Sejarah Majalengka disandingkan dengan kesejarahan wilayah lain, yang notabene bagian dari majalengka itu sendiri. Belakangan beredar tulisan-tulisan di media sosial dengan semakin "mengecilkan" kesejarahan Majalengka. Ini terjadi berawal dari "dianggapnya" Kerajaan Sindangkasih adalah mitos.
Simpang siur asal-usul Majalengka. Jika kita mencermati dari cerita rakyat secara lisan (tutur tinular) memang mendapati kisah asal-usul Majalengka seperti sebuah dongeng. Pun demikian untuk asal-usul daerah lain bila "hanya" mengandalkan cerita rakyat.
Sejarah Kabupaten Majalengka pernah diteliti dan direkonstruksi. Penelitian paling mutakhir dilakukan oleh N. Kartika yang meneliti sejarah Kabupaten Majalengka dalam rangka penyusunan tesisnya yang hasilnya diterbitkan oleh UvulaPress tahun 2008 dengan judul Sejarah Majalengka; Sindangkasih – Maja – Majalengka.
Untuk melengkapi sejarah Kabupaten Majalengka pada masa Pemerintahan Hindia Belanda. Secara ringkas, disajikan dalam tulisan ini.Dengan mengacu pada maksud dan tujuan memberi warna tentang kesejarahan Majalengka. Metode penelitian yang digunakan adalah metode sejarah yaitu proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan agar peristiwa masa lampau dapat direkonstruksi secara imajinatif (Gottschalk, 1977 & 1985: 32). Tahapan pertama dari metode sejarah adalah heuristik yakni proses mencari, menemukan, dan menghimpun sumber sejarah yang relevan dengan pokok masalah yang sedang diteliti.
Mitos
Masyarakat Kabupaten Majalengka ternyata memiliki banyak mitos sebagai upaya memperkaya khasanah kebudayaan suatu masyarakat dan tingkat perkembangan pola pemikiran atau mentalitas masyarakat pada suatu periode. Mitos-mitos itu antara lain terkait pada asal-usul nama tempat atau daerah, benda dan budaya. Mitos yang menceritakan tentang asal usul nama Majalengka. Cerita asal-usul nama Majalengka berkaitan dengan Wawacan Sejarah Karatuan Sindangkasih antara lain menceriterakan bahwa pada akhir abad ke-15 daerah Sindangkasih diperintah oleh seorang ratu yang bernama Nyi Rambutkasih.
Dalam penelitiannya Nina Lubis (2012) menceritakan berdasarkan cerita rakyat menerangkan bahwa Sang Ratu merupakan keturunan Prabu Siliwangi sehingga masih bersaudara dengan Nyi Rarasantang, Prabu Kiansantang, dan Prabu Walangsungsang. Dari keempat orang itu hanya Nyi Rambutkasih yang masih memegang teguh agama Hindu, sedangkan ketiga saudaranya itu telah memeluk agama Islam.
Lebih jauh dikatakan Nina Lubis bahwa kekuasaan Nyi Rambutkasih di Sindangkasih bermula dari keinginannya untuk menemui saudaranya yang bernama Raden Munding Sariageng yang pada waktu berkuasa di Talaga. Akan tetapi, sesampainya di perbatasan Majalengka dan Talaga, Nyi Rambutkasih mengurungkan keinginannya itu karena mendengar daerah Talaga telah diislamkan. Sang Ratu kemudian memutuskan untuk menetap di Sindangkasih dengan wilayah kekuasaanya meliputi Sindangkasih, Kulur, Kawunghilir, Cieurih, Cicenang, Cigasong, Babakan Jawa, Munjul, dan Cijati.
Nyi Rambutkasih berhasil membawa Kerajaan Sindangkasih menjadi kerajaan yang makmur karena rakyat hidup aman dan sentosa. Kehidupan ekonominya berasal dari pertanian dan sebagian wilayahnya ditumbuhi oleh pohon maja yang berkhasiat untuk mengobati penyakit demam. Selain itu, Kerajaan Sindangkasih pun telah berhasil membuat pakaian untuk kebutuhan sehari-harinya karena di kerajaan ini dikembangkan pohon kapas. Demikian juga dengan keperluan gula, sudah bisa dipenuhi sendiri karena Nyi Rambutkasih berhasil mengmbangkan pohon aren.
