Cari

Posisi Tanah Talaga Hangsa dalam Fengshui ala Sunda Kuno

Talaga Hangsa Fengshui Sunda Kuno


[Historiana] - Bila kita mengenal fengshui, tentunya ingatan kita diasosiasikan dengan pengetahuan budaya Tiongkok (China). Ilmu Fengshui pada dasarnya adalah ilmu yang mempelajari bagaimana cara manusia agar dapat hidup selaras dengan alam lingkungan sekitarnya. Fengshui merupakan ilmu bumi, astrologi, topografi, geomancy kuno yang berasal dari Tiongkok (Cina) yang telah digunakan sejak 4.700 tahun yang lalu. Dengan Ilmu Fengshui inilah sebagai pengetahuan yang digunakan untuk menentukan lokasi Istana Kekaisaran agar selaras dengan pergerakan langit, pada zaman Kong Hu Cu (551-479 SM).

Istilah Feng Shui terdiri dari dua unsur kata yaitu Feng yang berarti angin dan Shui yang berarti air. Dengan demikian inti dari ilmu Feng Shui sebagai perhitungan segala hal yang berdasarkan tinjauan atau kaidah‐kaidah angin dan air.

Oleh karena Ilmu Feng Shui dapat meningkatkan kehidupan dan keberuntungan yang lebih baik dalam kehidupan, maka ilmu ini banyak diterima dan populer di berbagai negara di dunia. Banyak masyarakat yang memandang Fengshui hanya sebagai mistik, mitos, kepercayaan, ramalan, tahayul dan sejenisnya. Akan tetapi, Fengshui dapat dijelaskan dengan logika oleh karena itu dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan.


Tahukah Anda, ada juga metode seperti fengshui di tatar Pasundan, khususnya di zaman kuno yang dikenal sebagai "Warugan lemah"?

Pengetahuan tentang pola pemukiman (kampung, wilayah kota, dan umbul) masyarakat Sunda pada masa lalu ini, tertera dalam tiga lempir daun lontar berukuran 28,5 x 2,8 cm., yang mengandung empat baris tulisan tiap lempirnya. Naskah WL kini tersimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) dengan nomor koleksi L 622 Peti 88.

Naskah WL sebelumnya belum dideskripsikan dengan baik dalam berbagai katalog yang sudah diterbitkan. Cohen Stuart (1872), kurator di lembaga Masyarakat Batavia Pecinta Seni dan Ilmu Pengetahuan (BGKW) yang pertama kali memerikan naskah yang disimpan, tidak mendaftarkan naskah ini. Pemerian naskah Sunda kuna yang disimpan dalam peti (atau kropak dalam istilah yang digunakannya), hanya berkisar dari naskah nomor 406–426 saja. Demikian juga dalam katalog yang disusun oleh Edi S. Ekadjati (1988), naskah WL tidak didaftarkan.

Naskah WL berasal dari kelompok ‘kropak Bandung’, yang diperoleh dari Bupati Bandung Wiranatakusumah IV (1846-1874) kepada Masyarakat Batavia Pecinta Seni dan Ilmu Pengetahuan (BGKW) sekitar paruh kedua abad ke-19 (Krom, 1914: 41; NBG XIII, 1875). Dalam Laporan Kepurbakalaan tersebut tercatat bahwa kropak no. 620 sampai no. 626 dan kropak no. 633 sampai no. 642 adalah pemberian bupati Bandung.

Pada kolofon naskah hanya tercantum hari penulisan teks, yaitu hari Rabu Manis (poé na buda na manis), tanpa keterangan bulan dan tahun penulisan (atau penyalinan?) teks. Tetapi cukup jelas bahwa suasana yang mendasari teks ini adalah pra-Islam, sehingga dapat membawa kita pada dugaan bahwa teks WL sekurang-kurangnya ditulis atau disalin sebelum abad ke-17, atau bahkan sebelum kerajaan Pajajaran runtuh (±1578 M).

Dalam teks WL, tercatat ada 18 pola pemukiman, dan masing-masing memiliki istilah berikut karakteristiknya yang khas. Ada yang dianggap berpengaruh baik, dan ada yang dianggap sebaliknya. Gambaran pola pemukiman berdasarkan topografi tanah dan wilayah sebagaimana yang tertuang dalam teks adalah sebagai berikut:
Ini warugan lemah. Inge(t)keun di halana, di hayuna. Na pidayeuheun, na pirembuleun, na piu(m)buleun.
Artinya: Inilah warugan lemah (bentuk tanah), untuk diingat dalam kesusahan dan keselamatan. Ketika akan mendirikan wilayah, kampung, dan umbul.

Dalam artikel ini kita membahas salah satu tolok ukur dan penampaan topografi tanah yang ingin digunakan sebagai lokasi bangunan atau pemukiman yang sisebut Talaga Hangsa. Talaga Hangsa adalah opografi tanah condong ke kiri. Topografi jenis ini tergolong baik, karena mendatangkan kasih sayang orang lain.

Mengutip dari naskah lontar warugan lemah:
Lamunna bahé ka ké(n)ca ngara(n)na Talaga Ha(ng)sa, asih wong sajagat. Panyudana pacar pimula di pahoman.
Jika condong ke kiri dinamakan talaga hangsa, dikasihi semua orang. Untuk mensucikannya menanam pacar di tempat sesaji.

Berdasarkan keterangan dari naskah Warugan Lemah, terdapat proses untuk mensucikan kondisi tanah (topografi) bila hendak digunakan. Tata cara menanam tumbuhan pacar di tempat sesaji terkait dengan keyakinan keagamaan masyarakat Sunda di masa lampau.

Secara keseluruhan, bentuk topografi tanah ada 18 jenis, seperti yang dijelaskan di atas. Untuk pembahasan topografi tanah secara keseluruhan, Anda dapat membacanya di "Warugan Lemah, Fengshui ala Sunda Kuno".
Baca Juga

Sponsor