usaha perdagangan antar pulau ?). Besar kecil perahu ke pulau Jawa.

Adapun pemujaan masyarakat kala itu, banyak yang disembah, sebab macam pemujaan mengikuti sekehendak mereka, de-

(11) ngan mengucap yakni mantra pemujaan roh. Mereka melakukan (itu) ditujukan kepada (roh) nenek moyang, dengan mantra pemujaan (?), lengkap dan perbendaharaan ilmu pengetahuan (?) juga upacara pemujaan sehari-hari dengan bermacam suguhan. Maksud dan tujuan mereka agar terkabul cita-citanya. Ada………… terhindar dari perilaku nista. Ada……………… mengharapkan memperoleh hasil dari pekerjaannya, menang bila berperang. Ada……………. bahkan sengaja melakukan penyiksaan (guna) membuka pintu masuk agar pada kelahiran berikutnya (?) sejahtera (?). Ada….. lelakon bertujuan akhir (?) supaya hidup bahagia dan sejahtera, berlimpah harta benda. Ada………… lelaki mengharap istri. Ada………. perempuan supaya bersuami. Ada………. mengharap mampu jaya (dalam) berdagang (?). Ada…………. mengharap menangi penyerangan musuhnya, serta mengalahkannya (? membunuhnya ?). Ada………. yang supaya panjang umurnya, dan tak ada mara bahaya yang datang. Ada yang berharap subur pertaniannya dan banyak hasilnya, dan bermacam-macam lagi keinginan mereka.

Sedangkan je-

(12) nis pemujaan mereka yakni, ada memuja api, memuja gunung, memuja roh, memuja laut, memuja batu, memuja pohon besar, memuja pepohonan, memuja darah, memuja sungai, memuja matahari, memuja bulan, memuja bintang. Ada yang memuja roh nenek moyang di atas puncak gunung yang tinggi, karena gunung itu nenek moyang yaitu seolah-olah nenek moyang dari gunung seluruh dunia.

Ada yang memuja pohon beringin serta mathĕb (?) memuja pohon dalam kedukaan beberapa orang mengadakan upacara harian pemujaan roh nenek moyang, dengan berharap terbebas dari segala dosa, sehat dalam menjalani kehidupan mereka, serta menghindarkan dari kematian besar (kiamat ? pĕrlaya ?) dan menghindarkan dari marabahaya. Serta tiada aral melintang baik dalam kehidupan perkawinan mereka, dan kesempurnaan hidup sehat sejahtera.

Ia memiliki burung (?) jika duduk di prapayĕng (?) terus menerus atau melakukan kecurangan kepada sesama manu-

(13) sia, karenanya semua berharap kematiannya (?) dan mendapat anak cucunya yang amat berbudi. Ada juga beberapa keluarga mengasingkan diri ke hutan belantara dengan tidak membawa benda apapun (?) dan hidup di hutan. Awal-awal tujuan (?) mencari sumber makanan (?). Kemudian tinggal di sana ya berburu satwa, lalu ini kulit satwa dijadikan pakaiannya. Sedangkan daging satwa dibuatlah makanannya termasuk juga pakaian mereka dengan kulit kayu. Ada yang pakaian mereka dari kulit hewan diberi lukisan mengikuti keinginan mereka.

Sedangkan cula (tanduk? gigi?) serta tulang menjadi perhiasan pria dan wanita seperti perempuan (?). Juga itu cula dan tulang dibuat bermacam-macam benda, semakin lama pendatang baru semakin banyak. Saat itu orang pribumi tersisih, terlunta-lunta pergi kesana kemari di hutan-hutan bagai anjing liar (?). Sekonyong-konyong menjadi berkurang (?), ka-

(14) rena para pendatang, selalu memberikan kesusahan kedua kalinya menduduki tempat tinggal mereka, ketiga kalinya Sang pribumi senantiasa terhina, nyaris seperti meminta-minta (kepada) para pendatang baru menjadikan Sang pribumi di bawah pengaruh orang besar dirinya serta berpindah-pindah tempat (karena) ketakutannya.

Lantaran banyak yang tinggal di luar (?), ditangkap dan dibunuh mereka (para) pribumi terus-menerus kalah karena kebodohan (mereka), selain (itu dalam) berbagai hal mereka terbelakang. Sedangkan para pendatang baru memiliki berbagai pengetahuan yakni membuat senjata dari besi, seperti emas perak, intan berlian, kendaraan, membuat sendiri senjata dari besi dengan pengetahuan ilmu persenjataan mereka, ilmu tentang panah-memanah membuat berbagai obat, membuat perahu, mereka menanam padi untuk makan sehari-hari, memiliki pengetahuan tentang perbintangan (nujum? Astrologi?), membuat senjata tajam dari besi, membuat pakaian dan perhiasan dan nekara sangat indah, sebab diberi bermacam lu-

(15) kisan terukir itu digunakan, membuat wayang dengan kulit diukir, membuat rumah besar untuk istri serta sanak saudara lelaki dan perempuan, membuat api dan batu pemantik, besi, kemudian membuat tetabuhan serta menari, membuat peraturan adat sopan santun (etika) di dukuh, desa, daerah dan peraturan tentang pajak(?), mereka menguasai pengetahuan tentang gerhana, gempa bumi, pengetahuan tentang ukuran jarak, makanan lezat (kuliner?), pengetahuan tentang hari, berbagai benda (? tumbuhan? botani?), musim hujan, musim kering, ilmu kelautan, pengetahuan pada bermacam satwa, pengetahuan pada bumi (geologi?), gunung (vulkanologi?), pengetahuan pada bahasa kemudian pada gulai-gulaian kegemaran masyarakat dan sebagainya.

Sang sesepuh (?) pendatang baru dari negeri Yawana serta negeri Syangka yakni sebelah ti-

(16) mur dari negeri Bharata, sangat teliti dan bijaksana tentang bermacam pengetahuan (?). Sedangkan mereka pribumi membuat peralatan dengan batu, kayu dan tulang pakaian mereka menggunakan kulit kayu. Menurut cendikiawan kedatangan orang dari negeri Yawana dan negeri Syangka, antara seribu enam ratus tahun, sebelum awal pertama tahun Saka. Jadi kurang lebih telah tiga ribu dua ratus yang lampau dari tahun sekarang.

Adapun kedatangan yang kedua kalinya yakni antara tiga ratus tahun sebelum awal tahun Saka. Kedatangan yang kedua kalinya tersebar ke pulau-pulau di seluruh Nusantara. Demikianlah seperti yang telah dituturkan tentang ekspedisi itu. Lantas pendatang baru pergi berpencar, di wilayah-wilayah yang ada di bumi Nusantara. Bermacam pengetahuan yang mereka kuasai, lebih dari mereka yang datang lebih dahulu dari mereka.

Adapun asal usul tempat

(17) tinggal mereka ini negeri Syangka, negeri Yawana, Campa, tanah Sanghyang Ujung. Demikianlah menurut cendikiawan dari negeri Bharata, yang terhormat (? pemimpin penyusunan?) naskah bab Nusantara disebutkan jika penduduk asli pulau Jawa yang awal-awal menetap di sini, membuat perkakas senjata tajam dari batu, namun masih kasar buatannya. Lalu orang pendatang baru yang pertama, membuat perkakas senjata tajam dari batu, tentulah lebih indah buatannya, serta pandai (?) dalam berbagai hal.

Kemudian orang pendatang baru yang kedua, membuat perkakas senjata tajam dari besi, emas, perak sebagainya dan mereka lebih pandai (?) dalam berbagai hal. Sebab itu mereka kemudian masuk ke desa-desa, wilayah seakan pulau Jawa dan

(18) pulau-pulau di Nusantara itu milik mereka semua. Siapa pun yang belum tunduk kemudian mereka kalahkan (? bunuh?). Jika hendak berperang dan melawan, segera membunuhnya, dan tujuannya tak berhasil serta olehnya menjadi terhina (budak?) pada penghambaan kepada orang yang berkuasa. Demikianlah seratus tahun tahapan pertama tahun Saka (?), tanah pulau Jawa banyak kedatangan pendatang baru dari utara, yakni sebelah selatan negeri Cina.

Kemudian pada tahun pertama Saka (1 S/78 M), datanglah mereka orang dari barat yaitu dari negeri Singha, negeri Salihwana, negeri Benggala di bumi negeri Bharata mereka datang ke pulau Jawa mengendarai perahu. Mereka awalnya datang di sini yaitu di Jawa timur kemudian di Jawa barat, maka dari

(19) itu, upakri ………………….. penduduk di sana (? ri kanang?) ……… memakai peralatan …………… gon (?) bermacam perhiasan (lĕngkara?) s (?), yaitu permata ka………………….. ta, mutiara, kristal …………………… masakan yang lezat, bermacam tempat tinggal dan rumah u……………..n (?) sebagainya. Adapun wa (?) ……………….. kwan nira (kedatangan mereka ?) dari sini, yaitu ……. lai-gulaian bermacam benda hasil bumi, seperti gangan (?) padi dan sebagainya. Diantara mereka lalu banyak bermukim di sini, menjadi penduduk Jawa barat dan Jawa timur juga di pulau-pulau di bumi Nusantara yakni Dwipantara namanya lagi.

Banyak mereka beristri dengan gadis di sini, kemudian beranak cucu, karena mereka telah paham jika pulau Jawa ini, subur ta-

(20) nahnya, subur tetumbuhannya, menjadikan di sini penduduk di pulau Jawa pandai berbagai pengetahuan, hormat-menghormati, tiada halangan dengan pendatang baru dan mereka diperlakukan sebagai tamu menyayangi kepada sesama manusia serta bergandengan tangan dengan sepatutnya, erat dalam persahabatan, sedangkan keadaan di pulau Jawa makmur sejahtera, oleh mereka pulau-pulau di Dwipantara, pulau Jawa sungguh-sungguh seperti surga di muka bumi. Demikian mereka semakin (?) merasakan bahagia hidupnya. Karenanyalah mereka selamanya tinggal di sini.

Beberapa tahun kemudian datanglah mereka orang dari daerah Langkasuka, Wilayah Saimiwang dan tanah Hujung Mendini ke Jawa barat dan Sumatera. Dengan menaiki perahu. Kemudian mereka tinggal di situ, sebab mereka menikah dengan perempuan

(21) penduduk asli.

Selanjutnya sa… (?) n (tan? datan?) pulang ke negaranya. Di saat itu mereka masing-masing membuat rumah besar, untuk sanak saudara lelaki perempuan dan istrinya. Semua tiang (?) rumah berasal dari potung (? Bambu petung ?), atap dibuat dari daun dan rumput (ilalang ?). Dan dibuatnya beberapa kaki rumah, yaitu rumah panggung namanya, di situ sebuah (setiap?) rumah mereka berdekatan berjajar, berhimpitan kandangnya. Di bawah rumah dibuat kandangnya hewan peliharaan milik mereka. Mereka berkumpul sama-sama bekerja jika membuat rumah, berkumpullah sang tukang kayu, pandai besi.

Adapun pendatang dari negeri Bharata, juga menyebarkan agamanya kepada penduduk di desa-desa. Mereka mengajarkan agama mereka, kepada Tuhan pujaannya, yaitu seperti, Iswara

(22) Dewa pantarang (?), Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Siwa, bergelar Trimutiswara, juga banyak dewa sesembahan Sang Nambaka. Oleh karenanya tak ada halangan dalam menyebarkan agama mereka, oleh karena itu mereka mendapat dukungan.

Bukankah penduduk di sini, sejak dahulu kala senantiasa menyembah roh (nenek moyang), menyembah api, menyembah bulan, menyembah matahari, dan sebagai-nya. Sang ksepa (? Sesepuh? intisari?) bermacam menyembah (roh) nenek moyang. Karenanya mereka membuat muslihat (?), jika pemujaannya tak dihalangi oleh pendatang dari negeri Bharata. Semata nama sesembahannya kemudian dirubah, sebab mengikuti (dan) disamakan apa yang berlaku di masyarakat. Jalan yang demikian tak sulit mereka mempelajarinya.

Karenanya pemujaan mereka yakni memuja api, asalnya itu sama dengan pemujaan kepada Dewa Api atau Sanghyang Agni namanya lagi. Menyembah matahari, sama dengan memuja Dewa

(23) matahari, Sanghyang Surya namanya lagi, dan bermacam lagi. Sedangkan pemujaan pada (roh) nenek moyang yang besar dan berkuasa yakni disamakan dengan memuja Hyang Wisnu, Hyang Siwa dan Hyang Brahma. Oleh sebab itu tiada berapa lama antaranya, banyaklah penduduk setempat memeluk agama baru itu, di saat yang berbarengan banyaklah para pendatang beristri dengan anak dari penghulu di desa. Kemudian anaknya menggantikan kedudukan bapak tuanya (kakek). Begitulah desa-desa yang ada di pulau Jawa, kian lama para pendatang baru menguasai desa dan penduduk dan harta bendanya juga. Dan oleh karenanya penduduk setempat sudah tiada dipandang (dianggap remeh?). Disebabkan Sang penghulu desa telah melaksanakan tugas menjadi penguasa.