Namun demikian, eksistensi Kerajaan Sindangkasih tidak berlangsung lama karena ketidakmampuan Nyi Rambutkasih membendung pengaruh Islam. Atas perintah Sunan Gunung Jati, Pangeran Muhammad beserta istrinya yang bernama Nyi Siti Armilah berangkat ke Kerajaan Sindangkasih. Mereka berdua diberi tugas untuk mencari pohon maja karena pada waktu itu banyak penduduk Cirebon yang sakit demam. Selain itu, kedua utusan Sunan Gunung Jati tersebut diperintahkan juga untuk mengislamkan Kerajaan Sindangkasih. Tujuan pertama dari kedua utusan tersebut tidak dapat dilaksanakan karena pohon maja yang banyak tumbuh di Kerajaan Sindangkasih telah “disembunyikan” oleh Nyi Rambutkasih.
Pangeran Muhammad terus mencari pohon maja dan menyuruh Nyi Siti Armilah untuk mencari Nyi Rambutkasih dengan maksud mengislamkan dirinya. Pada akhirnya, Nyi Siti Armilah berhasil bertemu dengan Nyi Rambutkasih sehingga terjadi perdebatan di antara keduanya. Ketika Nyi Siti Armilah mengingatkan Nyi Rambutkasih tentang kematian, Nyi Rambutkasih berkata bahwa dirinya tidak akan pernah mati. Bersamaan dengan itu, ngahiang-lah Ratu Sindangkasih itu di Cilutung. Nyi Siti Armila kemudian menetap di Sindangkasih dan berhasil mengislamkan daerah tersebut. Seiring dengan ngahiang-nya Nyi Rambutkasih, berakhirlah eksistensi Kerajaan Sindangkasih, sebuah kerajaan yang hidup dalam ingatan kolektif masyarakat Majalengka. Sampai saat ini, beberapa patilasan Nyi Rambutkasih antara lain Sumur Sindangkasih, Sumur Sundajaya, Sumur Ciasih, dan batu-batu bekas bertapa yang ada di Majalengka masih dianggap sebagai tempat yang angker.
Letak Geografis Kabupaten Majalengka
Secara geografis Kabupaten Majalengka terletak di bagian timur Propinsi Jawa Barat. Kabupaten Majalengka terletak pada titik koordinat yaitu Sebelah Barat 108° 03' - 108° 19 Bujur Timur, Sebelah Timur 108° 12' - 108° 25 Bujur Timur, Sebelah Utara 6° 36' - 5°58 Lintang Selatan dan Sebelah Selatan 6° 43' - 7°44.
Bagian Utara wilayah kabupaten ini merupakan dataran rendah, sementara wilayah tengah berbukit-bukit dan wilayah selatan merupakan wilayah pegunungan dengan puncaknya Gunung Ceremai yang berbatasan dengan Kabupaten Kuningan serta Gunung Cakrabuana yang berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Sumedang. Secara administratif berbatasan dengan:
- Sebelah Utara : Kabupaten Indramayu.
- Sebelah Selatan : Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis.
- Sebaleh Barat : Kabupaten Sumedang.
- Sebelah Timur : Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Kuningan.
Peta Cirebon dari masa ke masa
Peta Cirebon tahun 1827 |
Sindangkasih Majalengka tahun 1840, namun ada cata unik menarik sekaligus menggelitik keingintahuan -silahkan baca di: Kabupaten Sindangkasih: Kabupaten Majalengka Zaman Belanda yang menjelaskan bahwa tahun 1844 (setelah Besluit Gubernur Jendral Hindia Belanda tentang pemindahan kabupaten Maja ke Sindangkasih dan perubahan Maja menjadi Majalengka) masih menyebut kota Sindangkasih. Mungkin saat itu nama kota belum tersosialisasi dengan merata.
Peta Cirebon-Cheribon tahun 1937 IV Madjalengka |
Peta tahun 1937 sudah mencantumkan nama kota Majalengka.
