Cari

Kekerabatan Suku Dayak Maanyan dan Suku Sunda?

Rumah Adat Kabupaten Balangan. Sumber: wikipedia.org
[Historiana] - Berawal dari video yang diunggah di youtube channel Insight & inspirative Channel, terdapat komentar yang menyebutkan "kenapa bahasa Dayak Maanyan" dan Bahasa Sunda banyak kesamaan?" Penulis sangat tertarik menelusuri sejarahnya dari sumber-sumber yang ada di Naskah lontar Sunda kuno.

Dalam Naskah Sunda kuno (NSK) Lontar Carita Ratu Pakuan, ada hal menarik yang berkaitan dengan negeri seberang. Naskah ibi berkisah tentang iring-iringan asal-usul dari para ratu khususnya yang sedang melakukan perjalanan dari keraton di timur (Galuh) menuju keraton barat yaitu Pakuan.

Naskah Carita Ratu Pakuan berasal dari kropak 410 di Perpustakaan Nasional yang sekarang berada di Museum Sri Baduga. Jumlah keseluruhan lontar ada 29 lembar dengan ukuran masing-masing ± 19 x 3 cm dengan kolom tulisan berukuran ± 17 x 2,5 cm. Tidak disebutkan siapa penulis naskah ini, kecuali sebuah tempat yaitu Gununglarang Srimanganti.

Naskah ini menceritakan tentang kisah dari para ratu yang berada di kerajaan Sunda Galuh dan Pakuan. Isinya menceritakan deskripsi para ratu di kerajaan Galuh dan Pakuan. Sifatnya yang historis menjadikan para pembaca dapat memahami sejarah pada masa lalu yang tertulis di dalamnya. Berbagai wilayah disebutkan dalam naskah ini.

Salah satu tempat yang di sebutkan adalah Pulau Balangah. Sebutan untuk luar Jawa. Dimanakah Pulau Balangah?

Berikut adalah kutipannya:
Bur ti heula ley peu(n)deuri/ sataganan la[h]in deu[h]i/ putri ti sabrang nagara/ Saha nu ngalurahan Mama nu geulis (em)bo(k) Panéwon/ ahisna Kebo Gumowong, putri Tiga Gumowong/ deu(ng) nu geulis (Em)bo(k)/Manglépa/ ahisna Maraja di  Ce(m)pa/ deu(ng) nu geulis (Em)bo(k) Lé(ng)gang/ ahisna Haji Mangédara/ deu(ng) nu geulis (Em)bo(k) Manglibu/ ahis Maraja di Baluk/ deu(ng) nu geulis (Em)bo(k) Hajani/ ahis Maraja di Bali/ deu(ng) nu geulis Nareuceun Maya/ Tung Ma(ng)gung Hideung/ putri ti Pakalongan/ deu(ng) nu geulis Atra Wangi/ ahisna Ratu Gubak tuhan Marihak/ putri ti Nusa Balangah. 
Terjemahannya
    Berangkat yang di depan diikuti yang belakang, serombongan beda lagi, puteri dari negara seberang. Siapa gerangan yang memimpin? Ibunda yang cantik embok Panewon, adiknya Kebo Gumowong, puteri Tiga Gumowong, kemudian yang cantik Embok Manglepa, adiknya Maraja di Cempa, kemudian yang cantik Embok Lenggang, adiknya Raja Mangedara, lalu yang cantik Embok Manglibu, adik Maraja di Baluk, kemudian yang cantik Embok Hajani, adik Maraja di Bali, kemudian yang cantik Nareuceum Maya Tung Manggung Hideung, puteri dari Pekalongan, kemudian yang cantik Atra Wangi, adiknya Ratu Gubak tuan Marihak, puteri dari Pulau Balangah.
Nah pada naskah di atas, disebutkan adanya putri cantik bernama "Atra Wangi" adiknya "Ratu Gubak Tuan Marihak" seorang Putri dari Pulau Balangah. Artinya Putri dari Pulau Balangah ini hadir sebagai saudara atau kerabat Maharaja Siliwangi. Putri Atra Wangi menghadiri dan mengikuti iring-iringan menuju Pakuan Pajajaran.