Itu putra dari pendatang baru, yakni cucunya Sang penghulu, maka seluruh tanah itu, semua itu adalah miliknya, meskipun

(24) demikian kesejahteraan di desa selalu baik, dan pendapatan semakin banyak (?). Sebab pulau Jawa itu bumi yang subur, termasuk juga pulau-pulau di Dwipantara.
Karenanya pada delapan puluh di tahun Saka, hingga tiga ratus dua puluh di tahun Saka (80-320 S/158-398 M), tentu saja banyaklah perahu dari negeri Bharata, negeri Cina, Benggali, banyak diantara mereka yang menetap di sini. Diantara mereka datang dari negeri India (bagian) selatan ada yang membawa anak istri dan sanak keluarganya, kemudian menetap ada yang di Jawa barat, ada yang menetap di Jawa timur dan pulau-pulau lain kedatangan mereka mengendarai perahu besar, beberapa orang resi Sekte Wisnu datang di sini, lalu mengajarkan agamanya kepada penghulu penduduk setempat, berkeliling di desa-desa kemudian menetap di situ, seperti itu di

(25) Jawa barat. Adapun resi Sekte Siwa pergi menuju Jawa timur menyebarkan agama mereka pada penghulu penduduk setempat di sana, itulah (!) awal pertama tahun Saka, di sini telah banyak orang negeri Bharata datang ke pulau Jawa dan pulau-pulau di bumi Nusantara.

Oleh karena Dwipantara terkenal bumi yang subur mereka ada yang berdagang, ada yang mengajarkan aturan suci, ada yang menghindari dari bahaya (yang dapat) membinasakan, seperti yang terjadi negaranya, dan karena hal itu (?) besarnya pengungsian (?) ke pulau-pulau di bumi Nusantara.

Karena mereka semua berharap kesejahteraan hidup dengan anak istrinya. Terutama pendatang banyaklah mereka dari dinasti Salankayana, dan dinasti Pallawa di bumi negeri Bharata dua dinasti inilah, paling banyak yang datang ke sini, dengan mengendarai beberapa

(26) puluh perahu besar kecil, sebabnya kedua kerajaan dinasti Salankayana dan dinasti Pallawa, telah dikalahkan oleh raja Maurya Samudra Gupta namanya dalam pertempuran sangat berkuasanya Sang Gupta di bumi negeri Bharata.

Tingkah lakunya tak baik, tiada belas kasih bengis terhadap musuhnya. Karenanya beserta keluarga dan beberapa orang petinggi dan rakyat dari kedua dinasti yang kalah mengungsi mencari menghindari kematian. Adapun saat pertempuran pada dua ratus tujuh puluh tujuh, di tahun Saka (277 S/355 M).

Kendatipun kerajaan mereka telah dikalahkan tetapi kerajaan tak sirna dari muka bumi, hanya saja yang kalah menjadi jajahan kekuasaan si pemenang. Sementara penduduk di negeri Pallawa dan negeri Salankayana, di tempat tinggal mereka sangatlah menderita dan banyak yang meninggal, karena beban

(27) kesengsaraan, ya senantiasa didapat, itu perbedaan yang dibawa mengabdi (?) yakni Sang Gupta Nrepa (Raja Gupta) telah banyak membunuh penduduk yang tiada berdosa. Si pemenang perang mengalahkan menjajah terhadap penduduk yang kalah perang telah banyak bala tentara dan petinggi yakni dari tentara yang rendah, menengah, utama gugur saat berperang. Banyak merampok kota yang dikalahkan. Sedangkan sang raja yang dijajah negaranya mengungsi mengasingkan diri ke hutan belantara beserta anak istrinya, dengan pengiringnya, dan pejabat tingginya, pengawal dan pasukan bersenjata (pasukan pemanah?).

Kala itu Maharaja Maurya bergelar penobatan Samudra Ghupta besar wibawanya raja yang berkuasa di kotanya di tanah Bharata. Adapun dinasti Salankayana yang rajanya bergelar peno-

(28) batan Sang Wisnughopa, yang kedua kerajaannya, dijajah oleh raja Samudra ghupta. Ia kalah saat berperang, pada dua ratus enam puluh tujuh di tahun Saka (267 S/345 M).

Selanjutnya anak cucunya dan sanak saudara serta keluarga Sang Raja Hastiwarman menyebar ke beberapa negara, sendiri sesuai keinginan mereka. Sebab mereka berharap hidup dan meneruskan kebanggaan sebagai bangsawan sebagaimana dinasti mereka semula di masa lampau. Demikian juga ia Sang raja Wisnughopa dari dinasti Pallawa. Tetapi Dinasti Warman selanjutnya banyak yang menjadi raja yaitu di Nusantara dan banyak juga di lain negara.

Diantaranya Dinasti Warman yang ada di Jawa barat yakni Sang Dewawarman menjadi raja pesisir ia menjaga gerbang laut barat bukankah banyak perahu dari barat ke timur berhenti sementara, lantas perahu itu memberi persembahan pada sang raja. Banyak

(29) pesisir dijaga oleh pengikutnya yakni di pesisir Jawa barat, Pulau Api dan pesisir Swarnabumi selatan ada perompak mengendarai perahu hendak merebut kekuasaannya lalu memeranginya, tetapi bajak laut itu dikalahkan dan terbunuh olehnya Sang Dewawarman saat bertempur. Sirnalah ia Sang perompak beserta semua pengikutnya.

Sang Dewawarman adalah yang hebat luar biasa raja maha berani mahir dalam berperang. Adapun Sang Dewawarman dari Dinasti Pallawa datang ke Jawa barat pertama sebenarnya dengan tujuan yaitu, usaha niaga dan jasa, ia senantiasa datang kemari, pulangnya membawa gulai-gulaian ke negaranya.

Di sini telah bersahabat dengan penduduk pesisir Jawa barat, Nusa Api dan Sumatera bagian selatan, lalu menjadi ratu kecil di pesisir Jawa barat, sebab keda-

(30) tangannya di sini membawa pengikutnya dan anak istrinya. Para pengiring itu dengan membawa bermacam senjata. Sebagai utusan raja Pallawa Sang Wisnughopa di negeri Bharata.

Adapun Dinasti Pallawa yakni disebut juga Dinasti Warman. Beberapa tahun silam, mereka telah pergi menuju Sanghyang Hujung, lalu Negeri Sopala, negeri Yawana, lalu negeri Syangka, serta negeri Abasid dengan tujuan persahabatan dan perniagaan dan jasa.

Adapun Sang Wisnughopa keluarganya yang menjadi raja di negaranya. Di kala negaranya kalah perang. Oleh karena itu ia dengan pengiring serta anak istrinya pergi menuju Jawa barat lantas tinggal di sini. Ia juga ikut berkumpul menyerang musuh, tetapi tak beroleh kemenangan ia Sang Ghupta, wilayahnya dijajah oleh (musuh)nya. Oleh karena itu mereka yang terkalahkan ma-

(31) sing-masing berupaya mengungsi mencari hidup di negeri lain. Sejak itu seketikalah ia menjadi ratu pesisir.

Pada dua ratus tujuh puluh di tahun Saka (270 S/348 M) Sang Maharesi sempurna (ilmunya) dari negara Salankayana dengan kelompok biksu (?) sebagai pengikutnya, dengan bala tentara juga ikut serta penduduk laki-laki dan perempuan, banyak yang ikut lari, mengungsi ke pulau di sebelah selatan, sebab musuh senantiasa berupaya menangkapnya.

Banyak penduduk jika sayampratar sandeha buddhi mwang kepwa (?), sebab takut dihukum mati, atau dibunuh. Karenanya ia Sang Ghupta mempunyai sifat yang amat bengis dan senang berperang. Pada suatu waktu adalah kascid (?) karena kesalahan kecil ya dianggap menjadi yang kembali ingin menyerang kerajaan (?). Orang itu dihukum mati, awalnya dipotong badannya la-

(32) lu kepalanya dipukul hingga hancur lebur, dan badannya dipisah-pisah diberikan pada satwa liar, yakni harimau, anjing hutan, dan singa senanglah diberi makan daging manusia, tena kalena (?) penduduk berduka (?) dan tiada daya, semata-mata berdoa kepada Tuhan asal dari segala kuasa.

Ada pasukan sang penguasa dengan memaksa menyetubuhi gadis pribumi tanpa dinikahi. Ia Sang penguasa sama saja tidak berbudi sampai-sampai ada yang pekerjaannya menjadi penyamun. Selanjutnya terkisahkan Sang Maharesi mumpuni dengan kelompok biksunya (pergi) menuju Jawa barat dengan mengendarai beberapa puluh perahu bukankah ia beserta beberapa ratus abdinya, kedatangannya oleh orang pribumi disambut gembira.

Sebab Sang Maha Resi adalah guru be-

(33) sar agama dan orang yang unggul, bertindak bijaksana di kelompoknya dan orang penting dari sekian banyak resi. Serta pula pada saat itu derajatnya tinggi seperti raja, termasuk juga ya keluarga dari Sang Hastiwarman raja Calankayana di negeri Bharata. Kemudian mereka menetap di Jawa barat dibuatnya desa di dekat sungai. Karena dia (berkekuatan magis?) menjadi harapan oleh penghulu desa-desa sekitarnya, lalu berdirilah kerajaan di situ, dengan diberi nama Tarumanagara. Desa itu dijadikan ibukota bernama Jayasinghapura.

Selanjutnya dikisahkan, ia Sang Raja Dewawarman, beranak beberapa orang, seorang diantaranya perempuan sempurna kecantikan wajahnya, seperti bulan purnama, lantas anak Sang Dewawarman diperistri olehnya Sang Raja dhiraja Ghuru yakni Sang Maharsi Jaya Singhawarman namanya yang lain, ya-

(34) itu raja Tarumanagara serta guru besar. Adapun anaknya sang Dewawarman yang lelaki tinggal di Bakulapura. Beliau bergelar Sang Aswawarman, (setelah) beberapa lama ia di sana, lantas Sang Aswawarman beristri dengan anak Sang Kudungga yakni Sang Penghulu desa bumiputra di sana.

Anak Sang Dewawarman lainnya, ada yang tinggal di Swarnabhumi, selanjutnya beranak cucu di sana dan menurunkan raja-raja Swarnabhumi kemudian. Ada yang keluarganya yang menetap di bumi Yawana dan Hujung Mendini. Ada putranya Sang Dewawarman yang menggantikan ayahandanya. Bahkan setelah Sang Dewawarman mangkat, wilayahnya mengabdi kepada Kerajaan Tarumanagara.

Setelah lama Taruma menjadi negara, semakin besar wibawa kerajaan di Jawa barat, demikian

(35) juga Sang Aswawarman menjadi raja ya besar wibawanya di Bakulapura. Demikian juga anak cucu Sang Dewawarman kelak menjadi raja besar wibawanya di Swarnabhumi. Ia cikal bakal yang menurunkan penguasa yang ada di Swanabhumi, sebab cucunya Sang Dewawarman beristri dengan anaknya Sang Penghulu di sana. Demikian pula, kelak diantaranya Adityawarman terhitung anak cucunya Sang Dewawarman, adapun istrinya Sang Dewawarman itu, putri Sang brahmana Calankayana di tanah Bharata. Sang Dewawarman disebut Sang Raja (di) barat, sedangkan kerajaannya bernama Rajapura di tepi laut.

Pada saat itu keadaan penduduk di situ makmur sejahtera. Aturan suci senantiasa dipuja dan dipelihara serta dijalankan dengan baik oleh mereka. Diantara penduduk ada yang memuja Hyang Wisnu tak seberapa. Ada yang memuja Hyang Siwa, ada yang memuja Hyang Saiwasuta yakni Hyang Ghanesa, ada yang memuja Siwa dan Wisnu, meskipun demikian Hyang Ghanesa ini banyak kelompok (mejadi) abdinya.

(36) Sedangkan pekerjaannya penduduk diantaranya berburu, berniaga dan jasa, mencari ikan di tengah lautan dan tepi pantai, memelihara satwa dan menanam buah-buahan serta lainnya. Sang Raja membuatlah Candi serta persemayaman Siwa Mahadewa bermahkota bulan sabit (?) dan Hyang Ghanesa putra Siwa juga Hyang Wisnu, untuk mereka wasnawa (pemuja Wisnu).

Sebab mereka semuanya penduduk sama-sama menginginkan hidup sehat senantiasa, karenanya mereka semua berusaha, hendaknya meminta dijauhkan dari kesukaran, dan marabahaya. Tersebutlah, beberapa lamanya desa Ta-

(37) ruma menjadi negara, antara sepuluh tahun Sang Maharesi Sempurna yakni Jaya Singhawarman senantiasa negaranya menjadi sebuah kerajaan, kemudian terkenal dengan nama Tarumanagara, lantas ia menjadi Sang Raja Diraja. Guru yang berkuasa di kerajaan itu. Setelah ia menjadi Raja Diraja Ghuru di kerajaan Taruma, lamanya sekitar dua puluh empat tahun, Beliau mangkat pada tiga ratus empat di tahun Saka (304 S/382 M).