Cirebon 1875, Stulpnagel, F.v., terbitan Gotha, Jerman |
Cirebon 1865, Colton, G.W., terbitan New York Amerika Serikat Hanya menjelaskan kota-kota pesisir pantai |
Peta Cirebon 1828, Brue, Adrien Hubert, Terbitan Paris Prancis |
Cirebon 1815, Pinkerton, John, tebitan London Inggris |
Cirebon 1808, Cary, John, terbitan london, Inggris |
Cirebon 1804, Arrowsmith, Aaron, terbitan Philadelpia, Amerika Serikat |
Cirebon 1781 Lodge, John, d.terbitan London, Inggris |
Cirebon 1771, Bonne, Rigobert,terbitan Paris, Prancis |
Menurut Kamus Aardrijkskundig woordenboek der Nederlanden, terbitan tahun 1847 menyebutkan Sindang-Kassie adalah distrik dari keresidenan Cirebon. Sementara itu terdapat juga nama Sindang-Kassi (tanpa e) yang berada di Karawang, Jawa Barat.
Maja merupakan cikal bakal Kabupaten Majalengka. Tanggal perubahan nama kabupaten dari Kabupaten Maja menjadi Kabupaten Majalengka berdasarkan Besluit Gubernur Jenderal D. J. de Eerens No. 2 tanggal 11 Februari 1840 sebagai kelanjutan dari Kabupaten Maja. Hari jadi Kabupaten Majalengka mengacu pada momentum awal berdirinya Kabupaten Maja yaitu berdasarkan Surat Keputusan Komisaris Jenderal Hindia Belanda tanggal 5 Januari 1819 Nomor 23, dimana wilayah Keresidenan Cirebon dibagi menjadi lima kabupaten yaitu Cirebon, Bengawan Wetan, Maja, Galuh, dan Kuningan.
Meskipun terjadi perbedaan persepsi di kalangan masyarakat bahwa tanggal itu (11 Februari 1840) adalah tanggal pertama kali adanya pemerintahan kabupaten di daerah yang sekarang bernama Majalengka. Padahal sebelumnya sudah terbentuk dengan nama Kabupaten Maja.
Staatblad 1840 |
Menurut Kamus Belanda di bawah ini, kita menelusuri kata "Madja". Bahwa Madja adalah di bawah keresidenan "Cheribon".
Madja reg in Oost Indie, op het Sundasche eil java resid. Cheribon, palende N en O aan De Zee-van-Java, Z. Aan bet reg. Koeningan , W aan de Preanger Regentschappen. Dit reg. bevat zes districten als Madja, Sindang-Kassie, Radja-Gulo, Telaga, Palimanang en Kadongdang. De regent voert den titel van Radeen-Adipati
(Terjemahan bebas: Madja wilayah di Hindia Timur, di tanah Sunda di (pulau) Jawa. Bagian dari keresidenan Cheribon, di bagian Utara (Noorden=N) dan timur (Oost=O) berbatasan dengan Lautan Jawa, Selatan (Zuiden=Z) dengan wilayah Koeningan, Barat (Westen=W) dengan Preanger Regentschappen.Wilayah ini (keresidenan Cirebon) berisi enam kabupaten seperti Madja, Sindang-Kassie, Radja-Gulo, Telaga, Palimanang dan Kadongdang. Bupati menyandang gelar Raden-Adipati).
Dijelaskan bahwa nama Madja memiliki nama yang sama di Sunda. De hoofdplaats draagt denzelfden naam. de weg, tusschen deze stad en Galoe is de eenige in de gebeele resident (Ibu kota memiliki nama yang sama. Jalan antara kota ini dan Galoe adalah satu-satunya di residen). Nama kota yang sama "Madja" berada di Bantam (Banten). Yang kita bahas di sini adalah Distrik (Kabupaten) Madja di Kresidenan Cirebon.
Jadi, Majalengka berisi enam distrik yaitu:
- Madja,
- Sindang-Kassie,
- Radja-Gulo (Rajagaluh),
- Telaga (Talaga),
- Palimanang (Palimanan) dan
- Kadongdang (Kedondong).
Di distrik Rajagalo/Rajagaluh pernah ada asisten residen, hanya kantorna hancur dibakar waktu huru hara 1817-1818 yang menewaskan perwira Heidenrich.