Dimanakah Pulau Balangah itu? Dalam hal ini penulis menggaris-bawahi sebagai tempat yang berada di luar Jawa. Meskipun disebut Pulau, tidak berarti merupakan pulau tersendiri dengan nama "Balangah". Atribusi untuk hal ini terlihat pada baris yang lain dalan Carita Ratu Pakuan dalam penyebutan "Pulau Palembang" dan yang kini kita ketahui bahwa Palembang bukanlah berbentuk sebuah Pulau, melainkan toponimi (nama tempat) yang berada di Pulau Sumatera (Andalas) dan di Luar Jawa. 

Oleh karena itu, penelusuran kita pada nama tempat di Luar Jawa.

Kembali pada pembuka artikel ini di atas, bahwa ada banyak kesamaan bahasa Sunda dan Dayak Maanyan Kalimantan. Hemmm.. ini dia petunjuknya. Pulau Balangah atau yang mendekati kata "Balangah" menjadi lokasi yang kita curigai sebagai asal usul Putri Atra Wangi dalam Naskah. Ternyata hasil gugling ditemukan kata "Balangan" yaitu sebuah Kabupaten di Kalimantan.

Kabupaten Balangan adalah salah satu kabupaten di provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia yang ibukotanya adalah Paringin. Di wilayah Kabupaten Balangan ini terdapat suku Dayak Maanyan. nah ini dia lokasi Pulau Balangah yang dimaksud dalam Naskah Carita Ratu Pakuan.


Kemiripan Bahasa Sunda dan Dayak

Penulis menelusuri contoh kemiripan bahasa Sunda dan Dayak, lalu dapat dari blog ntotmbol.blogspot.com. dan Untuk lebih jelasnya kami sadur contohnya:
  • Kalau   = lamun  = amun
  • Perjaka = bujang = bujang
  • Ayo     = hayu   = hayu
  • Sikut   = siku   = hiku
  • Tukar   = urup   = hurup
  • Mendorong = jurung = ju’un
  • Menjunjung = jungjung  = jujung
  • Mendengar  = ngadenge  = nyandrengei
  • Keluarga   = kulawarga = kula
  • Manis   = amis = mamis
  • Memesan = mesen  = mesen
  • Memutar = muter  = muser
  • Lari    = lumpat = nempat
  • Nenek   = nini   = nini
  • Padi    = pare   = parei
  • Libur   = pere   = perei
  • Pesan   = pesen  = pesen
  • Pemberitahuan = bewara = piwaraan
  • Mahal   = rarang = rarang
  • Tersenyum = imut = rarimut
  • Mau padam = surup = rurup
  • Kalah     = taluk = talau
  • Menempeleng = tampiling = tampeleng
  • Tanah       = taneuh    = tane
  • Rokok       = udud      = udut
  • Pasta gigi  = odol      = udul
  • Hidung      = irung     = urung
  • Kucing      = ucing     = using
  • Perempuan   = awewe     = wawei
  • Bibir       = biwir     = wiwi
  • Tiga        = tilu      = telu
  • Empat       = opat      = epat
  • Sepuluh     = sapuluh   = sapuluh
  • Sebelas     = sabelas   = sawelas

Wajar Jika terdapat hubungan kekerabatan antara Sunda dan Dayak. Meskipun demikian, masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mengungkap sejarah lengkapnya.

Kilas Sejarah


Kira-kira pada abad ke-5 terjadi migrasi orang Sumatera yang membawa bahasa Melayu kuno menjadi Bahasa Banjar Hulu. Diperkirakan pada 520 berdirinya Kerajaan Tanjungpuri di Tanjung, Tabalong yang didirikan orang Melayu kuno, daerah yang bertetangga dengan Kabupaten Balangan. Kira-kira pada tahun abad ke-6 Suku Dayak Maanyan melakukan migrasi ke pulau Bangka selanjutnya ke Madagaskar. Orang Balangan dan orang Pitap yang berbahasa Maanyan dan bahasa Bukit mendiami daerah aliran sungai Balangan dan sungai Pitap.