Selanjutnya digantikan oleh putranya Sang Dharmawarman dan gelar penobatan Sang Raja Resi Dharmawarman, demikian ia namai, sebab ia berkuasa (atas) peraturan keprabuan Tarumanagara, juga sebagai pemimpin semua pemuka agama di situ. Kendati demikian penduduk yang ada di desa-desa Tarumanagara banyaklahyang memuja (roh) nenek moyang yakni pemuja-

(38) an (dengan) memanggil nenek moyang.

Sebab mereka mengikuti apa yang berlaku di awal-awal, ia Sang Rajarsi senantiasa berupaya mengajarkan agamanya kepada sang pemimpin desa dan penduduk seluruh Tarumanagara. Oleh karena itu ia Sang Rajarsi mendatangkan brahmana-brahmana dari negeri Bharata. Kendati demikian tidak seluruhnya, penduduk menganut agamanya sang brahmana.

Banyaklah mereka penduduk memuja (roh) nenek moyang. Karenanya dalam agama mereka kedudukan pribumi menjadi empat jenis yaitu, awal mula pertama Sang Brahmana, kedua Sang Ksatriya, ketiga Sang Warsya, dan keempat Sang Sudra. Demikianlah manusia itu berbeda-beda antara orang rendah menengah utama.

Oleh sebab itu penduduk kaum rendah, alangkah teguh menggenggam pada agamanya Sang Rajarsi. Ia menjadi raja Tarumanagara ha-

(39) nya tiga belas tahun. Beliau disebut oleh anak cucunya Sang Lumah (yang bersemayam ?) di Candi di tepi sungai Candrabhaga. Sedangkan Raja Diraja Ghuru disebut Sang Lumah di Candi di tepi sungai Ghomati.

Setelah itu Raja rsi digantikan oleh putranya Sang Purnawarman namanya. Beliau menjadi raja, terlihat di tiga belas, Sukla Paksa, Cetra masa, tiga ratus tujuh belas di tahun Saka (317 S/24 Maret (?) 395 M). Selama menguasai kerajaan Tarumanagara, Beliau telah memerangi raja tetangga seluruh Jawa barat yang tak tunduk, Sang Purnawarman selalu menang kala berperang. Semua desa-desa yang ada di Jawa barat dikuasai olehnya. Beliau manusia perkasa, mahir berbagai pengetahuan, jaya dalam peperangan sebagai raja yang perkasa, ya disebut harimaunya Taruma-

(40) nagara.

Karenanya lama-kelamaan Beliau menjadi raja yang besar pengaruhnya di bumi Jawa barat Sri maharaja Purnawarman laksana cahaya mentari raksasa yang melindungi (?) dan kerajaan Tarumanagara pada saat itu adalah sangat besar pengaruhnya di bumi pulau Jawa. Dan demikian deras seperti hujan raja tetangga yang mengabdi kepada Tarumanagara, masing-masing datang ke ibukota dengan membawa pengikutnya bersenjata lengkap, ada pun itu raja ada di bawah (kekuasaan)nya, masing-masing memberikan hadiah kepada Sang Maharaja Purnawarman dan mereka semua memuja menghaturkan puja-puji raja bawahan kepada Maharaja Purnawarman, dalam beberapa hari semua raja dan bala tentaranya, lengkap membawa serta berbagai peralatan tempur. Berkumpul di tempat suci dimana ketertiban ditegakkan oleh Sang Maharaja Purnawarman yang telah duduk di singgasana emas.

Pada saat itu termasuk juga raja

(41) di bawah kekuasaan Sang Purnawarman telah duduk di balairung demikian juga semua petinggi kerajaan, tanda, raja wilayah, para panglima perang dari raja bawahan, panglima angkatan laut, para jaksa negara, brahmana resi, pendeta, pujangga besar (cendikiawan) dan semua sanak keluarganya Sang Maharaja Tarumanagara hingga leluhur (tetua) datang di situ.
Utusan-utusan dari negara yang bersahabat dengan Tarumanagara, sudah duduk berjajar Sang Permaisuri dan ibunda Sang Purnawarman telah hadir di situ. Tampak bala tentara berdiri berjajar menjaga pintu membawa berbagai peralatan tempur, pintu dalam dijaga dua orang prajurit, setiap pintu dijaga kuat-kuat oleh bala tentara.

Adipati-adipati dan Bupati yang memimpin daerah sudah hadir di balairung, di situ amatlah hebat terlihat Sang Maharaja Purnawar- 

(42) man dan Sang Permaisuri di atas singgasana, seolah-olah Sang Maharaja Tarumanagara dan permaisuri adalah titisan Sang Bhatara Wisnu dan Sang Dewi Laksmi. Beliau terbukti sebagai Sang Purnawarman yang jaya di segenap tanah Jawa barat yang berkuasa Maharaja Tarumanagara.

Tampaklah Sang Purnawarman bercahaya badannya sangatlah berkilauan sebab tersulut oleh busananya intan berlian, emas dan kristal, laksana Bhatara Wisnu turun dari swargaloka dan di bumi (menjelma) sebagai Sang Purnawarman raja yang sangat berwibawa dan sangat perkasa, mahir dalam berperang, dan mengalahkan berbagai musuhnya. Semuanya memberi upeti telah dihaturkan kepada Sang Maharaja dari semua raja wilayah yang di bawah pengaruh dan diatur oleh Tarumanagara. Oleh karena itu kerajaan mengadakan festival.

Se-

(43) muanya (menyediakan) perlengkapan upacara air (?) dan bermacam hidangan lezat. Di situ tampaklah bermacam hidangan wesalehya madhupānādi (?) merasakan kenikmatannya. Dalam festival tampak sangat meriah. Penyebabnya yang dibuat hadiah yakni ada bunyi gamelan serta beberapa orang penari cantik, juga pembantu wanita (dayang ?) kerajaan yang sangatlah mangapuhanaken (?) semua lelaki dengan dorongan nafsu. Beberapa pemimpin Tarumanagara semuanya ada di situ diantaranya, Perdana menteri, Panglima angkatan laut Panglima perang yakni Panglima besar, pemimpin wilayah bupati, pemimpin para pendeta, beberapa menteri muda, serta amat banyak pimpinan (raja) wilayah (singgah ke) perbatasan, dan beberapa kerabat beliau Sang Maharaja Tarumanagara, juga bangsawan negara dan banyak lagi lainnya.

Kala

(44) itu alun-alun istana dipenuhi oleh perkemahan beberapa raja yang di bawah pengaruh Sang Purnawarman para raja itu lengkap beserta pengiringnya lengkap dengan pengawal dan dayangnya. Kedatangannya Sang raja ada yang naik gajah ada yang naik kereta, naik perahu, ada yang naik kuda, dan berjalan kaki. Adapun semua raja yang hadir menghadap kepada Sang Purnawarman datang ke ibukota Tarumanagara dengan membawa hadiah (upeti ?) itu tahun, pada sebelas Sukla paksa, yakni bulan Cetra. Pada tiga belas hingga lima belas Sukla paksa, yakni bulan Cetra, berkumpul bertatap muka dan berpesta pora.

Sang Purnawarman sesudah dilantik menja-

(45) di raja menggantikan ayahandanya lantas ibukota Tarumanagara dialihkan ke sebelah utara. Di situ Sang Purnawarman membuat tulisan di atas batu banyaknya tiga buah sebagai tanda kepahlawanannya Sang Purnawarman lalu ia bersemayam di istana baru dengan Sang permaisuri dan semua pengiringnya. Pada saat itu Sang Raja Resi yakni ayahanda Sang Purnawarman telah meninggal (?). Walaupun demikian tahta kerajaan telah di kuasakan kepada Purnawarman lalu menjadi raja.

Karenanya masuk (?)lah beliau kedalam pertapaan, karena ia telah sampai pada makrifat. Dua tahun kemudian Raja resi wafat, Raja resi disebut Sang Lumah di candrabhaga, di saat itu pula putra Sang Raja resi kelak nanti-nantinya membuat tulisan di atas tugu batu, dengan membuatlah tempat suci Raja resi beserta perangkat upacaranya, demikian juga di tepi sungai Ghomati sebagai

(46) tanda peringatan bagi Sang manusia unggul yang wafat di tepi sungai itu. Tampaklah sangat unggul ayahnya (?) Sang Brahmana yang memiliki mantra yang berkekuatan magis bentuknya dari kejauhan tampaklah seperti padang yang damai. Juga ia Sang Taruma Nrepa (raja Taruma) membuat kurban api, melakukan upacara pemujaan saat terbenam matahari, di tepian sungai Candrabaga dengan diiringi seluruh pendeta, menteri, raja wilayah, raja bawahan, semua pemimpin bala tentara, keluarga dengan pengiringnya dan banyak juga penduduk, datang di situ mereka semua memuja-muji pada kemashuran kepahlawanannya (?).

Sang Raja resi Brahmana yang memiliki mantra yang berkekuatan gaib yang telah wafat, juga bapak tua Sang Raja Diraja Guru yaitu Sang Lumah di Ghomati. Sebab ini seperti apa yang dilakukan, sejak dulu kala di tempat asal-usul mereka yakni negeri Bharata. Adapun Sang permaisuri Purnawarman putri dari raja bawahannya. Itu

(47) permaisuri wanita yang sempurna kecantikannya bagai sinaran bulan empat belas paruh terang.
Sedangkan istri lainnya adalah dari Swarnabhumi, putri dari Raja di sana. Ada juga istrinya dari Bhakulapura, dan Jawa timur semuanya putri raja. Serta ada pula beberapa istri Sang Purnawarman tak beranak, dari Sang permaisuri beranaklah beberapa orang lelaki dan perempuan. Didapatkan putra mahkota, yang kelak menggantikan ayahandanya termashur dengan nama Sang Wisnuwarman raja muda Tarumanagara.

Sangatlah mencintainya Sri Maharaja Purnawarman putranya adik Sang Wisnuwarman, adiknya perempuan sempurna kecantikannya diperistri oleh raja Swarnabhumi. Kelak Sri Jayanasa raja besar di Swarnabhumi anak cucunya, diantaranya sejumlah Dinasti Warman di pulau Jawa, Sang Purnawarman adalah manusia utama diantara dinasti itu.

(48) Beliau raja yang sangat besar wibawanya, tindakan sangat berani dan perkasa. Ia banyak mempraktekan ilmu pemerintahan. Beliau memperkokoh kedaton baru, yang dibuat setelah ia menjadi raja Tarumanagara, yakni sebelah barat dari kedaton ayahandanya. Beliau memperkokoh kebesaran wilayahnya seluruh Jawa barat. Dengan kerajaan Cina bersahabat sebab ia sahabat yang sejajar.

Sang Maharaja Purnawarman penyembah Bhatara Wisnu. Juga ada yang menyembah Bhatara Sangkara (Sywa), menyembah Brahma dan lainnya lagi. Meskipun demikian penduduk pribumi, banyaklah mereka yang memuja (roh) nenek moyang, perilaku sejak dulu asal mula dan apa yang berlaku dahulu (?). Juga ada yang memuja Sang Buddha tetapi tak seberapa.
Pada saat itu Tarumanagara adalah bumi yang tentram di pulau Jawa. Ini permulaan penduduk rendah menengah utama lelaki perempuan semuanya,

(49) penduduk sangat bahagia hidup di bumi Tarumanagara, demikian juga pendatang baru dari pulau-pulau sekitar Nusantara dan negeri seberang lainnya.

Pada tahun ketiga setelah ia menjadi raja Sang Purnawaraman membuat perusahaan pemberhentian perahu. Pelabuhan itu ada di tepi lautan. Kian hari semakin banyak perahu datang beberapa buah, dari berbagai negara. Pelabuhan itu selesai dibuat, yakni selesai tujuh paruh terang Margasira hingga empat belas paruh gelap bulan Dhasya (jyesta) (19 Desember-13 Juni ?).

Adiknya Sang Purnawarman yakni terkenal dengan nama Sang Cakrawarman menjadi Panglima angkatan perang. Sedangkan sanak keluarganya yakni, adik ayahandanya yang terkenal dengan nama Sang Nagawarman menjadi Panglima angkatan laut. Ia senantiasa pergi ke seberang sebagai utusan Sang Purnawarman Maharaja Tarumanagara.

