Cari

Asal Mula Nama Pulau Sumatera

Peta kuno Paparan Sunda: Semennanjung Malaya, Sumatera, Jawa dan kalimantan
Sumber: wikipedia.org

[Historiana] - Sumatera yang dieja dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) "Sumatra". Pulau Sumatera adalah pulau keenam terbesar di dunia yang terletak di Indonesia, dengan luas 473.481 km². Penduduk pulau ini sekitar 57.940.351 (sensus 2018). Pulau ini dikenal pula dengan nama lain yaitu Pulau Percha, Andalas, atau Suwarnadwipa  Kita masih bisa menemukan peta kuno yang masih menulis nama Andalas untuk Sumatera.

Pulau Sumatera, tercatat dalam sumber-sumber sejarah dan cerita-cerita rakyat, disebut-sebut sebagai “Pulau Emas”. Dalam bahasa Minang disebut "pulau ameh" yang kita jumpai dalam cerita Cindur Mata dari Minangkabau. Dalam bahasa Lampung disebut "tanoh mas" untuk menyebut pulau Sumatera.

Pendeta I-tsing (634-713) dari Cina, yang bertahun-tahun menetap di Sriwijaya (Shih-li-fo-shih atau San-fo-ts'i atau San Fo Qi.) pada abad ke-7, menyebut pulau Sumatera dengan nama chin-chou yang berarti “negeri emas”.

Dalam berbagai prasasti, pulau Sumatera disebut dengan nama Sansekerta: suvarnadipasuwarnadwipa (”pulau emas”) sebagai bagian dari suvarnabhumi, suwarnabhumi (Asia Tenggara).

Nama-nama ini sudah dipakai dalam naskah-naskah India sebelum Masehi.

Naskah Buddha yang termasuk paling tua, Kitab Jataka, menceritakan pelaut-pelaut India menyeberangi Teluk Benggala ke Suwarnabhumi.

Dalam cerita Ramayana dikisahkan pencarian Dewi Sinta, istri Rama yang diculik Ravana, sampai ke Suwarnadwipa. Para musafir Arab menyebut pulau Sumatera dengan nama Serendib, Suwarandib transliterasi dari nama Suwarnadwipa.

Lihat juga versi videonya



Abu Raihan Al-Biruni, ahli geografi Persia yang mengunjungi Sriwijaya tahun 1030, mengatakan bahwa negeri Sriwijaya terletak di pulau Suwarandib. Cuma entah kenapa, ada juga orang yang mengidentifikasi Serendib dengan Srilanka, yang tidak pernah disebut Suwarnadwipa!

Di kalangan bangsa Yunani purba, Pulau Sumatera sudah dikenal dengan nama Taprobana. Nama Taprobana Insula telah dipakai oleh Klaudios Ptolemaios, ahli geografi Yunani abad kedua Masehi, tepatnya tahun 165, ketika dia menguraikan daerah Asia Tenggara dalam karyanya Geographike Hyphegesis.
Ptolemaios menulis bahwa di pulau Taprobana terdapat negeri Barousai. Mungkin sekali negeri yang dimaksudkan adalah Barus di pantai barat Sumatera, yang terkenal sejak zaman purba sebagai penghasil kapur barus.

Naskah (Kitab) Yunani tahun 70, yang berjudul "Periplous tes Erythras Thalasses", mengungkapkan bahwa Taprobana juga dijuluki chryse nesos, yang artinya ‘pulau emas’. Dalam kitab "Geographike Hyphegenesis" menyebutnya Argyre Chora, Chryse Chora. Chryse Chersonessos (semenanjung emas) dan Iobadiou (pulau Jelai).

Sejak zaman purba para pedagang dari daerah sekitar Laut Tengah sudah mendatangi tanah air kita, terutama Sumatera. Di samping mencari emas, mereka mencari kemenyan (Styrax sumatrana) dan kapur barus (Dryobalanops aromatica) yang saat itu hanya ada di Sumatera.

Sebaliknya, para pedagang Nusantara pun sudah menjajakan komoditi mereka sampai ke Asia Barat dan Afrika Timur, sebagaimana tercantum pada naskah "Historia Naturalis" karya Plini abad pertama Masehi.
Dalam kitab umat Yahudi, Melakim (Raja-raja), fasal 9, diterangkan bahwa Nabi Sulaiman a.s. raja Israil menerima 420 talenta emas dari Hiram, Raja Tirus yang menjadi bawahan beliau. Emas itu didapatkan dari negeri Ophir.

Kata Ofir atau Ophir dalam bahasa Yunani ˈoʊ.fɜːr; bahasa Ibrani: אוֹפִיר, Modern Ofir Tiberias ʼÔp̄îr; dalam bahasa Inggris: Ophir, adalah suatu negeri atau wilayah yang kaya emas, yang merupakan negeri asal dari emas yang diterima Raja Salomo dari Hiram, seorang Raja Tirus. Dalam kitab Yahudi, Kitab 1 Raja-raja pasal 9, diterangkan bahwa Raja Salomo (Nabi Sulaiman), raja bangsa Israel menerima 420 talenta emas dari Hiram, raja Tirus, yang merupakan raja bawahannya. Diceritakan bahwa emas upeti tersebut didapatkan dari negeri Ofir, suatu negeri yang diberkati Tuhan dengan kekayaan emas dan kesuburan tanahnya.

Banyak ahli sejarah yang berpendapat bahwa negeri Ophir itu terletak di Sumatera! kota Tirus merupakan pusat pemasaran barang-barang dari Timur Jauh.

