Cari

Naskah Lontar Kuno Merapi-Merbabu: Kidung Subrata


[Historiana] - Kajian sejarah di Pulau Jawa diantaranya berdasarkan manuskrip atau Naskah Lontar kuno koleksi dari Merapi-Merbabu. Skriptorium Merapi-Merbabu mungkin terkait dengan lokasi pendidikan keagamaan kuno di Pulau Jawa.

Skriptorium Merapi - Merbabu di masa silam memiliki keterkaitan dengan lokasi para agamawan di pulau Jawa. Diantaranya, Kabuyutan Ciburuy Gaut di Jawa Barat juga terkait dengan pusat keagamaan di Merapi-Merbabu. Demikian pula dengan lokasi tempat suci di Pasuruan dan Malang Jawa Timur juga terkait dengan Merapi-Merbabu. Rupanya lokasi Mandala atau tempat suci keagamaan dipusatkan di Merapi - Merbabu.

Di lokasi Merapi - Merbau menjadi pusat keagamaan Hindu, Bunda bahkan Islam. Banyak manuskrip kuno dihasilkan dari lokasi ini. Umumnya terdapat dua jenis naskah yang digunakan dalam naskah Merbabu-Merapi: aksara Jawa modern dan aksara Buda atau aksara gunung. Aksara Arab juga terdapat di sini, tetapi hanya dalam skala yang sangat kecil.

Tidak hanya naskah berbahasa Jawa, naskah kuno Sunda "Dharma Patanjala" juga berasal (atau ditemukan Belanda) dari Merapi-Merbabu. Sayangnya naskah ini sekarang berada di Jerman. Namun, naskah ini diteliti dan dipublikasikan menjadi sebuah Buku dengan judul "Dharma Patanjala" oleh Andrea Acri.

Salah satu naskah lontar Merapi - Merbabu adalah "Kidung Subrata". Kidung Subrata disebut juga sebagai Kitab sastra berbahasa Jawa Tengahan berbentuk puisi yang berisi ajaran filsafat. Pengarangnya tidak diketahui. Tahun penulisannya, 1541 Masehi, dinyatakan dengan candrasangkala berbunyi “tiga rasa dadi jalma” atau 1463 Saka. Isinya menceritakan keinginan Ki Subrata untuk mencari kesempurnaan hidup. Jalan ceritanya merupakan sarana penyampaian ajaran-ajaran kesempurnaan hidup berdasarkan filsafat Jawa yang berkembang pada abad ke-16 di Jawa.

Dari Lokasi Suci Merapi-Merbabu, selain Kidung Subrata juga ditemukan Naskah Islam "Tapel Adam".


Kidung lain, naskah yang ditemukan secara eksklusif dalam manuskrip dari koleksi Merbabu, adalah Kidung Surajaya (manuskrip daun lontar 87.101.158, 208, 245, 262, 306, dan 504). Seperti halnya Kidung Subrata, Kidung Surajaya berisi pelajaran mistis yang berfokus pada yoga, terutama tentang cara mengendalikan indera. Kidung ini juga ditulis dalam pupuh Jawa modern, dalam beberapa irama pupuh seperti Dandanggula/Hartati, Witaning Panggalang, Bubhuksah (?), dan Meswalangit. teks-teks Islami, juga tidak ada dari koleksi Merbabu. Salah satu contoh dari teks semacam itu adalah Tapel Adam, yang ditemukan dalam manuskrip lontar 155.194, 217, 297, dan 450. Naskah ini menceritakan sejarah para nabi dari penciptaan Adam hingga misi Nabi Muhammad. Dari penelitian para ahli mendapat kesan bahwa bahasanya mirip dengan bahasa primbon yang diedit oleh Drewes (1954) ..- Dalam naskah Tapel Adam, nabi Adam disebut sebagai 'bagenda Hadam', seperti dalam primbon, di mana para nabi juga disebut sebagai 'baginda', misalnya baginda Muhammad, baginda Daud, dan sebagainya.

Garis besar awal dari harta karun sastra yang terkandung dalam naskah Merapi-Merbabu, bahwa naskah-naskah ini mengandung karya Hindu-Buddha dan sifat Islam. Ini berarti, menurut pendapat van der Molen, bahwa Gunung Merbabu dan gunung-gunung di sekitarnya tidak mewakili tempat perlindungan terakhir bagi orang-orang yang meninggalkan Islam. Alih-alih, kita bayangkan di sini sebuah komunitas cendekiawan menetap di sepanjang lereng gunung, mempelajari dan menyalin teks dengan  nyaman tetapi sama sekali tidak terisolasi dari dunia luar. Hipotesis lain van der Molen mengedepankan (antara alasan lain karena palaeografi tertentu kekhasan dan mengingat keberadaan naskah Ramayana di sini) adalah bahwa kegiatan sastra dimulai di daerah ini sejak awal. sebagai: zaman Mataram Kuno dan berlanjut selama berabad-abad, karya yang dihasilkan pada gilirannya mengilhami produksi harta sastra keraton Kartasura, Surakarta, dan Yogyakarta.


Referensi


  1. Behrend, T.E., et al., 1998, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Jakarta: Obor Indonesia / Ecole Frangaise d'Extreme Orient. [Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara 4.]
  2. Casparis, J.G. de, 1975, Indonesian palaeography; A history of writing in Indonesia from the beginnings to c, A.D. 1500, Leiden/Koln: Brill. [Handbuch der Orientalistik 3.4.1.
  3. Damais, Louis-Charles, [1990], £tudes d 'epigraphie indonesienne, [Paris]: ficole Frangaise d'Extreme-Orient. [Relmpression de l'Ecole Franchise d'Extreme-Orient.]
  4. Drewes, G.J.W., 1954, Een Javaanse primbon uit de zestiende eeuw; Opnieuw'uitgegeven en vertaald, Leiden: Brill. [Uitgaven van de Stichting de Goeje 15.]
  5. Kern, H., 1900, Ramayanakakawin; Rdmdyana; Oudjavaansch heldendicht, 's-Gravenhage: Nijhoff.
  6. Kumar, Ann, and John H. McGlynn (eds), [1996], Ilium inations; The writing traditions of Indonesia; Featuring manuscripts from the National Library of Indonesia, Jakarta: The Lontar Foundation / New York/Tokyo: Weatherhill.
  7. Molen, W. van der, 1983, Javaanse tekstkritiek; Een overzicht en een nieuwe benadering geillustreerd aan de Kunjarakarna, Dordrecht/Cinnaminson: Foris. [KITLV, Verhandelingen 102.]
  8. Poerbatjaraka, 1940, 'Dewa-Roetji', Djawa 20:5-55. . 
  9. -, 1964, Kapustakan Djawi, [Djakarta/Amsterdam]: Djambatan. [Fourth edition.]
  10. Wiryamartana, I. Kuntara, 1984, 'Filologi Jawa dan Kunjarakarna prosa', Basis 33:255- 72.
  11. -, 1990, Arjunawiwaha; Transformasi teks Jawa Kuna lewat tanggapan dan penciptaan di lingkungan sastra Jawa, [Yogyakarta]: Duta Wacana University Press. 
  12. -, 1993, 'The scriptoria in the Merbabu-Merapi area', Bijdragen totde Taal-, Land- en Volkenkunde 149:503-9.
  13. Zoetmulder, P.J., 1974, Kalangwan; A survey of Old Javanese literature, The Hague: Nijhoff. [KITLV, Translation Series 16.]
Baca Juga

Sponsor