Cari

Dampu Awang Mertua Prabu Siliwangi? | Hipotesa Sosok Dampu Awang


[Historiana] - Masih ingatkan 'petapa' Dieng yang menghebohkan: Mbah Fanani? Ketika berita mbah Fanani di bawa ke Indramayu yang kemudian muncul "petilasan Dampu Awang" banyak pihak bertanya-tanya: siapakah Dampu Awang? Konon juru kunci petilasan Dampu Awang Indramayu menyebutkan bahwa Dampu Awang adalah Mertua Prabu Siliwangi. Petilasan itu disebut "Petilasan Syeikh Dampu Awang" yang berlokasi Desa Sudimampir, Kecamatan Balongan, Kabupaten Indramayu (detik.com).

Keberadaan sosok dengan nama Dampu Awang disebut-sebut terkait dengan Prabu Siliwangi. Disebutkan bahwa Nhay Aci putih adalah puteri dari Dampu Awang. Nhay Aci Putih disebut-sebut sebagai salah seorang istri Prabu Siliwangi. Baca juga 151 istri Prabu Siliwangi. Lalu, siapakah sosok Dampu Awang ini?

Banyak orang menyamakan Cheng Ho (Zheng He) dengan tokoh bernama Dampu Awang atau Dampo Awang. Dampo Awang . Tokoh ini sebenarnya adalah tokoh yang terkenal dalam masyarakat Jawa terutama di pesisir utara Jawa Tengah.

Dalam sebuah buku Dr, Pigeaud tentang kesenian Rakyat Jawa: Chinesse Muslims in Java in the 15th Centuries: The Malay Annals of Semarang and Cerbon (1984), pernah menyinggung cerita Dampu Awang yang beredar di Kedu sebelah Utara. Di sana Dampu Awang dikenal sebagai pedagang Tionghoa dari manca negara, musuh dari makukuwan. Menurut dongeng itu Gunung Perahu (Prahu) yang terletak di daerah Kedu adalah penjelmaan dari kapal Dampo Awang. Di beberapa daerah lain juga ada cerita rakyat serupa, dimana Dampu Awang dilukiskan sebagai pemilik kapal besar, atau sebagai pedagang besar pemilik kapal.

Dalam reog Ponorogo juga terdapat tokoh yang bernama juragan Dampo Awang. Menurut Dr. Pigeaud dalam permainan topeng Kediri juga dikenal seorang tokoh Dampo Awang dengan topeng berhidung merah panjang dan bersenjata cambuk.

Dari berbagai cerita rakyat yang terdapat dibeberapa daerah di Jawa itu, menurut Amen Budiman tokoh yang bernama Dampo Awang itu tak ada persamaannya dengan tokoh Zheng He, yakni sebagai laksamana yang diutus kaisar Tiongkok untuk menjalankan misi muhibah itu.

Namun penanggung jawab sejarah Cirebon, Pangeran Suleman (P.S.) Sulendraningrat menulis kisah berikut: "Dampu Awang" itu, pedagang bangsa Cina kaya raya yang beragama Islam. Dulunya (ia) identik dengan nama…Sam Po Kong atau Sam Po Toa Lang atau Sam Po Toa Jin atau Sam Po Bo.

Sangat banyak mitos yang beredar di tanah Jawa tentang tokoh bernama Dampo Awang ini, tak cuma di Kedu, Cirebon, dan bahkan yang paling aneh adalah kisah legenda Dampo Awang di daerah Rembang dan Lasem. Bahkan disebut-sebut sebagai mertua Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran.

Legenda tersebut menceritakan konon setelah sampai di Lasem, Dampo Awang berniat memperistri adik dari Sunan Bonang. Sunan Bonang mengajukan syarat, apabila Dampo Awang dapat membuat perahu yang bisa terbang, maka ia dapat meminang adiknya.

Syarat tersebut disanggupi oleh Dampo Awang, dengan perahu terbang tersebut Dampo Awang pulang ke negeri Tiongkok dan kembali ke Lasem lagi. Namun Sunan Bonang merasa marah karena ada yang dapat menandingi kesaktiannya, ia mengambil sumpit saktinya, dan dengan sumpit itu membuat perahu tersebut jatuh berantakan.

Konon, layar perahu Dampo Awang menjadi Gunung Layar di daerah Lasem dan jangkarnya jatuh di pantai Rembang (kini ada di Taman Kartini, Rembang).

Dampu Awang Mertua Prabu Siliwangi

Kisah Dampu Awang sebagai mertua Prabu Siliwangi (Pamanah Rasa) dari Naskah "Cerita Purwaka Caruban Nagari". Dalam bagian kelima naskah, mengisahkan bahwa setelah Ki Gedeng Sindangkasih meninggal, kedudukannya sebagai Jurulabuhan digantikan oleh Ki Gedeng Tapa yang bergelar Ki Gedeng Jumajan Jati. Ia berkuasa di sepanjang pantai Cirebon. Ki Gedeng Tapa adalah salah seorang putra Ki Gedeng Kasmaya, penguasa di Cirebon Girang . Adik Ki Gedeng Kasmaya, yaitu Ki Gedeng Surawijaya Sakti, semasa hidupnya menjadi raja Singapura. Ia wafat tidak berputra sehingga kedudukannya digantikan oleh keponakannya, yaitu Ki Gedeng Tapa.

