Cari

Kritik Sosial dalam Irama Punk: Polemik Lagu "Bayar Bayar Bayar" oleh Band Sukatani


Oleh Alam Wangsa Ungkara - Di tengah geliat musik independen Indonesia, sebuah lagu berjudul "Bayar Bayar Bayar" dari band punk asal Purbalingga, Sukatani, mendadak menjadi sorotan publik pada awal 2025. Lagu yang dirilis sebagai bagian dari album Gelap Gempita pada Juli 2023 ini viral di berbagai platform media sosial berkat liriknya yang tajam dan provokatif. Namun, popularitas tersebut justru berujung pada kontroversi setelah band ini mengunggah video permintaan maaf dan menarik lagu dari peredaran pada 20 Februari 2025. Kejadian ini memicu debat sengit tentang kebebasan berekspresi, dugaan intimidasi, hingga analisis hukum yang mengitarinya.

Lagu bayar bayar bayar di sebar
dan banyak di cover lagunya

Latar Belakang dan Isi Lagu

Sukatani, duo punk yang terdiri dari Muhammad Syifa Al Lufti (Alectroguy) sebagai gitaris dan Novi Citra Indriyati (Twister Angel) sebagai vokalis, dikenal dengan pendekatan musik mereka yang kritis terhadap isu sosial. "Bayar Bayar Bayar" menjadi salah satu karya yang menonjol karena liriknya yang secara terang-terangan menyindir praktik pungutan tidak resmi yang diduga melibatkan oknum polisi. Beberapa baris liriknya berbunyi:

"Mau bikin SIM bayar polisi / Ketilang di jalan bayar polisi / Mau korupsi, bayar polisi / Aduh aduh ku tak punya uang / Untuk bisa bayar polisi."

Lagu ini dengan cepat menyebar di media sosial, terutama setelah digunakan sebagai backsound dalam berbagai video yang mengkritik institusi kepolisian. Namun, viralitas tersebut tampaknya memicu reaksi yang tidak terduga.


Video Permintaan Maaf dan Penarikan Lagu

Pada 20 Februari 2025, Sukatani mengunggah video di akun Instagram resmi mereka, @sukatani.band, yang menampilkan kedua personel tanpa topeng—sesuatu yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya, mengingat identitas anonim adalah ciri khas mereka. Dalam video tersebut, Syifa menyatakan:

"Kami memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada Bapak Kapolri dan institusi Polri atas lagu ciptaan kami dengan judul ‘Bayar Bayar Bayar,’ yang dalam liriknya ‘bayar polisi’ yang telah kami nyanyikan sehingga viral di beberapa platform media sosial."

Mereka juga mengumumkan penarikan lagu dari semua platform musik digital dan meminta pengguna media sosial menghapus konten terkait untuk menghindari "risiko di kemudian hari." Syifa menegaskan bahwa lagu tersebut ditujukan sebagai kritik terhadap oknum polisi yang melanggar aturan, bukan institusi secara keseluruhan, serta menyatakan bahwa video tersebut dibuat "tanpa paksaan dari pihak manapun."


Reaksi Berbagai Pihak

Keputusan ini memicu gelombang reaksi dari berbagai kalangan. Polda Jawa Tengah, melalui Kabid Humas Kombes Artanto, membantah adanya intervensi. Dalam pernyataan pada 21 Februari 2025, ia mengatakan bahwa pihaknya hanya melakukan "klarifikasi santai" dengan Sukatani untuk mengetahui maksud lagu tersebut, dan menegaskan Polri tidak antikritik. "Kritikan tersebut sebagai bukti bahwa mereka cinta terhadap Polri," ujar Artanto.

Namun, pernyataan ini tidak meredam spekulasi publik. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) melalui Ketua Muhammad Isnur menyebut langkah Sukatani sebagai "pembungkaman kebebasan berekspresi" yang berbahaya bagi demokrasi. "Kapolri dan Presiden Prabowo harus menjamin seluruh kritik dari masyarakat sekasar apapun," tegas Isnur pada 20 Februari 2025, seraya menawarkan pendampingan hukum kepada band.

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) juga angkat bicara. Peneliti ICJR, Nur Ansar, menyatakan bahwa kritik dalam lagu tersebut adalah "kebenaran yang bukan penghinaan" dan tidak dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Ia menambahkan, "Membungkam karya seni seperti ini justru mempertontonkan kepada masyarakat kalau kita mungkin akan kembali ke era gelap sebelum reformasi."

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memberikan tanggapan pada 21 Februari 2025, menyebut insiden ini sebagai "miskomunikasi" dan menegaskan bahwa Polri terbuka terhadap kritik. "Kritik menjadi pemantik bagi kami untuk memperbaiki institusi," ujarnya, bahkan menawarkan Sukatani menjadi "duta kritik Polri." Sementara itu, Komisioner Kompolnas Choirul Anam menilai lagu tersebut sebagai bagian dari kebebasan berekspresi yang harus dihormati, mengkritik sikap antikritik yang masih terlihat di tubuh Polri.