Dengan tujuan

(50) menciptakan persahabatan, sudahlah dia pergi ke Sanghyang Hujung, sudah ke negeri Sangka, sudahlah ia ke negeri Yawana, sudahlah ia ke Campay (?) di negeri Bharata, sudahlah ia datang ke negeri Sopala, sudahlah ia pergi ke Bhakulapura, negeri Cina, sudah ke Swarnabhumi, dan banyak lagi berbagai pulau-pulau. Karena dia adalah Sang pemimpin kerajaan Taruma.
Ia Sang Nagawarman mahir berperang, sudah besar kepahlawanannya kepada negara Sang Nagawarman dengan beberapa orang tanda, serta petinggi kerajaan, jaksa sebagai utusan Tarumanagara pergi ke negeri Cina dengan membawa barang-barang hasil bumi, yang biasa dihasilkan penduduk setempat, gulai-gulaian dan hasil berburu serta banyak lagi. Semuanya diberikan kepada Maharaja Cina. Karena kerajaan Cina bersahabat dengan kerajaan Tarumanagara.
Lalu Sang Maharaja Cina mem-

(51) berikanlah kepada sang utusan Tarumanagara, pakaian dan perhiasan serba indah, emas, perak, intan dan berbagai benda lainnya lagi, juga saling balas-membalas surat pada saat itu. Pada dua belas paruh gelap bulan Jesta tiga ratus lima puluh tujuh, di tahun Saka (357 S/435 M 9 Juni ?). Setahun kemudian pergi ke Sanghyang Hujung, lima bulan kemudian pergi ke Swarnabhumi.

Lalu digantikan kisahnya segera, dan dalam kisahnya, dia raja pribumi Bhakulapura, sang Kudungga namanya, sang Kudungga anaknya sang Attwangga, sang Attwangga anaknya sang Mitroga, dinasti mereka itu telah beberapa puluh keturunannya menetap ada di sini, menjadi pemimpin penduduk pribumi beberapa ratus tahun silam asal-usul dinasti ini dari negeri Bharata. Nenek moyang mereka sang Pusyamitra yakni manusia unggul jaya dalam peperangan adalah nenek moyang dinasti Sung-

(52) ga di Maghada di bumi Bharata. Kemudian sejak dinasti ini di bawah perintah oleh dinasti Kusana.

Sejak itu anak istri dan sanak keluarga dinasti Sungga tersebar di beberapa negara, ada yang ke utara, ke selatan, ke timur, ke barat, salah satu anak istri dari dinasti ini dan sanak keluarga serta pengawalnya tiba di sebuah pulau yang kemudian Bhakulapura namanya. Kute mandala namanya lagi, kemudian putri sang Kudungga diperistri oleh Aswawarman putranya sang Dewawarman dari Jawa barat, ia sang Dewawarman ini keturunan yang ke delapan.

Adapun sang Dewawarman pertama menjadi ratu Jawa barat dahulu pada lima puluh dua, di tahun Saka (52 S/130 M). Beliau juga berasal dari bumi Bharata. Beberapa anak cucunya sang Dewawarman pertama menjadi raja Jawa ba-

(53) rat bersahabat dengan kerajaan Cina saling mengasihi, saling memberi hadiah benda-benda hasil negeri (?) masing-masing, saling berkirim surat sang putra, serta saling berniaga berbagai barang dan lainnya lagi.

Adalah satu kerajaan di bumi Bharata tak suka melihat persahabatan yang erat dan menjadikan kerajaan Jawa barat negara makmur sejahtera. Oleh karenanya kerajaan Jawa barat diserang oleh kerajaan dari negeri Bharata, lalu kalahlah itu kerajaan Jawa barat, meskipun demikian anak cucunya yang juga senama yakni sang Sewawarman menjadi ratu di situ, karena ia sang musuh tidak menjajah dan menduduki ia sang kalah, sekembalinya menyerang lalu pulang ke negaranya.

Adalah sang Dewawarman yang senama (bergelar sama) dengan sang Dewarman yang awal itu mengganti-

(54) kan kakandanya yang wafat tanpa anak, karenanya adiknya sang Dewawarman yang menetap dibumi Bharata, diperintahkan menjadi raja di bumi Jawa barat, ia sang Dewawarman telah lama bersahabat dengan raja Bakulapura sang Kudungga namanya.

Karenanya anak sang Dewawarman yang terkenal dengan sebutan sang Aswawarman sejak kanak-kanak oleh sang Kudungga dianggap anak kandungnya yakni menjadi anak angkat, selanjutnya sampai menjadi putra mahkota, Beliau menjadi menantu oleh sang Kudungga raja Bhakulapura. Karena juga tempat asal usul dari ayahandanya, yaitu sang permaisuri Dewawarman adalah keluarganya sang Kudungga.

Kemudian sang Aswawarman diangkat menjadi raja (?), lalu dinobatkan menjadi raja di Bhakulapura, menggantikan sang Kudungga telah mang-

(55) kat. Selanjutnya pernikahannya sang Aswawarman dengan anak sang Kudungga, beranaklah ia tiga orang, salah satu diantaranya sang Mulawarman, karenanya sang Kudungga tak disebut bagian dari dinasti (?), karenanya, anak perempuannya maka oleh sebab itu sang Aswawarman sebagai asal mula dinasti (?).

Sedangkan kakak istri sang Aswawarman menjadi istri Rajadhiraja Guru yakni Jayasinghawarman namanya lagi, raja Tarumanagara di bumi Jawa barat, karena kekerabatan antara anak cucunya sang Rajadhiraja Guru dengan anak cucunya sang Aswawarman senantiasa mengikat persaudaraan (?). Kedua kerajaan itu masing-masing bersahabat dengan kerajaan Cina.

Mereka masing-masing mengutus duta persahabatannya ke kerajaan Cina, demikian juga u-

(56) tusan kerajaan Cina pergi ke Tarumanagara dan negara Bhakula. Sejak dahulu hingga saat ini (?), banyaklah kerajaan di pulau-pulau di Dwipantara saling bersahabat antara raja kerajaan tetangga. Ada yang sama kedudukannya, ada yang kerajaannya, ada yang besar kekuasaannya, ada yang saling berselisih diantaranya.

Ramailah perahu, di lautan kepulauan, dari berbagai negara, dengan memusatkan perhatian mereka yaitu, berniaga dan usaha jasa berbagai barang, diantara raja yang ada di Nusantara pada saat itu. Sang Purnawarman yakni raja Tarumanagara inilah (?) yang sangat besar wibawanya.
Tak ada satupun panah yang mampu menembus tubuhnya sang Purnawarman karena ia sang Purnawarman senantiasa memakai baju sakti dari besi seluruh tubuhnya, dari kepala hingga kaki, serta menaiki gajah Erawata namanya

(57) karenanya ia disebut orang sakti.

Di waktu lampau awal berdirinya Tarumanagara semata-mata hanya kerajaan kecil di bumi Jawa barat semakin lama menjadi negara besar lebih dari dua belas raja wilayah, yang mengabdi kepada kerajaan Taruma. Semua musuhnya digenggam erat oleh Purnawarman itu pakaian menjadi andalannya (?), siapapun yang sengaja (merintangi), akibatnya mereka terbunuh.

Sang Purnawarman adalah orang besar, ia orang yang mengusahakan kemakmuran bagi negerinya. Adapun sang Purnawarman bersemayam di istana Kotaraja Sundhapura yang ada di tepian sungai Ghomati, di sana tampak berkibaran di atas istana bendera simbol kerajaan Taruma yakni teratai di atas kepala gajah Erawata gambar benderanya tanda raja dedaunan dari emas keme-

(58) rahan bentuknya.

Sedangkan bendera bergambar naga sebagai bendera tanda dari angkatan laut Tarumanagara, tampak berkibaran di atas kapal perang yang ada di tepian pantai, di situ tampak banyak yang berlabuh, sedangkan bendera lainnya yaitu bendera bergambar singha, bendera bergambar harimau, bendera bergambar babi hutan, bendera bergambar kuda, bendera bergambar srigala, bendera bergambar ular, bendera bergambar kucing liar, bendera bergambar garuda, bendera bergambar beruang, bendera bergambar kerbau, bendera bergambar ikan, bendera bergambar kambing ?), bendera bergambar kijang, bendera bergambar sapi, bendera bergambar angsa (?), bendera bergambar kera, dan banyak lagi lainnya. Semuanya itu benderanya raja wilayah yang mengabdi pada Tarumanagara.
Adapun kerajaan Indraprastha yaitu kerajaan bagian barat yang benderanya bergambarsinga. Di kerajaan Indraprastha ada sungai, Gangga namanya, di muara su-

(59) ngai Suba namanya, menurut Pustaka Pararatwan Sundhabhumi, kerajaan Indraprastha kelak disebut Carbon Girang kemudian, itu wilayahnya.

Sedangkan benderanya bala tentara Tarumanagara masing-masing berbagai bentuk (alat) perang (?). Selama ia menguasai Tarumanagara, sang Purnawarman telah menyelesaikan karya besar yakni memperkokoh sepanjang tepian sungai, memperbesar sungai itu, serta pula memperdalam beberapa sungai di seluruh Jawa barat, pekerjaan ini yaitu dibuat oleh penduduk dari berbagai daerah di Tarumanagara, mereka kerja bakti kepada rajanya.

Beberapa ribu penduduk lelaki perempuan semuanya berbondong-bondong pergi menuju sungai itu. Ada yang tua ada yang muda, berasal dari penduduk rendah menengah utama juga bala

(60) tentara, yang menjadi pekerja (? menjadi istri ?), awal mula pekerjaan (? menjadi istri?) itu di sungai Gangga. Karena sungai itu menjadi selaras dengan aturan sucinya masyarakat setempat seluruh Jawa barat setiap tahun.

Banyaklah orang mandi di sungai Gangga dapat menghilangkan dosa (?) dalam ritual sucinya (?) seumur hidup. Ini sebagaimana di negeri Bharata yaitu mengikuti persis tingkah laku di negeri asal (leluhur)nya sang Purnawarman. Adapun pekerjaan itu memperkokoh dan membuat bagus sepanjang tepian sungai awadasa (? sembilan belas? dua puluh?) paruh gelap bulan Margasira sampai lima belas paruh terang, bulan Posya pada tiga ratus tiga puluh dua, di tahun Saka (332 S/410 M).

Lantas sang Purnawarman membuat upacara persembahan kepada Brahmana-brahmana dan kapwajti (?). Persembahan itu dari sang

(61) Maharaja, rinciannya masing-masing yakni lima ratus sapi pakaian kuda dua puluh, gajah seekor diberikan kepada raja wilayah ini dan berbagai hidangan lezat. Pekerjaan itu dibuat oleh beberapa ribu penduduk lelaki perempuan dari berbagai daerah, mereka yang telah menyelesaikan pekerjaan semuanya diberilah persembahan itu. Karenanya senang hati mereka.

Lantas dua tahun kemudian pekerjaaan yang memperkokoh dan membuat bagus di tepian sungai Cupu, sungai di Cupunagara. Sungai itu airnya mengalir hingga ke kedaton kerajaan ini pekerjaan dibuat pada empat paruh terang bulan Srawana sampai tiga belas paruh gelap, bulan Srawana tiga ratus tiga puluh empat di tahun Saka (334 S/412 M). Kemudian Sang

(62) Purnawarman membuat upacara persembahan kepada brahmana-brahmana dan kapwajti (?) di situ dan memberi sapi empat ratus pakaian dan bermacam makanan lezat.

Semua penduduk laki perempuan, yang telah merampungkan pekerjaan itu diberi hadiah dari Sang Maharaja. Karenanya orang tani senanglah hatinya, demikian juga mereka para pedagang dengan menaiki perahu dari muara menuju desa-desa (yang) ada (di) tepian sungai.

Demikian juga, pada sepuluh (?sebelas?) paruh gelap, bulan Kartika hingga empat belas paruh terang, bulan Margasira, tiga ratus tiga puluh lima di tahun Saka (335 S/413 M) yakni, memperbaiki dan memperkokoh sepanjang tepian sungai Sarasah atau sungai Manukrawa namanya lagi. Pada saat itu Sang Maharaja sedang sa-

(63) kit karenanya Sang Purnawarman mengutus kepada sang perdana menteri dan beberapa orang petinggi kerajaan. Panglima angkatan laut, Sang Tanda (pejabat bea cukai), Sang Juru Sang Jaksa serta lengkap pengiringnya datang (dengan) menaiki perahu, bukankah mereka mewakili Sang Maharaja membuat upacara persembahan kepada brahmana-brahmana dan kapwajti (?).

Persembahan itu rinciannya satu persatu, sapi empat ratus kerbau delapan puluh, pakaian brahmana, sebuah bendera simbol Tarumanagara, kuda sepuluh, sebuah patung Hyang Wisnu, bahan makanan lezat (?). Semua penduduk yang ikut merampungkan pekerjaan juga mendapat hadiah, mereka para petani senang hatinya, sebab tegal miliknya tanahnya subur, karenanya i-

(64) tu tegal teraliri dari sungai itu, oleh karenanya di kala musim kemarau, tidak kekeringan. Pada saat itu jika ada penyamun dan bajak mereka dihukum mati, banyak penduduk susah hidupnya termasuk juga banyak berduka lara.

Karena adanya empat macam kasta diantara penduduk seluruh bumi Jawa barat, banyaklah penduduk memeluk dan menyembah Wisnu, menyembah Sangkara dan menyembah pitta (Brahma) sebagaimana kebiasaan sejak dulu.mengikuti sama persis leluhurnya mereka brahmana dan kapwajti (?) senantiasa memohon doa (memberi doa ? mendoakan kepada Sang Maharaja dan permaisuri termasuk juga sanak keluarganya.