Setelah pembentukan Kabupaten Majalengka, DistrikPalimanang/Palimanan diubah statusnya menjadi kewadanaan. Selanjutnya kewadanaan Palimanan yang masuk wilayah Majalengka kemudian tgl 24 Mei 1862/Palimanan diserahkan kapada Cirebon,Akhirnya Majalengka terdiri dari kewadanaan Jatiwangi, Rajagaluh, Talaga, dan Maja.
Berdasarkan Besluit Tanggal 5 Januari 1819 Nomor 23, Komisaris Jenderal Hindia Belanda membentuk Kabupaten Maja dengan batas wilayah sebagai berikut.
Voor het regentschap Madja, de groote postweg van de overvaart bij Karasambonong oost op, toot aan den rivier Tjieppietjong bij Djamblang deze rivier opwaarts tot bij den dessa Lengkong, van daar de scheiding van het tegenwoordige regentschap Radja Galo tot op den top van den berg Tjiremaij vervolgens zui waarts de scheiding vaan het tegenwoordige regentschap Talaga tot aan den r i v i e r Tjidjolang, alsdan zuidwaarts en westwaarts dezelfde scheiding tot aan die van de residentie Cheribon men het regentschap Soemedang en deze scheiding noordwaarts tot aan den grooter postweg b i j d e n o v e r v a a r t t e Karasambong (Staatsbladvan NI. No. 9, 5 Januari 1819).
Untuk Kabupaten Maja, jalan besar pada penyebaran di Karangsambong ke arah timur sampai Cipicung dekat Jamblang; mengikuti sungai ini ke arah hulu sampai desa Lengkong, dari sana mengikuti batas Kabupaten Rajagaluh yang sekarang sampai di puncak Gunung Ciremai, kemudian mengikuti batas Kabupaten Talaga yang sekarang ke arah selatan sampai Cijulang, kemudian mengikuti batas yang sama sampai ke perbatasan antara Keresidenan Cirebon dengan Kabupaten Sumedang , mengikuti perbatasan ini ke arah utara sampai ke jalan besar pada penyeberangan di Karangsambong.
Berdasarkan besluit itu, wilayah Kabupaten Maja meliputi wilayah bekas Kabupaten Rajagaluh dan Kabupaten Talaga. Dalam besluit itu, Komisaris Jenderal Hindia Belanda pun mengangkat Raden Adipati Denda Negara sebagai Bupati Maja (Kartika, 2008: 24-25).
Wilayah Kabupaten Maja meliputi tiga distrik yaitu Talaga, Sindangkasih, dan Rajagaluh yang meliputi wilayah seluas 625 pal dan berbatasan dengan Sumedang (barat), Cirebon dan Kuningan (timur), Indramayu (utara), serta Galuh dan Sukapura (selatan) (Behoort by Misjive van den Resident van Cheribon van den 3 November 1837 No.2006, AD Cirebon 64.9). Pada tahun 1830-an, Kabupaten Maja dibagi menjadi enam distrik, yaitu Maja, Sindangkasih, Rajagaluh, Talaga, Palimanan, dan Kadongdong.
Tahun 1840, berdasarkan Besluit Gubernur Jenderal D. J. de Eerens No. 2 tanggal 11 Februari 1840, Pemerintah Hindia Belanda mengubah nama Kabupaten Maja menjadi Kabupaten Majalengka dengan pusat pemerintahan berkedudukan di Sindangkasih. Selain mengubah nama Kabupaten Maja menjadi Kabupaten Majalengka, Pemerintah Hindia Belanda pun mengubah pusat pemerintahan Kabupaten Majalengka
yang sebelumnya bernama Sindangkasih menjadi Majalengka, sebagaimana tertulis dalam besluit tersebut:
… Ten derde te bepalen, dat het regentschap Madja (residentie Cheribon) alsmede de zetel van dit Regentschap, thans genaamd Sindang-Kassie, voortaan den naam zullen voeren van : MADJALENGKA
… Ketiga, menetapkan bahwa Kabupaten Maja (Keresidenan Cirebon) serta pusat pemerintahan kabupaten itu, yang sekarang bernama Si n d a n g -Ka s s i e , sejak sekarang diubah menjadi: MADJA-LENGKA”… .
… (Staatsbladvan Nederlandsch-Indie. No. 7, 11 Februari 1840).