Dari kalangan musisi, dukungan mengalir deras. Baskara Hindia menulis di media sosial, "Semangat untuk teman-teman Sukatani. 1312," sementara Stevi Item berkomentar, "Nggak usah ditarik lagunya, gas terus!!!" Warganet juga ramai-ramai menyuarakan solidaritas dengan tagar #KamiBersamaSukatani, bahkan menjadikan lagu ini sebagai tema aksi "Indonesia Gelap" pada 21 Februari 2025 di Jakarta.


Analisis Hukum

Dari sudut pandang hukum, kasus ini menarik perhatian karena menyangkut batas kebebasan berekspresi yang dijamin Pasal 28E ayat (3) UUD 1945: "Setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya." Karya seni, termasuk lagu, juga dilindungi sebagai bentuk ekspresi oleh UU No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

Pakar hukum pidana, Chudry Sitompul, berpendapat bahwa "Bayar Bayar Bayar" sulit dikategorikan sebagai pelanggaran hukum seperti penghinaan atau pencemaran nama baik berdasarkan UU ITE. "Liriknya tidak secara gamblang menyebut institusi Polri. Kalau institusi yang merasa terhina, siapa yang mewakili? Ini debatable," ujarnya. Ia menambahkan bahwa tekanan untuk menarik lagu justru bertentangan dengan konstitusi.

ICJR memperkuat argumen ini dengan menyatakan bahwa kritik terhadap institusi bukan tindak pidana, apalagi jika tidak ditujukan pada individu tertentu. Penarikan lagu dan permintaan maaf yang diduga akibat intimidasi juga dapat dianggap melanggar Pasal 18 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, yang melindungi warga dari tekanan atau ancaman atas pendapatnya.

Namun, Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengingatkan adanya batasan dalam kebebasan berekspresi. "Jangan sampai mengganggu hak orang lain atau institusi yang bisa dirugikan," katanya pada 21 Februari 2025, meski ia tetap mendukung kritik yang konstruktif.


Dampak dan Makna Lebih Luas

Kontroversi ini tidak hanya menyoroti hubungan antara seni dan kekuasaan, tetapi juga memperlihatkan dinamika kebebasan berekspresi di era demokrasi Indonesia. Penarikan lagu justru membuat "Bayar Bayar Bayar" semakin menggema, baik di aksi jalanan maupun diskusi daring. Media internasional seperti Channel News Asia turut meliput, menambah dimensi global pada polemik ini.

Bagi Sukatani, insiden ini menjadi ujian berat sekaligus pembuktian relevansi karya mereka. Dalam unggahan terbaru pada 22 Februari 2025, mereka menyatakan kondisi mereka membaik dan berterima kasih atas dukungan publik, meski belum memberikan pernyataan resmi lebih lanjut.


Kesimpulan

"Bayar Bayar Bayar" bukan sekadar lagu punk biasa. Ia menjadi cermin keresahan sosial, simbol perlawanan, sekaligus pengingat bahwa kebebasan berekspresi tetap rapuh di tengah tekanan kekuasaan. Hukum mungkin melindungi karya seni, tetapi realitas menunjukkan bahwa perlindungan itu belum sepenuhnya terwujud. Kasus ini meninggalkan pertanyaan besar: apakah kritik melalui seni akan terus diredam, atau justru menjadi katalis perubahan?



Daftar Referensi

  1. "Lirik Lagu 'Bayar Bayar Bayar' Sukatani Dinilai Kritik Sosial yang Dilindungi Hukum," Hukumonline.com, 22 Februari 2025.
  2. "Ini Lirik Lagu 'Bayar Bayar Bayar' Sukatani yang Ditarik Usai Permintaan Maaf ke Kapolri Viral," Beautynesia.id, 21 Februari 2025.
  3. "Media Asing Soroti Penarikan Lagu Band Sukatani yang Mengkritik Polisi," Tempo.co, 23 Februari 2025.
  4. "Mengapa Lagu Bayar Bayar Bayar Band Sukatani Tak Bisa Dipidanakan," Tempo.co, 23 Februari 2025.
  5. "Lagu 'Bayar Bayar Bayar': Klarifikasi Band Sukatani dan Pemeriksaan Oknum Polisi," Kalbarnews.co.id, 21 Februari 2025.
  6. "Sukatani: Mengapa lagu band punk Sukatani 'Bayar Bayar Bayar' jadi lagu tema aksi 'Indonesia Gelap'?" BBC News Indonesia, 21 Februari 2025.
  7. "Band Sukatani Minta Maaf karena Lirik Lagu 'Bayar Polisi', Fadli Zon Ingatkan Batasan," Kompas.com, 21 Februari 2025.
  8. "Kompolnas Soal Lagu Bayar Karya Band Sukatani: Kebebasan Berekspresi," Tempo.co, 22 Februari 2025.
  9. Postingan di X oleh @SINDOnews, 21 Februari 2025.
Baca Juga

Sponsor