Sedangkan penyembah budha tak seberapa telah dijadikan aturan adat (yang berlaku) di kerajaan Taruma pada saat itu yawed (?) telah menyelesaikan sementara (?) pada suatu pe-

(65) kerjaan besar, itu brahmana-brahmana semuanya telah menerima anugerah dan Sang brahmana memberikan berkat kepada Sang Maharaja yang diperuntukkan ini bertujuan terhindar dari sihir ilmu hitam, dan hendaknya penduduk memiliki simpanan bahan pangan yang melimpah.

Setelah itu Sang Purnawarman memperbaiki dan memperkokoh sepanjang tepian sungai Ghomati sungai Candrabhaga. Adapun sungai Candrabhaga beberapa puluh tahun yang lampau, oleh Sang Rajadhiraja Guru yakni bapak tuanya Sang Purnawarman telah membuat bagus dan memperkuat sepanjang tepian sungai itu, ini dikerjakan untuk kedua kalinya.

Saat itu sungai Ghomati dan sungai Candrabhoga oleh Sang Purnawarman itu pekerjaan dimulai pada delapan paruh gelap bulan Phalguna, hingga selesai pembuatan itu

(66) pada tiga belas paruh terang tiga ratus tiga puluh sembilan di tahun Saka (339 S/417 S).

Adapun pekerjaan di sungai Ghomati dibuat oleh beberapa ribu penduduk lelaki perempuan dari berbagai daerah semuanya masing-masing membawa perkakas tajam, kapak, beliung, golok, dan lainnya lagi, mereka kerja bakti kepada Sang Maharaja, tampaklah mereka, di siang (dan) malam bekerja membentuk barisan tak terkendalikan (tanpa diperintah ?) di tepi sungai, terentang (bagai) garis lurus tak terputus agar hendaknya tak terhalang, selanjutnya Sang Purnawarman mengadakan kurban sempurna serta (peresmian ?) pemberian persembahan kepada brahmana-brahmana yaitu sapi seribu, pakaian dan berbagai makanan-makanan yang lezat. Sedangkan mereka raja wilayah, a-

(67) da yang diberi persembahan kerbau, ada yang diberi persembahan emas, perak, ada yang diberi persembahan kuda, dan lainnya lagi.

Lalu Sang brahmana memberikan berkat kepada Sang Purnawarman, di situ Sang Maharaja membuat tulisan di batu, demikian juga ada di daerah lain, Sang Purnawarman senantiasa membuat tulisan merah di batu, lalu patung dirinya telapak kakinya, telapak kaki kendaraannya yakni gajah Sang Erawata, bendera simbol kerajaan Tarumanagara, kemashuran kepahlawanannya dan lagi, semuanya itu tersurat di batu ada di sepanjang tepian sungai, di beberapa daerah.

Adiknya perempuan Haranawarmandewi namanya, diperistri oleh orang kaya raya dari ne-

(68) geri Bharata, yang memiliki berpuluh perahu besar. Kemudian adiknya lelaki beberapa orang, masing-masing ada yang menjadi duta (besar) di kerajaan Cina, duta (besar) di Swarnabhumi, negeri Syangka, ada yang menjadi petinggi kerajaan, ada yang menjadi panglima angkatan laut, ada yang menjadi Jaksa.

Sedangkan putranya yang tertua menjadi putra mahkota yakni raja muda ia bergelar Sang Wisnuwarman, selanjutnya pada tiga paruh gelap, bulan Yesta hingga dua belas, paruh terang, bulan Asadha, tiga ratus empat puluh satu, di tahun Saka (341 S/429 M). Sang Purnawarman memperbaiki dan memperkokoh sepanjang tepian sungai, juga memperdalam sungai itu, sungai

(69) Taruma nama sungai itu.

Sangatlah besarnya sungai i kiri (? di sebelah kiri ?) kerajaan Taruma di bumi Jawa barat. Setelah rampung pekerjaan itu, Sang Purnawarman mengadakan kurban (yang) sempurna dengan upacara pemberian berkat kepada brahmana-brahmana, yaitu sapi delapan ratus pakaian dan berbagai makanan-makanan lezat bahkan dua puluh kerbau dan lainnya lagi. Lalu semua brahmana memberi berkat kepada Maharaja Tarumanagara.

Setelah menjadi Maharaja lamanya tiga puluh sembilan tahun, beliau wafat di usianya enam puluh dua ya disebut Sang Lumah (yang wafat) di sungai Taruma. Setelah Sang Purnawarman wafat, kemudian Sang putra raja tertu-

(70) a yakni Sang Wisnuwarman namanya, meneruskan ayahandanya menjadi raja Tarumanagara di bumi Jawa barat. Adapun yang mencapai putra mahkota, baik tingkah lakunya, dan apa yang menjadi perkataannya tak kurang istimewa, serupa ayaahandanya, beliau berani tindakannya perkasa raja paling utama, bagai di medan pertempuran saat berperang.

Beliau Sang Wisnu yang mahir berperang. Sang Wisnu dinobatkan menjadi raja Tarumanagara, di kala sempurna-sempurnanya di empat belas, paruh terang, bulan Posya, tiga ratus lima puluh enam di tahun Saka (356 S/434 M). Tena kalena (?) Sang Maharaja Wisnuwarman mengadakan pesta besar sayampratar (?) selama tiga hari tiga malam. Istana kerajaan dihiasi dengan berbagai bunga yang harum.

(71) Semua raja bawahan dari kerajaan kecil tanah Jawa barat ada di situ, beberapa utusan dari negara sahabat, pemimpin bawahan raja, yakni Sang perdana menteri, beberapa petinggi kerajaan Tarumanagara ada di situ, lalu Sang brahmana, sang pendeta, kapwajti (?), Panglima angkatan laut, sang pemimpin angkatan perang beberapa pemimpin pasukan wilayah, lalu istri raja, dan banyak lainnya lagi.

Dan mereka semua dijamu dan menyantap berbagai makanan lezat. Sebab berbagai hidangan dan wesaleh yamadhupanadi (?) ada di situ termasuk juga, membuat acara pesta besar ada gending dan penari berparas cantik. Melihat penarinya cantik, semua lelaki mabuk asmara bersamaan dengan itu berbagai makanan dan wesalehya 

(72) madhupānādi (?) dihantarkan oleh pembantu (dayang) istana dengan rupa yang cantik. Sangatlah meriah pesta itu. Lalu mereka semua mendoakan kepada Sang Maharaja Tarumanagara.

Lalu pada dua paruh terang, bulan Magha tiga ratus lima puluh tujuh di tahun Saka (357 S/435 M). Maharaja Tarumanagara mengutus dutanya di negeri Cina, negeri Bharata, negeri Syangka, negeri Campa, negeri Yawana, Swarnabhumi, Bakulapura, negeri Singa, negeri Dhamma dan semuanya negara sahabat. Juga semuanya raja yang ada di Dwipantara.

Adapun kedatangan para utusan diperintahkan untuk memberi tahu jika Maharaja Wisnuwarman menjadi raja di Tarumanagara menggantikan Sang Purnawarman termasuk juga persahabatan yang telah berlangsung

(73) tak putus janganlah kita bercerai berai, sudah sepatutnyalah kita mempererat saling mengasihi, saling bergandengan tangan janganlah saling bergandengan, dan saling mangada rahi (? Bertatap muka?) dan cinta kepada negara tetangganya.

Tiga tahun kemudian setelah ia Sang Wisnuwarman menjadi raja Tarumanagara, ada peristiwa gempa bumi, namun kecil dan tidak lama, setahun kemudia ada kejadian gerhana bulan, tetapi tak lama kemudian selesai. Kedua kejadian itu, oleh Sang Maharaja sebagai pertanda bahaya.
Agar selamat dan terhindar dari marabahaya terhadap negaranya Maharaja mengikuti nasehat sang Brahmana Siddhimantra (? nama? yang memiliki mantra gaib?) berjalanlah Maharaja mengikuti aliran sungai Gangga, yang ada di wila-

(74) layah Indraprahasta.

Dua bulan kemudian Sang Wisnuwarman di kala sedang tidur bermimpi melihat harimau tua (? dewasa?), celeng/babi hutan, garuda, beruang dan beberapa ekor satwa lainnya lagi, semuanya hewan liar, semua hendak menyerang Sang Maharaja yang menaiki gajah muda (? unta?). Sang Maharaja nyaris jatuh ke tanah tetapi sang gajah muda (? unta ?) maniwa (?) dan menghindarkan dari marabahaya.

Tiba-tiba datanglah brahmana menaiki Sang Gajah Erawata, lalu menyerang semua hewan buas yang maju, matilah mereka menjadi bangkai. Tetapi sang garuda bermuka jahat tak dapat ditundukkan, sebab bolak-balik ke angkasa. Kemudian sang garuda terus menerus membuntuti Sang Raja berupaya seluruh daya menyerang putra Sang Purnawarman.

Di kala sang garuda dan hewan buas hingga

(75) sekian lama berkelahi, lantas Sang Erawata kemudian melawan, saat bersamaansang brahmana naik (? terbang? melompat?) menyerang sang garuda kalah oleh Sang Raja, jatuhlah ia lantas mati. Karena mimpi itu, Sang Wisnuwarman gelisah batinnya.

Oleh karenanya sejumlah inundesa (?) serta petuah sang brahmana pendeta dikedepankan dan dilaksanakan. Tiga hari kemudian Sang Wisnuwarman dengan pengiringnya juga brahmana-brahmana, kapwajti (?) berangkat ke arah timur, ke Kerajaan Indraprahasta. Di sini Sang Maharaja disambut gembira oleh Raja Indraprahasta yakni Sang Wiryabanyu namanya.

Di kala pagi merambang saat mentari belum ada di atas Kedaton Indraprahasta Sri Raja bersama-sama Sang Wiryabanyu dengan sang brahmana, kapwajti serta peng-

(76) ikutnya telah berada di tepian sungai Gangga, Sri Raja dan Sang Wiryabanyu, sang brahmana, kapwajti serta petinggi kerajaan dan bebrapa orang raja bawahan Sang Tanda, Sang Juru, sang raja wilayah, semuanya lantas mandi di pemandian di tepi Sungai Gangga, sepanjang tepian sungai di jaga oleh bala tentara membawa berbagai senjata bersiaga lengkap, yakni tom-bak, gada, panah (dan) pedang, cis, belati (keris?) dan sebagainya lagi.

Tampak dari kejauhan pasukan itu semua sama-sama menggenggam senjata dan baju zirah. Setelah Sri Raja yang besar berjalan menuju pertapaan lalu menyembah kepada tempat suci (kuil? Candi?) Bhatara Wisnu dan Bahtara Sangkara (Siwa) yang ada di situ.

Setahun kemudian setelah Sang Wisnuwarman mandi di sungai Gangga, adalah suatu

(77) peristiwa di dalam Kedaton yaitu di kala Sri Raja dan permaisuri sedang tidur, di malam hari ada orang bersembunyi (menyusup?) lalu berjalan menuju peraduan Sri Baginda, dengan membawa pedang aiksana (?) dan belati (keris ?). Lantas orang itu angayati (?) pedangnya pada Sang Raja.
Di kala ia membunuh Sang Raja, jemarinya gemetaran, berkeringat tangannya, merosot pelahan pedang itu ke bawah, Sri Baginda kaget bangun juga Sang permaisuri. Orang itu kemudian ditangkap dan diikat dengan tali, Sang Raja murkalah akhirnya bala tentara semuanya datang ke situ.

Ada pun karenanya Sang Marabahaya tangan jemarinya gemetar berkeringat (ketika) melakukannya Sang Marabahaya telah la-

(78) ma tak berhubungan dengan istrinya serta ya ketagihan berhubungan dengan banyak wanita. Di situ ia melihat Sang Permaisuri tak memakai busana tak terbalut pakaian satupun. Karena melihat Sang Permaisuri tidur tak memakai pakaian jadi ia ingin menggauli. Karenanya apa yang diperbuatnya tanpa hasil.

Disebutkan (?) itu permaisuri, sangatlah mengagumkan rupa Beliau, tiada duanya, di pulau Jawa. Beliau adalah adik perempuan raja Bhakulapura. Sang permaisuri yakni Suklawarman Dewi namanya. Bercahaya indah istimewa wajah Beliau, dia wanita sempurna kecantikannya, bagai bidadari turun ke bumi, siapa (pun) melihat Sang Ayu tertariklah senang hatinya.

Se-

(79) dangkan sang suami yakni Sang Wisnuwarman adalah raja yang sangat baik perilakunya serta lembut dan saleh. Beliau amat pandai bermain sejenis permainan catur, berbeda perilaku ayahandanya, sangat pemarah, galak menakutkan dan sukalah ia berperang dengan musuhnya. Beberapa orang istri Sang Purnawarman dahulu, semua istrinya masing-masing berputra. Dari permaisuri Sang Purnawarman beranak ia Sang Wisnuwarman. Raja yang senantiasa memiliki, belas kasih dan cinta kepada sesama manusia.