Di Sumatera Barat terdapat sebuah gunung yang bernama Gunung Talamau yang sebelumnya bernama Gunung Ophir. Mengenai dari mana asal nama Ophir yang diberikan pada gunung tersebut juga belum didapat data sejarah yang pasti. Sementara pulau Sumatera pada zaman purba disebut pulau Swarnadwipa, yang berarti pulau emas.

Ptolemeus menulis Geographike Hyphegesis berdasarkan informasi dari seorang pedagang Tirus yang bernama Marinus. Dan banyak petualang Eropa pada abad ke-15 dan ke-16 mencari emas ke Sumatera dengan anggapan bahwa di sanalah letak negeri Ophir-nya Nabi Sulaiman A.S.


Suwarnadwipa menjadi  “Sumatera” 

Nama Pulau Sumatera kini umum digunakan secara nasional maupun dunia internasional. Darimana asal mula nama ini?

Kerajaan termashur di ujung pulau Sumatera adalah Samudra Pasai yang didirikan oleh Raja Marah Silu (Shilu) setelah naik tahta bergelar Sultan Malik as-Saleh. Konon negeri Kamboja menyebut Samudra-pura yang berarti "kota samudra". Kata Samudra, mengalami perubahan bunyi dari Samundar, Samundra. Samundara dalam Bahasa Urdu atau Hisdustani. Sementara dalam bahasa Telugu Samundar, Samundur, Samundri, Samundari yang menjelaskan bentuk Samadra, Shamuthera, shu-men-ta-la dan lainnya.

Dengan demikian, ternyata nama "Sumatera" berasal dari nama "Samudera",  kerajaan di Aceh pada abad ke-13 dan ke-14. Para musafir Eropa sejak abad ke-15 menggunakan nama kerajaan itu untuk menyebut seluruh pulau.

Sedangkan para musafir China mencata Sumatera sebagai Sumuta (su-mu-ta), sumutula, su-muh-ta-la, yang tercatat dalam sejarah Dinasti Yuan.

Peralihan Samudera dari nama kerajaan menjadi Sumatera sebagai nama pulau menarik untuk ditelusuri. Odorico da Pardenone dalam kisah pelayarannya tahun 1318 menyebutkan bahwa dia berlayar ke timur dari Koromandel, India, selama 20 hari, lalu sampai di kerajaan Sumoltra.

Ibnu Bathutah bercerita dalam kitab Rihlah ila l-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) bahwa pada tahun 1345 dia singgah di kerajaan Samatrah. Pada abad berikutnya, nama negeri atau kerajaan di Aceh itu diambil alih oleh musafir-musafir lain untuk menyebutkan seluruh pulau.

Pada tahun 1490 Ibnu Majid membuat peta daerah sekitar Samudera Hindia dan di sana tertulis pulau Samatrah. Peta Ibnu Majid ini disalin oleh Roteiro tahun 1498 dan muncullah nama Camatarra. Peta buatan Amerigo Vespucci tahun 1501 mencantumkan nama Samatara, sedangkan peta Masser tahun 1506 memunculkan nama Samatra.

Ruy d’Araujo tahun 1510 menyebut pulau itu Camatra, dan Alfonso Albuquerque tahun 1512 menuliskannya Camatora. Antonio Pigafetta tahun 1521 memakai nama yang agak ‘benar’: Somatra. Tetapi sangat banyak catatan musafir lain yang lebih ‘kacau’ menuliskannya: Samoterra, Samotra, Sumotra, bahkan Zamatra dan Zamatora.

Catatan-catatan orang Belanda dan Inggris, sejak Jan Huygen van Linschoten dan Sir Francis Drake abad ke-16, selalu konsisten dalam penulisan Sumatra. Bentuk inilah yang menjadi baku, dan kemudian disesuaikan dengan lidah kita: Sumatera.

Referensi

  1. Lipiński, Edward. 2004. "Itineraria Phoenicia Studia Phoenicia 18". Peeters Publishers. ISBN 978-90-429-1344-8. google books Diakses 26 Desember 2018.
  2. Ricklefs, M.C. 1991. "A History of Modern Indonesia since c.1300" 2nd Edition, Stanford: Stanford University Press, ISBN 0-333-57690-X.
  3. Hill, A. H. 1960. "Hikayat Raja-raja Pasai, Royal Asiatic Society of Great Britain and Ireland". London. Library, MBRAS.
  4. Wicks, R. S. 1992. "Money, markets, and trade in early Southeast Asia: the development of indigenous monetary systems to AD 1400". SEAP Publications, ISBN 0-87727-710-9.
  5. Moquette, Jean Pierre. 1913. De Oudste Vorsten van Samudra-Pase, Rapporten van den Oudheidkundigen Dienst, Batavia.
  6. Ferrand, Gabriel. 1914. "Relations de voyages et textes geographiques : Arabes, Persan et Turks relatifs a l'Extreme-Orient du VIIIe au XVIIIe siecles, traduits, II, hlm. 440-450.
  7. Yuanzhi Kong. 2000. "Muslim Tionghoa Cheng Ho: misteri perjalanan muhibah di Nusantara" Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, ISBN 979-461-361-4.
  8. Cortesão, Armando. 1944. "The Suma Oriental of Tomé Pires". London: Hakluyt Society, 2 vols
  9. Ahmad Rizal Rahim. 2000. "Sulalatus Salatin". Kualalumpur: Jade Green Publications, ISBN 983-9293-77-X.
  10. Muhammad, Taqiyuddin. 2011. "Daulah Shalihiyyah di Sumatera". CISAH
  11. Gerini, G. E. (Gerolamo Emilio), 1860-1913. 1909. "Ptolemy's geography of Eastern Asia (further India and Indo-Malay Archipelago)". London Royal Geographical Society. National Library Board (nlb) Singapore Diakses 26 Desember 2018
Baca Juga

Sponsor