Peta: Perubahan Wilayah Administratif Kabupaten Maja 1930-an (kiri) dan Kabupaten Majalengka Tahun 1962 (kanan) de zetel van dit Regentschap, thans genaamd Sindang-Kassie, voortaan den naam zullen voeren van : MADJALENGKA… (Staatsbladvan Nederlandsch-Indie. No. 7, 11 Februari 1840).
Sampai tahun 1825 Distrik Palimanan masih berstatus sebagai kabupaten dengan nama Kabupaten Bengawan Wetan. Pada tahun itu, Kabupaten Be n g awa n Wetan dihapus dan wilayahnya dimasukkan ke Kabupaten Maja dengan status distrik dengan nama Distrik Palimanan (Koswara, 2000: 15).
Wilayah Kerajaan Sindangkasih
Bila kita cermasi cerita rakyat bahwa Kerajaan Sindangkasih dengan wilayah kekuasaanya meliputi Sindangkasih, Kulur, Kawunghilir, Cieurih, Cicenang, Cigasong, Babakan Jawa, Munjul, dan Cijati. Bila dilihat kondisinya sekarang ini, menunjukkan Kecamatan Majalengka Sekarang. karena perkembangan zaman wilayahnya bertambah Tarikolot (mungkin dulu dimasukan ke Cijati), Cicurug, Sidamukti (mungkin dulu dimasukan ke Munjul), Cibodas (Mungkin dulu sudah dimasukan ke Sindangkasih), Cikasarung, Kawunggirang (mungkin dulunya perbatasan, dan yang masuk ke Sindangkasih hanya Kawunghilir? karena dahulu kawunghilir dan kawunggirang adalah satu desa yakni: Kawungluwuk). Ini pun bukti tertulis sebagai sumber sejarah awal belum penulis dapatkan.
Sejarah Awal Sindangkasih sebagai Kota Majalengka bukan Kabupaten Majalengka?
Rancu Kesejarahan Sindangkasih.Bila menarik kisah kerajaan Sindangkasih dalam konteks sejarah Kabupaten Majalengka menjadi rancu dan tumpang tindih alias tidak jelas. Menurut paparan di atas, bahwa wilayah Kerajaan Sindang Kasih tak lain adalah wilayah Kecamatan Majalengka di zaman sekarang.
Bila kita cermati lebih seksama, di tiap kecamatan yang kini berada di dalam wilayah administratif Kabupaten Majalengka, berdiri juga sebuah kerajaan. Dalam sejarahnya pun tiap kerajaan itu bisa jadi tumpang-tindih dan simpang-siur. Misalnya di Kecamatan Kadipaten, Jatiwangi, Rajagaluh, Jatitujuh, Talaga dan Maja memeiliki sejarah kerajaannya sendiri.
Bila kita menelusri sejarah asal-usul nama tempat di Kabupaten Majalengka, tedapat beberapa kerajaan kecil. Dengan demikian, kisah Sindangkasih juga barangkali ruang lingkupnya terbatas.
Menurut catatan data sekunder dalam Naskah Sunda Kuno, diantaranya disebutkan adanya "Mandala Sindangkasih". Mungkinkah saat itu sebenarnya Sindangkasih hanyalah kemandalaan. Bisa dibaca juga pada Mandala di Wilayah Kerajaan Sunda. Mandala ini termasuk dalam daftar Kabuyutan atau Kemandalaan di Tatar Pasundan.
Beberapa Kemandalaan (73 Mandala) berubah statusnya menjadi Kerajaan. Ada Kerajaan yang Mandiri (Mahadika) atau di bawah Kerajaan lain sebagai pelindungnya. Misalnya dalam naskah disebutkannya Mandala Indraprahasta juga kita mengenal Kerajaan Indraprahasta. Bahkan Kemandalaan Kendan sudah diketahui masyarakat Sunda sebagai cikal bakal Kerajaan Kendan. Resiguru Manikmaya, Raja Pertama Kendan Sang Resiguru Manikmaya datang dari Jawa Timur. Ia berasal dari keluarga Calankayana, India Selatan. Sebelumnya, ia telah mengembara, mengunjungi beberapa negara, seperti: Gaudi (Benggala), Mahasin (Singapura), Sumatra, Nusa Sapi (Ghohnusa) atau Pulau Bali, Syangka, Yawana, Cina, dan lain-lain. Resiguru Manikmaya menikah dengan Tirtakancana, putri Maharaja Suryawarman, penguasa ke-7 Tarumanagara (535-561 M). Oleh karena itu, ia dihadiahi daerah Kendan (suatu wilayah perbukitan Nagreg di Kabupaten Bandung), lengkap dengan rakyat dan tentaranya.