Kemudian hari baru pagi di kala matahari ada di atas kedaton, pada saat itu, di empat belas paruh gelap, bulan Asuji, tiga ratus lima puluh sembilan, di tahun Saka (359 S/437 M). Sang Maharaja Wisnuwarman duduk di tengah balairung, beberapa orang petingi kerajaan, Sang Jaksa, Sang brahmana, Sang

(80) tanda, Sang juru saat itu mereka sedang berbincang-bincang (mengenai) perintah menghadap oleh Sang Maharaja.

Itu bheda sangke (?) Sri Baginda Wisnuwarman menghadapkan sang pembunuh yang tanpa hasil, tangan kakinya diikat tali dan dijaga oleh pasukan pengawal raja. Kemudian berkat Sri Baginda kepada sang pembunuh, “apa sebabnya kamu mau membunuhku, dan siapa yang menyuruhmu demikian?” Sang pembunuh tak mampu bicara, sebab ia sedang menangisi perbuatan rendahnya, tampaklah bercucuran air matanya. Kemudian sang salah jatuh menyembah, terdengar tangisnya.
Sesudah itu Sri Baginda berkata lagi kepada sang salah, “begitu banyak dan luaslah kehehdakmu (?), aku ingin berkata kepadamu. hai kamu, betul-betul sangat hina perbuatan dan ulahmu. Ada tinggal kebaikan keberhasilan (?) sesuai tingkah laku yang baik dan

(81) tingkah lakumu, tak ada perbedaan itu seperti hewan liar, lebih besar dosamu dari dosa sang bajak.”

Menangislah sang salah disebabkan rasa malunya, sedangkan air matanya senantiasa merembes. Kemudian Sri Baginda berkata lagi kepada sang salah, “jika kamu menyebutkan nama orang yang menyuruhmu membunuhku aku berjanji menghindarkanmu dan kamu diberi hadiah istimewa dariku, seberapa gembira hatiku, jika kata-kataku dituruti olehmu. Tetapi jika membantah dan tak patuhi keinginanku, kamu dihukum mati.” Mendengarkan perkataanya Sri Baginda, angde (?) badan sang terdakwa lantas dingin dan gemetaran.

Tertutupi sang kalah lalu melihat manatyatham (?) an (? yan=jika ?) di-a ingin membunuh Sri Maharaja Wisnuwarman itu, adalah di-

(82) suruh oleh wilayah sahabat (?) Sang Cakrawarman namanya, yakni sanak keluargaga Sang Wisnuwarman raja Taruma. Adapun Sang Cakrawarman adiknya Sang Purnawarman, semenjak kakaknya meninggal Sang Cakrawarman ingin menjadi raja di Tarumanagara.

Anak buah Sang Cakrawarman yaitu tiada lain pemimpin pasukan Tarumanagara yakni Sang Dhewaraja namanya, lalu pemimpin pasukan pengawal raja yakni Sang Hastabahu namanya, lantas wakil panglima angkatan laut yakni sang Kudasindu namanya, lalu sang juru kedaton yakni sang Bhayatala namanya, serta banyak lagi pengikutnya kelompok bala tentara Tarumanagara.
Mendengar ucapan sang salah demikian, Sang Maharaja Wisnuwarman terkejutlah ia, demikian juga semua petinggi kerajaan dan

(83) semua yang hadir dalam diskusi di balairung. Pada saat itu Sang Cakrawarman tak datang di balairung. Beliau dan semua pengikutnya la-ri menyembunyikan diri ke hutan, bagai ayam hutan kemudian, tiada berapa lama (?) berjalan ke timur hingga di tepian sungai Taruma.

Sang Cakrawarman bersama-sama pengikutnya maningkes-ningkes hangas (?) di kerajaan Cepu, di sungai Cupunagara wilayahnya. Dia raja Cupu yakni sang Satyaguna namanya tak mau melindunginya. Dan mereka disuruh pergi dari Cupunagara. Karena sang raja Cupu dikuasai oleh Maharaja Taruma. Sang Cakrawarman terdiamlah batinnya disuruh segera pergi, tak boleh tinggal di kota besar kerajaan Cupu.

Meskipun telah sekian lama

(84) telah mengadakan perjanjian dan persahabatan antara Sang Cakrawarman dengan raja Cupu, juga tidak ingin memberi sarana. Selanjutnya Sang Cakrawarman beserta pengikutny pergi ke timur terlunta-lunta kian jauh mengasingkan diri ke hutan-hutan di pegunungan, semuanya telah singgah di pengembaraan lalu terusir di tengah hutan besar. Menetap di sana sementara.

Sebab mereka semua berharap hidup damai sejahtera, karenanya mereka ingin bersembunyi tinggal di hutan. Di saat yang bersamaan sejumlah raja, yang ada di seluruh tatar Jawa barat olehnya Sri Maharaja Wisnuwarman majnān (?) membunuh Sang Cakrawarman beserta pengikutnya. Diupayakannya (?) mereka semua raja-raja di tanah Jawa barat masing-masing mencari jejaknya Sang Cakrawar-

(85) man beserta pengikutnya.

Tak lama antaranya raja Indraprahasta tahulah jejaknya Sang Cakrawarman yang sedang bersembunyi di wilayah hutan sebelah selatannya kerajaan Indraprahasta. Karenanya sang raja Indraprahasta memerintahkan pergi ke hutan musuh. Semuanya bala tentara kerajaan Indraprahasta memakai zirah dan semua menggenggam berbagai senjata. Tampaklah mereka, ada yang naik gajah ada yang mengendarai kereta dan juga banyak pasukan pedati, banyak yang menyertainya. Sang Cakrawarman sekarang memiliki banyak bala tentara.

Bala tentara itu , diperoleh dari desa-desa. Karenanya tidak takut dengan bala tentaranya kerajaan Indraprahasta. Tampaklah sepasukan besar berangkatlah ke selatan

(86) beriringan membawa senjat lengkap semua perbendaharaan termasuk juga nasi beserta lauknya, air minum dan berbagai makanan lezat, ada di dalam kendaraan.

Berjalan di depan prajurit yang membawa bendera kerajaan Indraprahasta, yaitu bendera bergambar singa tampak berkibaran dari kejauhan. Adapun semua bala tentara oleh sang pemimpin pasukan yakni sang panglima Rababelawa namanya, menaiki gajah Sang Dhungkul namanya. Itu gajah hadiah dari sang Maharaja Bhanggala di waktu lainnya. Sedangkan sang panglima pasukan pedati ya Sang Bhonggolbumi namannya. Beliau kepala penduduk desa Sindang Jero.

Selama perjalanan bala tentara menyusup ke hutan besar dan hutan di gunung yang ada di wilayah selatan lantas ke barat kemudian berhenti sebentar se-

(87) bab senja telah tiba di situ ande (?) semua satwa liar lari ketakutan. Pada malam hari tampaklah gelap hutan belantara, hanya terdengar suaranya katak satwa liar dari kejauhan suaranya anjing hutan melolong suaranya monyet. Ada juga suaranya harimau, dan suaranya hantu (?) mengikik. Kemudian di ambang fajar ketika matahari telah nampak di timur. Semua senapati bala tentara bersiap kemungkinan itu. Saat itu (ada) kesepakatan yakni mengendap mendekati memukul dan menyerang bertubi-tubi sang musuh. Tak lama antaranya sepasukan besar berangkat serempak mendatangi dan memerangi musuh. Karena daerahnya sang musuh tak jauh dari situ. Bala tentara kerajaan Indraprahasta yang dipim-

(88) pin oleh sang panglima perang, senapati perang sang Ragabelawa, menggelandang ini seperti babi hutan maju.

Sedangkan bala tentara sang salah dipimpin oleh senapati sang Dhewaraja, sang Kudasindu, sang Hastabahu dan sang Bhagutala, menyongsong musuh yang datang menyerang itu, menyeranglah bala tentara yang menyerbu, berhadap-hadapanlah yang bertempur, tampak bala tentara menikam, menusuk dengan saling menikam ada yang bergumul, saling menendang saling meninju. Kemudian api dilemparkan dengan Cakra (? dipanah?) ke rumah terbakar kemudian, sang api berkobar di seluruh rumah yang ada di desa baru itu terbakar, karena besarnya api jika aghāsa (?) tak putus-putus. Bala tentara-

(89) nya Cakrawarman menjadi pergi ke sana kemari (tercerai berai), ada yang saling menyerbu kepada mereka yang pergi, ada yang saling bergumul saling pukul keduanya mati, ada yang terpeleset (?). Peperangan semakin berdekatan ada yang berlari membuntuti musuhnya.

Di medan peperangan terlihat kegemparan, serbu menyerbu, saling menusuk ramailah peperangan itu, antara keduanya yang berperang, ada yang dipenuhi darah, terluka dan mati. Banyaklah bangkai yang ada di medan peperangan, ramai suara senjata dan pasukan dengan kemarahan besar mereka. Ada yang menjerit-jerit karena merana kesakitan, sedangkan darahnya menyembur(?). Saat itu medan peperangan telah berubah menjadi lautan darah dan la-

(90) utan bangkai. Pada akhirnya angkatan perang kerajaan Indraprahasta memperoleh kemenangan dalam peperangan.

Ada pun bala tentara Sang Cakrawarman kalahlah mereka, banyak yang mati, beberapa puluh orang sisanya yang mati dan terluka. Sedangkan dia Sang Cakrawarman dengan sejumlah panglima bala tentaranya tewas di saat pertempuran yang tersisa dari yang mati semuanya ditangkap lantas dibawa ke kota besar Tarumanagara.

Di sana semuanya yang bersalaha dihukum mati. Setelah itu, semuanya Sang Panglima dan bala tentara memndapat hadiah kemenangan perang. Demikian juga dia Raja Indraprahasta, yakni Sang Wirya Banyu, diberi anugerah emas, perak, intan dengan senyatanya (?). La-

(91) in oleh karena itu (?) Sang Wisnuwarman beristri dengan putri raja Indraprahasta, yakni Suklawati Dewi namanya.

Dari Permaisuri Sang Wisnuwarman tak beranak sebab Sang Permaisuri wafat di kala muda usia karena sakit perut nonjok (Maagh akut?) Oleh karena itu istrinya Suklawati Dewi dijadikan Permaisuri, dari istri ini Sang Wisnuwarman berputra beberapa orang, lelaki dan perempuan. Salah satu putra tertua yakni Sang Indrawarman namanya. Kelak Sang Indrawarman menggantikan ayahandanya.

Selanjutnya hentikanlah ceritanya dahulu lalu digantikan dengan Sang Ksepa lamanya menjadi Maharaja Taumanagara, se-

(92) mua para ratu Tarumanagara.

Ini awal mula cerita garis besar yang tak ada (? tak lain?) dalam para ratu Tarumanagara, pertama awal mula menjadi negara Taruma di bumi Jawa barat di pulau Jawa. Sang Jayasinghawarman namanya menjadi raja dhiraja ghuru, di Kerajaan Tarumanagara, lamanya menjadi raja yaitu enam puluh tahun.

Beliau beristri dengan putri Sang Dewawarman yakni Dewi Minawati namanya. Sang Dewi Minawati mempunyai adik lelaki yakni Sang Aswawarman namanya, beristri dengan putri kepala penduduk di Bhakulapura yakni Sang Kudungga namanya. Dari istri ini Sang Aswawarman beranak beberapa orang, salah satu diantaranya yaitu Sang Maharaja Mulawarman namanya.

(93) Jaya Singhawarman yakni sang wafat di sungai Ghomati, beranak beberapa orang, salah satu diantaranya yakni Sang Dharmawarman disebut juga sang wafat di Candrabaga, menjadi raja Tarumanagara, lamanya tiga belas tahun. Sebutannya yaitu Raja Resi namanya.
Kemudian Raja Resi beranak beberapa orang lelaki dan perempuan beberapa orang diantaranya yakni, Sang Purnawarman namanya, menjadi Maharaja Tarumanagara lamanya tiga puluh sembilan tahun, adiknya lelaki yakni Sang Cakrawarman namanya, menjadi petinggi kerajaan di Tarumanagara, adik perempuannya yakni Dewi Hariwarman namanya.

Setelahnya lantas Sang Purnawarman beranak beberapa orang, beberapa orang diantaranya yaitu Sang Wisnuwarman mengganti-

(94) kan ayahandanya menjadi Maharaja Tarumanagara, lamanya yakni dua puluh satu tahun. Selanjutnya dari permaisuri pertama Sang Wisnuwarman tak beranak dari permaisuri kedua yaitu Dewi Suklawati namanya, putri Sang Raja Indraprahasta.

