Bandung... dalam lintasan sejarah kuno dan klasik di Tatar Pasundan seperti lenyap di telan bumi. Wilayah Bandung ini tidak pernah dikisahkan, baik secara lisan tradisional maupun manuskrip-manuskrip kuno.
Uniknya ada banyak tinggalan arkeologis di Bandung. Tinggalan itu meliputi arca-arca dan percandian tinggalan zaman Hindu-Buddha. Candi-candi tersebut tak pernah dilakukan penelitian lebih lanjut. Lebih jauh dari zaman klasik, terdapat tinggalan dari zaman prasejarah di Bandung raya. Bukti hunian wilayah Bandung raya Jawa Barat ini telah ada sejak 11.500 tahun yang lalu. Buktinya adalah temuan kerangka manusia di Goa Pawon Kabupaten Bandung Barat. Kerangka itu adalah manusia ras mongoloid yang sama dengan ras Urang Sunda sekarang ini. Hanya saja kisahnya tak pernah kita dengar. Apa yang terjadi di wilayah ini?
Khusus menyoroti tinggalan candi di Bandung, terdapat candi Bojongemas dan Candi Bojongmenje. Kondisi Candi Bojongemas sudah dipindahkan berkali-kali bebatuannya hingga menghilanglah jejak kesejarahannya. Bagaimana dengan Candi Bojongmenje? Kabar terbaru ada kisah terkait Candi Bojongmenje ini yang disebut-sebut didirikan atau terkait sosok penyebar Agama Hindu di Bali.
Seperti telah dibahas pada bahwa Sejarah Hindu Bali dari Sunda-Galuh Parahyangan? sejarah agama Hindu Bali berkaitan erat dengan sejarah Sunda-Galuh. Di zaman dulu ada seorang Resi Makandria (Macandrea/Markandeya) yang di sebut-sebut sebagai pembawa ajaran Hindu ke Tanah Bali pada abad ke-9. Meskipun keberadaan Resi Makandria belum memiliki pijakan yang didukung oleh temuan arkeologi di Bali.
Sebaliknya dalam sejarah Sunda, dikenal nama Resi Makandria sebagaimana tercantum dalan Naskah Lontar "Naskah Carita Parahyangan". Apakah sosok "Resi Makandria"
yang tercantum dalam Naskah lontar dari tanah Sunda (Galuh) ini terkait
dengan sejarah penyebaran Agama Hindu di Bali? Artinya bahwa datangnya
agama Hindu yang disebut-sebut lahir di negeri India tentunya melewati
dahulu negeri Sunda-Galuh (Tarumanagara).
Kisah Resi Markandeya terdapat dalam Markandeya Purana. Berdasarkan purana tersebut dijelaskan jika Resi Markandya lahir di India dari restu Siwa pada abad ke-4. Dikisahkan bahwa Resi Markandeya berumur panjang. Beliau menuju Asia Tenggara, Kalimantan Timur, lanjut sampai ke Pulau Jawa hingga akhirnya ke Bali.
Resi Markandeya diberi restu oleh Siwa, maka Beliau diberi gelar Maha Yogi Markandya. Markandeya sangat kuat dalam bertapa maka disebut sebagai Yogi, bahkan digoda Indra pun tapa Beliau tidak tergoyahkan. Akhirnya keluar Siwa memberi Markandya gelar Maha yang artinya besar.
Yogi artinya pertapa Markandeya meminta umur panjang kepada Tuhan (Siwa). Setelah Yogi Markandya ada di Indonesia di abad ke-4 beliau akhirnya sampai di Pulau Kalimantan Timur, lanjut ke Jawa Barat (Tatar Sunda).
Selepas Tatar Sunda, Beliau melihat ke Timur sampai Gunung Damalung (Wukir Damalung, Jawa Dwipa Mandala). Di Gunung ini ia digoda banyak raksasa, maka larilah ke Pegunungan Adi Hyang (Gunung Dieng). Dari Gunung Dieng inilah,ia mampu mengalahkan raksasa (kejahatan) yang ada di Gunung Damalung. Kisah ini di Jawa dikenal dengan Kisah Ajisaka melawan Dewata Cengkar. Apakah Resi Makandreya adalah Ajisaka?
Dalam naskah Carita Parahyangan, dikisahkan bahwa Resi Makandria
pergi menemui Resi guru yang tak disebutkan namanya yang berkedudukan di
Kendan (Selanjutnya menjadi Kerajaan Kendan, pendahulu Kerajaan Galuh).
Resi Guru Kendan memiliki seorang anak perempuan bernama Pwah Rababu atau Pwah Manjangandara.