Kakak perempuan Ki Gedeng Tapa ialah Nyai Rara Ruda yang tinggal di Lemah Putih dan bersuamikan Ki Dampu Awang, saudagar kaya dari Cempa. Dari perkawinannya itu, Nyai Rara Ruda mempunyai seorang putri bernama Nyai Aciputih yang diperistri oleh Prabu Siliwangi dan melahirkan seorang putri bernama Nyai Lara Badaya. Nyai Lara Badaya dibawa kakeknya ke Cempa. Disana, ia berguru agama Islam kepada Maolana Ibrahim Akbar.

Dengan demikian, Ki Gedeng Tapa adalah Uwak mertua juga metua Prabu Siliwangi, karena Subang Larang adalah putri Ki Gedeng Tapa dan Nya Rara Ruda adalah adik Ki Gedeng Tapa yang menjadi Ibu mertua Prabu Siliwangi karena menikahi Nyai Aci putih. Sedangkan Dampu Awang adalah Bapak Mertua. Kita visualisasikan dalam bagan sililah di bawah ini.



Maolana Ibrahim Akbar mempunyai dua orang putra: Ali Musada dan Ali Rakhmatullah. Ali Musada berputra Maolana Ishak yang beristri putri Blambangan dan mempunyai anak bernama Raden Paku yang kemudian bergelar Susuhunan Giri. Sementara itu, Ali Rakhmatullah tinggal di Gresik dan bergelar Susuhunan Ampel Denta. Ia adalah pemimpin para wali di Pulau Jawa dan mempunyai dua orang putra bernama Makdum Ibrahim yang disebut Susuhunan Bonang dan Maseh Munat yang disebut Susuhunan Drajat.


Nahkoda/Kyai Juru Mudi adalah Dampu Awang?

Menurut tradisi masyarakat Tionghoa khususnya di Semarang, Kiai Juru Mudi adalah seorang Tionghoa, pengikut Laksamana Cheng He, orang kedua dari pimpinan ekspedisi laut itu bernama Wang Ching Hong (Ong King Hong), suatu hari tiba-tiba ia sakit parah waktu armada itu menyusuri pantai utara Jawa.

Sam Po memerintahkan membuang sauh dan menyusuri Kali Garang. Tidak jauh dari pantai ada sebuah bukit bergua. Di tempat itu Sam Po tinggal dan pengikutnya mendirikan pondok untuk merawat Ong.

Setelah sembuh Zheng He melanjutkan perjalanan, sedang Ong tetap tinggal di tempat itu. Mereka giat berkebun dan bersawah ladang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Para pengikut itu kemudian kawin dengan pribumi setempat. Ketika ia wafat pada usia 87 tahun, Ong dimakamkan di tempat itu, makamnya dipuja maupun diziarahi oleh orang-orang Tionghoa atau orang Islam.

Sementara ada juga pihak yang meragukan tradisi ini, namun menurut penelitian sementara ahli Tionghoa diketahui, bahwa dalam tahun 1434, Wang Ching Hong atau Ong King Hong mendapat tugas memimpin misi ke Sumatera untuk menyampaikan bela sungkawa kaisar Tiongkok kepara raja setempat karena adiknya telah meninggal di Beijing.

Wang Ching Hong tertimpa kecelakaan di kapalnya dan meninggal jauh dari pantai pulau Jawa. Meskipun banyak dugaan dari berbagai pihak bahwa yang dimakamkan sebagai Kiai Juru Mudi itu orang lain, tetapi penulis Amen Budiman berangapan bahwa besar kemungkinan yang dimakamkan di kompleks Gedung Batu itu memang benar Ong King Hong (Intisari No. 188 – Maret 1979).

Dalam bukunya Semarang Riwayatmu Dulu, Amen Budiman pada halaman 15 jelas-jelas menyebutkan kalau Dampo Awang itu nama Jawa dari Ong King Hong.

Referensi


  1. Pigeaud, TH. 1984. "Chinesse Muslims in Java in the 15th Centuries: The Malay Annals of Semarang and Cerbon".
  2. Sulendraningrat, P.S. 1985. "Sejarah Cirebon". Jakarta: Balai Pustaka.
  3. Hutomo, Suripan Sadi.1996
  4. Hay, Kwa Tong & Ling Ling. 2012. "Hipotesa Seputar Dampo Awang, Sam Po = Dampo Awang?" budaya-tionghoa.net Diakses 24 Desember 2018


Baca Juga

Sponsor