Kerajaan itu kelak di kemudian hari disebut Carbon Ghirang wilayahnya, itu beranak beberapa orang, dua orang diantaranya yakni Sang Indrawarman namanya, menjadi Maharaja Tarumanagara lamanya enam puluh tahun, kedua Sang Widalawarman namanya menjadi panglima perang. Adiknya Sang Wisnuwarman yakni Sang Kharabawarman namanya, menjadi petinggi kerajaan di Tarumanagara.
Setelah itu Sang Indrawarman beranak pinak beberapa orang, tiga o-

(95) rang diantaranya yakni pertama Sang Candrawarman namanya, yang menggantikan ayahandanya menjadi Maharaja Tarumanagara, lamanya dua puluh tahun, kedua perempuan yakni Dewi Komalasari namanya, ketiga Sang Brahmana Resi Santawarman namanya.

Lalu Sang Candrawarman beranak pinak beberapa orang, tiga orang diantaranya yakni pertama Sang Suryawarman namanya, menggantikan ayahandanya menjadi Maharaja Tarumanagara, lamanya dua puluh enam tahun, kedua Sang Mahisawarman namanya, menjadi petinggi kerajaan, ketiga Sang Matsyawarman namanya, menjadi panglima angkatan laut, ketiga yakni Dhewi Bhayusari namanya.
Setelah itu Sang Suryawarman beranaklah pinak beberapa orang, ti-

(96) ga orang diantaranya yakni, Sang Kretawarman namanya, Beliau menggantikan ayahandanya menjadi Maharaja Tarumanagara, lamanya lima puluh tujuh tahun. Karena Sang Kretawarman tak beranak karenanya tahta kerajaan digantikan oleh adiknya yakni Brahmana Resi Sang Sudhawarman namanya, menjadi Maharaja Tarumanagara, lamanya sebelas tahun, adiknya lagi yang perempuan yakni Dewi Tirtha Kancana namanya diperistri oleh Sang Maharsi Ghuru Manikmaya namanya.

Selanjutnya Sang Sudhawarman beranak pinak beberapa orang, dua orang diantaranya yakni Dhewi Mahasari diperistri oleh raja Cupunagara yakni Sang Nagajaya namanya. Kemudian dia Sang Nagaja-

(97) ya menggantikan Sang Sudhawarman menjadi Maharaja Tarumanagara. Di kala lima ratus enam puluh dua, di tahun Saka (562 S/640 M) mengutus dutanya ke negeri Cina dan beberapa buah negara yang telah bersahabat dengan Tarumanagara.

Raja Cupunagara Sang Nagajaya memberi tahu jika raja Cupunagara, sekarang menjadi Maharaja Tarumanagara dengan menyandang gelar Sang Nagajayawarman ia menjadi Maharaja Tarumanagara lamanya dua puluh enam tahun.

Adapun adiknya Sang Dhewi Mayasari yakni Sang Astuwarman menjadi pendeta di Tarumanagara. Lalu dalam perkawinannya Dhewi Mayasari dengan Sang Nagajayawarman beranak pinak beberapa orang, salah seorang dian-

(98) taranya yaitu, Sang Linggawarman namanya. Menggantikan ayahandanya menjadi Maharaja Tarumanagara, lamanya hanya tiga tahun.

Kemudian yakni Sang Maharaja Tarusbawa, yang kemudian kerajaan itu namanya diganti olehnya dengan nama kerajaan Sunda. Sang Maharaja Tarusbawa, pada lima ratus sembilan puluh empat di tahun Saka (594 S/672 M) ia bersahabat dengan kerajaan Sriwijaya di bumi Swarnadwipa.
Adapun putri Sang Linggawarman itu diperistri oleh Maharaja Tarusbawa yakni Dhewi Minawati namanya. Adapun Sang Suryawarman menjadi Maharaja Tarumanagara yakni, pada empat ratus lima puluh tujuh di tahun Sa-

(99) ka (457 S/535 M).

Beberapa hari kemudian Sang Suryawarman mengutus duta-duta Tarumanagara ke beberapa negara sahabat diantaranya ke negeri Cina, negeri Campa, negeri Syangka, negeri Jawana, Bhakulapura, negeri Bhanggala, negeri Bharata, dan beberapa negara lainnya.

Tujuannya duta kerajaan, adalah pertama yakni mengabarkan jika raja Tarumanagara sudah diganti oleh Sang Pangeran yaitu Sang Suryawarman. Karena Sang Candrawarman telah mangkat, pada sembilan paruh gelap, bulan Phalguna, empat ratus lima puluh tujuh, di tahun Saka (457 S/535 M).
Duta itu masing-masing diantaranya yakni, petinggi agama kerajaan Sang Santawarman yaitu sanak-saudara Sang Maharaja Suryawarman yang menjadi duta ke beberapa naga(ra) yang ada di sebelah barat da-

(100) ri Sanghyang Hujung, lalu menteri muda Sang Mahasawarman sebagai duta ke beberapa negara yang ada di sebelah timur Sanghyang Hujung. Adapun Sang Mahisawarman yakni adiknya Sang Maharaja Suryawarman. Sedangkan utusan ke beberapa negara yang ada di Dwipantara yakni Sang Panglima Hasta Prakosa namanya, dan senapati di medan perang Sang Lindhu Pertiwi salah satu gelarnya.

Pada saat itu adalah dua orang Brahmana dan seorang pujangga, turut serta dengannya Sang Santawarman duta yang ke barat tujuannya Sang Brahmana dan pujangga yakni ke negeri Phalawa di bumi Bharata. Sedangkan raja Cupunagara, Sang Jaksa, Sang Bhik-su sarwāstiwāda pemuja budha, ikut serta bersama-sama sang duta Mahiswarman menuju nege-

(101) ri Cina. Adapun Sang permaisurinya Sang Kertawarman dari keluarga raja Salankayana, tetapi tak beranak. Sedangkan Maharaja Sundhawarman permaisurinya, adalah keluarga raja Phalawa Sang Mahendrawarman. Di kala usia muda sang Suddhawarman telah menetap di Khan chi, negeri Phalawa di bumi Bharata.

Cucu Maharaja Suddhawarman yakni Sang Linggawarman setelah dinobatkan menjadi Maharaja Tarumanagara, pada lima paruh gelap, bulan Caitra, lima ratus delapan puluh delapan, di tahun Saka (588 S/666 M), Beliau mengutus duta ke negeri Cina dan beberapa negara yang bersahabat dengan Tarumanagara termasuk juga beberapa lěksa (?) sebelum ia meninggal, mengutus duta ke beberapa negara, diantaranya negeri Jawa-

(102) na, negeri Cina, negeri Bharata, yakni kerajaan Phalawa dan negara yang ada di pulau-pulau di bumi Nusantara. Di kala Sang Kertawarman mengutus duta ke negeri Cina, pada empat ratus delapan puluh tujuh di tahun Saka (487 S/565 M), perahunya sang duta Tarumanagara, dihadang oleh perahu sang bajak ada di tengah negara Cina, kemudian berperanglah keduanya, ramailah yang berperang, mendesak saling membunuh antara bala tentara Tarumanagara dengan sang bajak.

Saat itu datanglah kapal perangnya negeri Cina, terus ikut menyerang sang bajak dan menyelamatkan perahu sang duta Taruma. Pada akhirnya sejumlah bajak kalah, semua mereka terbunuh, mereka yang tertangkap juga dibunuh. Setelah itu semu-

(103) a bangkai sang bajak dijadikan satu ditumpuk di perahunya, lalu menghancurkan (?) dan tinunwan (?) oleh bala tentara Cina. Selanjutnya perahu negeri Cina dan perahu Tarumanagara, pergi menuju negeri Cina.

Lalu persahabatan kerajaan Ci-na dengan Tarumanagara telah lama bergandengan tangan tak terlepas. Demikian juga dengan negara-negara yang ada di Nusantara kerajaan Cina tak menjajah. Sebaliknyalah bersahabat yang telah terjadi beberapa ratus tahun yang silam. Termasuk juga beberapa negara lainnya lagi, yaitu negara Bharata, negara Syangka, negara Yawana, negara Campa, negara Kamboja, negara Ghandi, Mahasi, Hujung Mendini, negara Sophala, negara Singha dan ne-

(104) gara-negara yang ada di seluruh Dhwipantara.

Berganti cerita lagi. Adapun Sang Resi Ghuru Manikmaya namanya. Beliau datang dari Jawa timur tetapi negeri asal usulnya negeri Bharata dari dinasti Salankayana, beberapa negeri diantaranya negeri Ghandi, Mahasi, Sanghyang Hujung, Swarnabhumi, pulau Bali telah lebih dulu disinggahinya.
Sang penyebar kemakmuran (?) Sang Resi Ghuru beristri Dhewi Tirtha Kancana namanya, putrinya Sang Maharaja Suryawarman atau adik istrinya Sang Kertawarman. Karenanya Sang Resi Ghuru, diberi anugerah daerah yaitu Khendan namanya, dan lengkap dengan abdinya, pasukan bersenjata.
Ia diangkat ratu di wilayah Khendan, sebagai

(105) Raja Resi, Sang Maharaja memberikanlah seluruh perabot yang wajib dimiliki raja, termasuk juga sejumlah pakaian hiasan dandanan atribut raja dan permaisuri, dan petinggi kerajaan, berbagai benda dan bermacam makanan lezat, seluruh raja wilayah yakni di seluruh kerajaan di bumi Jawa barat diundang dengan surat oleh Sang Maharaja Tarumanagara, jika Rajarsi Khendan janganlah ia dimusuhi sebab Sang Rajarsi Khendan adalah menantuku. Lindungilah (ia) oleh kalian semua, serta Sang Rajarsi Ghuru Khendan selaku brahmana yang memiliki mantra gaib nan sempurna dan, Beliau telah memakmurkan pada aturan suci. Siapa yang menolak Rajarsi Ghuru Kendan kuhukum mati

(106) dan kerajaannya kubebaskan dari pajak kemudian. Dalam perkawinannya putri Tarumanagara Dhewi Tirtha Kancana dengan Sang Resi Ghuru Manikmaya ratu di Khen dan berputra beberapa orang, lelaki dan perempuan, salah satu diantaranya yakni Raja putra Suraliman namanya,
hingga dua puluh tahun lamanya ia remaja, kian tampak rupawan badannya, dan pandai berperang. Karenanya ia dijadikan panglima di medan perang, lantas menjadi Panglima bala tentara Tarumanagara. Setelah ayahandanya yakni Sang Rajarsi Ghuru Khendan wafat, Sang Panglima Suraliman diangkat ratu di Khendan meneruskan a-

(107) yahandanya, pada saat itu, pada dua belas, paruh gelap, bulan Asuji, empat ratus sembilan puluh di tahun Saka (490S/568 M).

Sang Suraliman di kala berperang ia senantiasa mengalahkan musuh, karena ia adalah pahlawan yang hebat mahir berperang Raja Khendan. Dalam perkawinannya dengan putri Bhakulapura anak cucu dari dinasti Kudungga di masa silam (?), Sang Suraliman berputra dua orang, lelaki dan perempuan, diantaranya masing-masing, anak tertua yakni Sang Khandihawan atau Sang Rajarsi Dewaraja atau Sang Layuwatang namanya lagi.

Sedangkan kedua adiknya Sang Khandiyawati namanya, gadis yang sempurna kecantikannya, sa-

(108) ngat cantik wajahnya. Sri Dewi Khandiyawati lantas berjodoh dengan orang kaya raya dari Swarnabhumi, dan ia menetap di tanah negara suaminya, Sang Suraliman menjadi ratu Khendan lamanya dua puluh sembilan tahun.

Setelah meninggal, anaknya Sang Khandihawan yang tinggal di Medang Jati, menggantikan ayahnya. Tetapi Sang Khandihawan menjadi ratu di Medang Jati. Lamanya lima belas tahun. Adapun Sang Khandihawan di kala menjadi ratu wilayah, dengan nama penobatan Sang Bharata Wisnu, di Medangghana negaranya atau Medangjati namanya lagi sang Khandihawan beranaklah

(109) ia beberapa orang lelaki, salah satu diantaranya yakni Sang Wretikandayun. Beliau menggantikan ayahnya menjadi ratu, tetapi ia menjadi ratu di Ghaluh wilayahnya, kemudian menjadi Rajarsi di Menir Mandala. Sang Wretikandayun dinobatkan menjadi ratu di Ghaluh, pada empat belas, paruh terang, bulan Setra, lima ratus tiga puluh empat di tahun Saka (534 S/612 M).
Ini awal pertama kali berdirinya kerajaan Ghaluh di Jawa barat di pulau Jawa. Sang Wretikandayun menjadi ratu di Ghaluh lamanya sembilan puluh tahun, Beliau beristri dengan putrinya Sang Makandriya, yaitu Nay Manah Asih menja-

(110) di permaisuri di kedaton Ghaluh. Dalam perkawinannya dengan Nay Manah Asih itu, Sang Wretikandayun beranaklah ia lelaki tiga orang, diantaranya masing-masing yakni, anak tertua rahyang Sempakwaja namanya, menjadi Resi Ghuru, menetap di Ghalunggung. Anak penengah Rahyang Khidul namanya, menjadi Resi Ghuru di wilayah Dhenuh, dan anak bungsu yakni Rahyang Mandiminyak namanya, menjadi ratu di Ghaluh, menggantikan ayahandanya.