“Ti Inya carek Bagawat Resi Makandria: Ai(ng) dek leumpang ka Sang Resi Guru, ka Kendan. Datang Siya ka Kendan. Carek Sang Resi Guru: Na naha beja siya Bagawat Resi Makandria, mana siya datang ka dinih? Pun sampun, aya beja kami pun. Kami me(n)ta pirabieun pun, kena kami kapupudihan ku paksi Si Uwur-uwur, paksi Si Naragati, papa baruk urang heunteu dianak. Carek Sang Resi Guru: Leumpang siya ti heula ka batur siya deui. Anaking, Pwah Aksari Jabung, leumpang husir Bagawat Resi Makandria, pideungeuneun satapi satapa, anaking. (Carita Parahyangan, Drs. Atja dan Saleh Danasasmita, 1981)
Dalam mitosnya, Resi Makandria berubah wujud menjadi "Kebowulan" ketika menikahi Pwah Manajangandara. Jadi Kebowulan adalah nama lain dari resi Makandria. Mereka memiliki anah perempuan bernama Pwah Bungatak Mangaléngalé yang merupakan titisan Pwah Aksari Jabung. Selanjutnya diceritakan Pwah Bungatak Mangaléngalé menikah dengan Wretikandayun yang meruapakan pendiri kerajaan Galuh yang berkedudukan di Medangjati. Berkuasa selama 90 tahun.
Sementara itu, Resi Guru di Kendan yang terkenal adalah Resi Mahaguru Manikmaya. Resi Guru Manikmaya yang berkedudukan di Kendan, atau yang disebut dalam Naskah Carita Parahyangan “Sang Resi Guru” sebagai cikal bakal lahirnya Kerajaan Galuh
Mungkin yang ditemui Resi Makandria saat itu adalah Resi Mahaguru Manikmaya. Kendan dikenal sebagai Kerajaan Kendan. Kerajaan ini yang pernah berdiri di Tatar Sunda dari abad ke-6 sampai abad ke-7 masehi. Pusat kerajaannya saat ini berada di wilayah administratif desa Nagreg Kendan dan Citaman, kecamatan Nagreg, Kabupaten Bandung.
Mengutip Resi Sunda Ida Pandita Agung Putra Nata Siliwangi Manuaba
dalam tayangan di Hindu Channel Youtube: Sulinggih Satu-satunya dari Sunda, menyebutkan bahwa Candi Bojongmenje. Seperti kita ketahui, Reruntuhan Candi Bojongmenje berada di Kampung Bojong Menje RT 03 RW 02, Desa Cangkuang, Kecamatan Rancaekek Kabupaten Bandung Jawa
Barat. Daerah ini berdekatan dengan daerah Nagreg dimana kerajaan Kendan
diperkirakan berada. Mungkin juga benar didirikan oleh Resi Markandeya atau Makandria?
Dikisahkan pula Resi Markandeya pernah tinggal di Pegunungan Adi Hyang (Dieng) kemudian ke Bali. Di Bali, ia membangun Parahyangan (Payangan) seperti dijelaskan dalam buku "Bhujangga Waisnawa dan Sang Trini", karangan Gde Sara Sastra. Mungkin pula Payangan di saat itu juga didirikan didaerah Kendan dimana Candi Bojongmenje berada dengan wilayah 30 hektar itu sebagai Parahyangan?
Reruntuhan Candi Bojongmenje Bandung |
Sebagai catatan, menurut hasil penelitian, Candi Bojong Menje bukan tipe candi yang tunggal, namun komplek. Kemungkinan komplek Candi Bojong Menje memiliki luas 30 hektar. Ia menjelaskan, batas sebelah utara yakni Jalan Provinsi (Rancaekek-Cicalengka), Barat dan Timur yaitu Sungai Cimande, sedangkan Selatan perbatasan Jalan Desa Cangkuang.
Diketahui, Candi Bojong Menje ditemukan pada tanggal 18 Agustus 2002 oleh masyarakat sekitar. Kini reruntuhan Candi Bojongmenje memprihatinkan. Proses pemugaran dan eskapasi lanjutan untuk menentukan luas komplek Candi Bojong Menje pun diyakininya terkendala keberadaan pabrik dan pemukiman warga.
Referensi
- "Jejak Spiritual Maha Rsi Markandeya: Misteri Peninggalan Suci dan Sejarah Desa Taro, Gianyar, Bali" oleh I Putu Mardika - Sabtu, 16 September 2023 Bali Express Diakses 17 Oktober 2023.
- Atja (1968). "Carita Parahiyangan: Naskah Titilar Karuhun Urang Sunda". Bandung, Jajasan Kebudajaan Nusalarang. dapat dilihat di blog Historiana ini juga Naskah Carita Parahyangan
- "Budayawan Ciamis: Masyarakat Hindu Bali Menyebut Kerajaan Galuh sebagai ‘Ibu’"oleh Subagja Hamara 06 Februari 2018 harapanrakyat.com Diakses 9 Januari 2019
- "Sulinggih Satu-satunya dari Sunda" Hindu Channel Youtube. Diakses 17 Oktober 2023.
- Sastra, Gde Sara. 2008. "Bhujangga Waisnawa dan Sang Trini". Denpasar: Pustaka Bali Pos.