Resiguru Manikmaya, dinobatkan menjadi seorang Rajaresi di daerah Kendan. Sang Maharaja Suryawarman, menganugerahkan perlengkapan kerajaan berupa mahkota Raja dan mahkota Permaisuri. Semua raja daerah Tarumanagara, oleh Sang Maharaja Suryawarman, diberi tahu dengan surat. Isinya, keberadaan Rajaresi Manikmaya di Kendan, harus diterima dengan baik. Sebab, ia menantu Sang Maharaja, dan mesti dijadikan sahabat. Terlebih, Sang Resiguru Kendan itu, seorang Brahmana ulung, yang telah banyak berjasa terhadap agama. Siapa pun yang berani menolak Rajaresiguru Kendan, akan dijatuhi hukuman mati dan kerajaannya akan dihapuskan.
Dalam berbagai sumber naskah kuno, Kemandalaan atau kabuyutan sangat dilindungi oleh raja-raja Pajajaran (Sunda-Galuh). Juga, dirinci bahwa di kabuyutan atau kamandalaan disediakan juga rakyat dan penjaga kabuyutan. Biaya dan keamanan utama dijamin raja Pajajaran. Mungkinkah Ki Gedeng Sindangkasih (Ki Gede ing Sindangkasih) adalah hanya pengawal keamanan kabuyutan? Naskah-naskah Cirebon menyebut penguasa Sindangkasih dengan sebutan "Dalem Digja". Mungkin kependekan dari kata "Dalem Digjaya", artinya memiliki ilmu kanuragan tingkat tinggi.
Selain itu, sudah menjadi kebiasaan umum dalam keluarga ningrat Pajajaran, bahwa bila ada "Bancang Pakewuh, Maung ngamuk Gajah Meta", Kabuyutan atau Kemandalaan adalah tempat berlindung. Mirip dengan tempat Ibadah Kristiani "Gereja" yang dianggap aman karena militer "pamali" atau dilarang keras memasuki Gereja, pun demikian dengan Kabuyutan. Dahulu tempat Ibadah Mesjid pun dianggap aman karena tidak boleh ada serangan atau agresi militer ke Mesjid. namun belakangan ini kita sering menyaksikan penyerangan terhadap mesjid bahkan oleh orang Islam sendiri.
Dapat pula kabuyutan atau kemandalaan dijadikan tempat "menyepi" bagi raja yang ingin meninggalkan kehidupan duniawi dengan menjadi Mahawiku atau pertapa di Kabuyutan. Ada beberapa raja Sunda-Galuh atau zaman pajajaran yang rajanya memilih menjadi pertapa.
Oleh karena adanya, anggapan bahwa setiap pimpinan utama kemandalaan/kabuyutan disalahartikan sebagai seorang raja. pun demikian dengan pimpinan (Susuhunan) Kemandalaan Sindang Kasih. Padahal bisa jadi hanya seorang Pertapa. Memang kedudukan pertapa atau Mahawiku atau Rajaresi sebagai salah satu pilar utama Ajegnya kerajaan seperti termaktub dalam Tritangtu Sunda: Ratu, Rama, Resi. Jadi Kemandalaan Sindangkasih bisa juga disebut sebagai Karesian Sindangkasih.
Cag jjjjj
Referensi
- Lubis, Nina H. 2002. "Kontroversi Tentang Naskah Wangsakerta" Jurnal Humaniora UGM Vol 14, No 1 (2002)
- Gottschalk, Louis. 1977. "Mengerti Sejarah (Terj)". Jakarta: Universitas Indonesia Press.
- van der Aa, Abraham Jacob. 1847. "Aardrijkskundig woordenboek der Nederlanden". Netherlands: Publisher Gorinchem J. Noorduyn.