Rahyang Mandiminyak tidak suka melihat kakaknya Sang Sempakwaja berjodoh dengan Pwahaci Rababu. Karenanya Sang Mandiminyak sangatlah tergila-gila dan sangat

(111) berhasrat(?) pada Sang Ayu. Sebab Pwahaci Rababu wanita yang sangat sempurna kecantikan wajah Beliau. Itu wajah terunggul demikian tanpa tandingan, tampaklah tumbuhnya bersinaran tersulut (?) oleh busananya yang bertaburkan baiduri (?), bagai bidadari turun dari surga tinggal di bumi Ghaluh. Kemudian pada suatu waktu Sang Mandiminyak mengadakan pesta pora di Kedaton Ghaluh. Di malam purnama empat belas paruhterang purnama sempurna.

Itu pesta pora tampak penuh sesak (dan) meriah. Pada saat itu Sang Mandiminyak adalah Sang Pangeran (putra Mahkota), sebagai wakil raja serta memegang beberapa petinggi negara. Adapun semua terpikat (?) Sang Pangeran, senantiasa mentaati(nya). Karenanya pesta pora itu dia Sang Mandiminyak oleh ayah-

(112) nya diberi ijin.

Selanjutnya terkisahkan dalam pesta pora di Kedaton Ghaluh. Oleh karenanya Sang Pengundang pesta yakni Sang Wretikandayun Raja Ghaluh Pakwan. Oleh karena itu semuanya datang ke Keraton. Sang Rama tak tahu ulah anaknya yakni Sang Mandiminyak dan lagi semua tindak tanduk puteranya yang tak patut. Datang di situ beberapa ratu wilayah, menteri, panglima, sang juru, nangganan (?) serta keluarganya.

Rahyang sempakwaja tak datang sebab ia sedang sakit, hanya istrinya Pwahaci Rarabu hadirlah di Kedaton Ghaluh. Di kala sementara (? saat itu ?), tak terucapkan meriahnya, dan terdengarlah bunyinya gending dibuat (sebagai ?) hadiah dan mengiringi penari yang mahir.

(113) Semua yang hadir dijamu dengan berbagai hidangan-hidangan lezat.

Pada malam hari Sang Mandiminyak datang ke peraduan Pwahaci Rababu. Awalmya Sang Ayu malu-malu (?), di kala pertama diraih lengan tangan kanan dan dipaksa suruh berbaring, hatinya berdenyut sebab wajah dan tubuhnya Sang Ayu senantiasa inarekan (? Pinarekan=didekati ?) oleh Sang Mandiminyak tak dihalangi (?) lantas keduanya tak memakai pakaian kemudian bersama-sama serta sesaat menangis sebab merasakan nikmatnya bermesraan itu. Sebab Beliau telah terpuaskan dan batinnya mendambakannya, hingga di pagi hari kemudian keduanya berdandan karenanya Pwahaci Rababu tinggal di Kedaton Ghaluh lamanya empat hari

(114) empat malam. Adapun ia Pwahaci Rababu, dalam perkawinannya dengan Sang Sempakwaja, beranak pinak lelaki dua orang diantaranya masing-masing yakni Sang Dhemunawan namanya dan Sang Purbasora namanya.

Sebab berulang-ulang mereka berbuat demikian, oleh karenanya ketahuan oleh suaminya, setelah ia terlihat hamil. Karenanya suaminya tak mau menggauli istrinya yang telah tidak takut (?) dan tidak patut. Akhirnya lahirlah putra lelaki, Sang Sena namanya. Kemudian anak haram itu diserahkan kepada Sang Mandiminyak, Beliau tak memperhitungkan (?) sebab (? Bukankah ?) anak itu putra kandungnya.

Sedangkan Sempakwaja terbukti mencintai istrinya karenaya tak menghukum apa yang telah

(115) dilakukan istrinya, dan kembali menjadi satu. Kemudian Sang Mandiminyak beristri dengan putri Raja Medang di bumi Mataram kuno di Jawa tengah. Dalam pernikahannya, beranaklah beberapa orang, salah satu diantaranya, yakni Nay Dewi Sannaha Raja Putri (?), kelak ia dijodohkan dengan Sang Sena Raja Putra, Sang Prabu Bhratasenawa namanya lagi.

Dalam pernikahannya beranaklah lelaki, Sang Jamri, Sanjaya, Prabhu Harisdarma namanya lagi. Sang Mandiminyak lamanya menjadi ratu Ghaluh, cuma tajuh tahun. Sang Mandiminyak lamanya menjadi Petinggi Kerajaan Ghaluh Pakwan kala kekuasaan ayahnya.

Berganti kisah-

(116) nya lagi. Adapun kerajaan-kerajaan seluruh pulau Jawa itu banyak, di kala Kerajaan Tarumanagara berdiri di Jawa barat. Di sana ada beberapa buah Kerajaan demikian juga di tengah pulau Jawa serta Jawa timur dengan beberapa pulau sebelah timurnya lagi ada kerajaan.
Setelah Sang Maharaja Linggawarman wafat, anak tertuanya perempuan, Dhewi Minawati namanya. Beliau diajdikan istri oleh Sang Terusbawa namanya. Dengan demikian ia Sang Putri Raja bersama-sama suaminya berkuasa di Kerajaan Taru-ma. Oleh Sang Terusbawa nama Kerajaan Taruma diganti dengan nama Sunda. Karena awalnya pada masa silam dari wilayah Sunda di tepi laut

(117) di bumi Bharata barat. Banyaklah di pulau Jawa bernama sama dengan nama yang ada di negeri Bharata. Sebab banyaknya pemimpin, brahmana, leluhurnya raja-raja di sana, tanah kelahirannya dari negeri Bharata, serta ia Sang Terusbawa diperintahkan dengan hormat menjadi raja, yakni lantaran ia beristri putri Raja Tarumanagara.

Meskipun demikan kebesaran kemashuran Kerajaan Taruma sekarang (saat itu) tak seberapa, ditatalah (?) nama kerajaan itu diganti pada sembilan paruh terang, bulan Yestha, lima ratus sembilan puluh satu di tahun Saka (591 S/669 M) Sang Maharaja Terusbawa, mengutus duta Tarumanagara mendatangi beberapa

(118) kerajaan di Nusantara dan kerajaan-kerajaan yang ada di negeri Bharata, negeri Cina, Campa, Kamboja, Sanghyang Hujung, negeri Ghaudi, dan banyak lagi lainnya, setahun kemudian, raja Ghaluh Pakwan yakni Sang Wretikandayun mengutus dutanya, ke kota besar Tarumanagara, mengabarkan jika Ghaluh Pakwan tak mau lagi mengabdi kepada kerajaan sebelah barat yakni Tarumanagara.

Ada pun pesannya Sang Raja Ghaluh di dalam surat demikian, “Sejak saat ini, saya beserta sejumlah kerajaan yang ada di sebelah timur sungai Taruma tidak lagi di bawah Taruma jadi, tak merasa menganggap ratu kepadamu, semata-mata hanya bersaudara dari satu leluhur (dengan)ku, ini tidak memutuskan dan lebih baik kita memperkuat persahabatan (?).

Dengan demikian daerah-daerah yang masuk sebelah barat sungai Ta-

(119) ruma, adalah daerah kekuasaanmusedangkan daerah-daerah yang masuk sebelah timur sungai Taruma, adalah daerah kekuasaanku. Dan saya tak lagi memberi upeti kepadamu.
Terus, janganlah bala tentaramu diperintah menyerang Ghaluh Pakwan yang demikian itu tak alan berhasil, yakni lantaran kerajaan Ghaluh memiliki angkatan perang yang besar, sekitar tiga kali lipat jumlahnya bala tentaramu.

Sertalah, banyaklah kerajaan di tengah-tengah pulau Jawa dan Jawa timur melindungiku. Ini (kini) engkau telah mengetahui semuanya. Kita menjalin persaudaraan, sama-sama mengharapkan negaranya makmur sejahtera, dijauhkan marabahaya. Tuhan yang berkuasa di atas segala kuasa karenalah menganugerahkan kepada siapa yang melakukan tindak tanduk perbuatan, dan dengan tak ada kedengkian di hati

(120) kepada sesama manusia (?).

Saya tahu, engkau orang yang luhur, mendahulukan pada tujuan yang baik ini. Walaupun tak ada kemarahan, meskipun demikian aku meminta maaf, tamat.” Demikianlah pesan Sang Raja Ghaluh dalam suratnya.

Akhirnya pada beberapa hari kemudian, keinginannya raja Ghaluh Pakwan direstui oleh raja Tarumanagara sejak saat itu, di bumi Jawa barat berdiri dua kerajaan besar diantaranya masing-masing yakni, pertama kerajaan Sunda, wilayahnya dari sepanjang tepian laut barat ke timur hingga di sungai Taruma yang kemudian disebut sungai Citarum, pemegang kerajaan Sunda yakni Maharaja Tarusbawa namanya. Di sini banyak kerajaan kecil berdiri mengabdi kepada kerajaan Sunda.
Kedua yakni kerajaan Ghaluh Pa-

(121) kwan wilayahnya dari sungai Citarum ke timur hingga di sungai perbatasan di tengah pulau Jawa, sungai itu kemudian disebut Cipamali (sungai pembagi), pemegang kerajaan Ghaluh Pakwan Sang Prabhu Wretikandayun namanya.

Di sini banyak kerajaan kecil berdiri mengabdi kepada kerajaan Ghaluh Pakwan. Sang Tarusbawa menjadi raja Sunda lamanya lima puluh empat tahun, pada lima ratus sembilan puluh satu, di tahun Saka sampai enam ratus empat puluh lima, di tahun Saka (591-645 S/679-723 M). Kelak sejak enam ratus empat puluh lima, di tahun Saka sampai enam ratus lima puluh empat di tahun Saka (645-654 S/723-732 M), kerajaan Sunda dengan kerajaan Ghaluh Pakwan di bumi Jawa barat keduanya dikuasai oleh Sanjaya dengan gelar Sang Maha-

(122) raja Harisdarma, lamanya menjadi raja di bumi Jawa barat hanya sembilan tahun, tamat.

Ini sargah pertama, Pustaka Nagara Kretabhumi, selesai ditulis sebelas paruh terang, bulan Phalguna, seribu enam ratus empat belas di tahun Saka (1614 S/22 Februari ? 1692 M), mengikuti berbagai disiplin ilmu, pustaka negeri milik kerajaan Carbon disatukan (?) namanya yakni ditulis dalam Pustaka Nagara Kretabhumi, sargah lainnya.

Setelah ini, kemudian akan menulis lagi Pustaka Nagara Kretabhumi, sargah kedua, lalu sargah ketiga dan sargah keempat. Dan aku telah diijinkan (?) oleh kakanda Sultan Sepuh dan Sultan Anom mentaati pesannya. Sengaja aku membuat pelengkapnya Pustaka Nagara Kretabhumi, jika kelak ram-

(123) pung ditulis semua Pustaka empat sargah.

Maksud (dan) tujuannya itu , amat sangat diharapkan dan diinginkan hatiku. Dengan demikian, semua Pustaka Nagara Kretabhumi ada lima buah, yang diberi nama Panca Pustaka, oleh Sultan Sepuh Carbon dan Sultan Anom juga aku dengan semua penulis dan pemberi kisah (narasumber) penyempurnaan dalam penyusunan Pustaka ini yakni Aku. Pangeran Wangsakerta Panembahan Carbon, Raksanagara, Purbanagara, Anggadiraksa, Anggadiprana, Anggaraksa, Singanagara, serta Nayapati. Inilah yang mengerjakan (?).

Adapun pelengkap Pustaka Kretabhumi, berisi gambaran, kerajaan-kerajaan di masa lampau serta nege-

(124) ri bawahannya, tahun berdirinya beberapa kerajaan di pulau Jawa serta Dwipantara dan meninggal (dan) berputranya, aturan suci yang dianutnya, juga membicarakan dinasti asal-usulnya raja-raja, hubungan kekerabatannya sejumlah kerajaan, diantaranya Tarumanagara, Sriwijaya, Kheling, Medhang di bumi Mataram, kerajaan Sunda, Ghaluh, Indraprahasta, kerajaan-kerajaan yang ada di negeri Bharata, Sanghyang Hujung, Jawa timur dan sejumlah kerajaan yang ada di Nusantara, seperti gambaran pembangunan negeri Carbon, Wilwatikta, Demak, Singhasari dan lainnya lagi.
Adapun Pustaka pelengkap itu, bernama Rājyawarnana i bhumi Nusantara (kisah kerajaan di bumi Nusantara), yaitu pelengkap Pustaka Nagara Kretabhumi, selesai sudah.

Sumber: Raden Ayu Linawati. "Mengungkap Fakta Sejarah Masa Lalu yang terKubur bersama Sang Waktu" radenayulina.wordpress.com Diakses 17 Juni 2019.
Baca Juga

Sponsor