Menurut Kakawin Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365, wilayah Barito (= Tanah Dusun), Tabalong dan Sawuku sudah menjadi daerah taklukan Gajah Mada, mahapatih mangkubumi Kerajaan Majapahit. Daerah-daerah tersebut berdekatan dengan wilayah Kabupaten Balangan. Pada tahun 1387, Ampu Jatmaka/Jatmika, saudagar dari negeri Keling (India Selatan atau Jawa Timur) mendirikan kerajaan Negara Dipa dan ia memakai gelar Maharaja di Candi.. Semula ibukota berkedudukan di Candi Laras (Margasari) pada daerah aliran sungai Tapin, kemudian dipindahkan ke hulu di Candi Agung/Negara Dipa (sekarang Amuntai) dekat muara sungai Tabalong tetapi pelabuhan perdagangan yang resmi tetap di Muara Rampiau dekat Candi Laras. Ampu Jatmika kemudian dilantik sebagai penerus raja Kuripan (Danau Panggang) sehingga ia menjadi penguasa empat negeri : Candi Laras, Candi Agung, Kuripan dan daerah Batung Batulis dan Baparada.Batung Batulis dan Baparada merupakan julukan Kabupaten Balangan dahulu di mana terdapat lokasi yang dikeramatkan, yaitu Gunung Batu Piring (Kampung Pahajatan) tempat mengambil buluh betung (batung batulis) yang dipakai sebagai tiang mahligai/istana bagi Putri Junjung Buih.

Menurut Hikayat Banjar Resensi I, ketika ibukota di Negara Dipa/Candi Agung, Ampu Jatmaka memerintahkan menteri penganan Aria Magatsari mudik untuk menaklukan daerah-daerah di hulu, yaitu batang Tabalong, batang Balangan, batang Pitap serta bukit-bukitnya. Maka diangkatlah ketua daerah setempat sebagai menteri-menteri sakai mengepalai daerah tersebut di bawah kekuasaan Aria Magatsari. Sementara itu menteri pengiwa Tumenggung Tatahjiwa diperintahkan menaklukan batang Alai, batang Amandit, batang Labuan Amas serta bukit-bukitnya. Mula-mula Lambung Mangkurat menjabat sebagai pemangku raja Negara Dipa, penerus Maharaja di Candi, tetapi kemudian sebagai raja dilanjutkan oleh anak angkatnya Putri Junjung Buih (Bhre Tanjungpura) bersama suaminya Pangeran Suryanata I dari Majapahit. Lambung Mangkurat dengan sukarela mengambil posisi sebagai mangkubumi Negara Dipa karena sebenarnya ia bukanlah berdarah biru.

Pada masa kekuasaan Raden Sekar Sungsang, wilayah Balangan termasuk dalam wilayah Kerajaan Negara Daha, nama negeri dengan ibukota yang baru di sebelah hilir di Muara Hulak, yaitu perpindahan dari Negara Dipa (Candi Agung) sampai masa kekuasaan Pangeran Tumenggung. Lokasi Muara Hulak tersebut pada mulanya muncul sebagai pelabuhan bayangan kerajaan Negara Dipa, padahal pelabuhan perdagangan yang resmi adalah Muara Rampiau. Dengan berdirinya Negara Daha, maka pelabuhan perdagangan dipindah ke hilir dari Muara Rampiau ke Muara Bahan. Pada tahun 1526, wilayah Balangan menjadi bagian dari Banua Lima, sebuah provinsi dari Kesultanan Banjar, nama negeri dengan ibukota yang baru yang didirikan oleh Sultan Suriansyah (keponakan Pangeran Tumenggung) di lokasi yang jauh lebih ke hilir dekat muara sungai Barito, yaitu Banjarmasin, merupakan perpindahan dari Negara Daha/Muara Hulak.

Referensi

  1. Paul Michel Munoz, Kerajaan-kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan Semenanjung Malaysia, Mitra Abadi, Maret 2009.
  2. Johannes Jacobus Ras, Hikayat Banjar diterjemahkan oleh Siti Hawa Salleh, Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS - Ampang/Hulu Kelang - Selangor Darul Ehsan, Malaysia 1990.
  3. Hikayat Banjar Resensi II teks Cense.
  4. Kabupaten Balangan. wikipedia.org
Baca Juga

Sponsor