Cari

Misteri Penyerangan Kerajaan Sunda Ke Majapahit Pasca Perang Bubat

[Historiana] - Kisah perang Bubat telah lama menjadi perdebatan di kalangan Sejarawan Indonesia. Sebagian menyatakan bahwa perang Bubat benar-benar terjadi dan sebagian lagi mengatakan bahwa perang Bubat tidak pernah terjadi. Namun, kehbohan sejarah terjadi ketika ditemukan "Prasasti Horren".

Prasasti Horren adalah prasasti yang ditemukan  di Kediri Selatan, tepatnya di Kecamatan Campur Darat (Tjampoer Darat, Toeloeng Agoeng, Zuid-Kediri), Tulungagung, Kediri Jawa Timur. Prasasti Horren adalah prasasti yang tertulis di atas lembar keping tembaga dengan ukuran panjang 32,6 cm, lebar 10,6 cm. Lempengan itu didapatkan dari Asisten Wedana. Dalam Prasasti itu tertulis mengenai serangan Kerajaan Sunda  yang melulu lantakan Horren yang kala itu merupakan permukiman penting di wilayah yang sekarang termasuk Provinsi Jawa Timur.

Prasasti ini awalnya diduga berasal dari zaman Majapahit. Namun, jika diteliti dari gaya dan struktur bahasanya, prasasti ini lebih mendekati zaman Raja Airlangga dari Kerajaan Kahuripan (abad XI Masehi). Prasasti ini kini disimpan di Museum Sonobudoyo, Kota Yogyakarta. Salah satu hal menarik dari prasasti ini adalah adanya rekaman persinggungan antara kerajaan Jawa dan Sunda pada masa itu, di mana Sunda disebut sebagai musuh (satru).

Mengutip dari history of Cirebon, seorang peneliti Belanda, WF Stutterheim menyatakan bahwa prasasti ini diduga berasal dari zaman Majapahit. Stutterheim menduga prasasti ini dibuat pascaperistiwa Bubat tepatnya pada 1357 Masehi. Dia berpandangan  bahwa selepas peristiwa Perang Bubat Kerajaan Sunda sebenarnya melakukan serangan ke Majapahit. Stutterheim mempublikasikan penelitiannya dalam "Een Beschreven Koperplaat uit Zuid-Kediri. Tijd. Indische Taal Land En Volkenkunde 1933"

Jika dugaan Stutterheim itu benar, maka  serangan  yang dilakukan Kerajaan Sunda pada Majapahit tersebut dilakukan dengan teknik senyap, dan langsung menyasar pada jantung Ibukota Majapahit, mengingat tentara Sunda mendarat dengan tiba-tiba  di Horren, yaitu di wilayah utara Kediri  yang letaknya tidak terlampau jauh dari Ibukota Kerajaan Majapahait (Trowulan).

Hal ini dia simpulkan berdasarkan petikan kalimat dalam prasasti yang berbunyi, 'ring kaharadara. nguniweh an dadyan tumangga-tangga datang nikanang çatru sunda' yang diterjemahkan 'tentang kerusakan yang tiba-tiba; lagi pula secara mendadak datanglah musuh (satru) Sunda'. Selain itu dia berpendapat gaya bahasanya dianggap gaya bahasa era Majapahit.

Lihat juga versi videonya...



Isi dengan alih aksara dan terjamah lengkap prasati tersebut adalah sebagai berikut:

Alih Aksara
    Ia
    haji. mānațha. kuņda. pinupu pingro katiga kasaha. padamlaknang sang hyang ājñā haji prāçastī, sambandha. ikang waramgajgi i horrěn maněmbah i Ibu paduka çrī mahārāja. manghyang i knohan yan sumima thānīnya. umagěhakna kālīliranā dening wkāwetnya. měnne hlěm tka ri dlāha ni dlāha. mangkana mittā mangkana manastapa nikang warggaji i horrěn. tan kasumbat swakarmmanya ri kahāmběknya. nyan deni tanpāntara hakirim tka ni çatru. tātan hana sangka ni panghuninga ring kaharadara. nguniweh an dadyan tumangga-tangga datang nikanang çatru sunda. mangkana rasā ning paněmbah ni

    Ib.
    kanang warggāji i horrěn. i Ibu ni pāduka çrī mahārāja, kunang sangkāri mahasara nikāhotsa
    hā nikanang warggaji i horrěn. makanimittă pinakahujung karang paminggir. catu ni matingkah bāba han nitya lot kahudanan kapyeyan. makadadah çari ni paprīhakěn Ibu ni paduka çri mahārāja. ri samarakaryya sarisari tumāmaha sadatang ni salmah wukir nikanang çatru. i katakottama ni pamrih nikanang warggaji i horrěn. ika mangkāna ya tika nuwuhakěn murby arěna sama i çri mahārāja. hetu ni turun i kārunya çri mahārāja. i manghyang nikanang warggaji i horrěn. paka

    Ia.

    haji (raja), Manatha, Kunda, dipungut dua kali, ketiga, kesembilan. Dibuatlah prasasti raja untuk desa itu. Yang menjadi sebabnya ialah warga desa Horrěn datang menghadap raja dan memohon supaya
    desanya dijadikan sima, agar diteguhkan dan dapat diwarisi oleh anak keturunannya sejak sekarang hingga kemudian untuk selama lamanya. Demikianlah yang menjadi sebabnya dan (keinginan ini) menjadikan sedihnya warga desa Horrěn. Tak ketinggalan pula pekerjaannya sendiri yang menjadi pikiran/tujuannya. Tidak berapa lama antaranya setelah (mereka) mengirim (upeti), datanglah musuh. Tidak ada dugaan atau yang mengetahui tentang kerusakan yang tiba-tiba; lagi pula secara mendadak datanglah musuh (dari) Sunda. Demikianlah isi permohonan

    Ib.
    warga desa Horrěn kepada Sri Maharaja. Karena besarnya beban serta usaha warga desa Horrěn yang bagaikan ujung batu karang dapat menyingkirkan batu yang tidak baik letaknya, yang selalu kehujanan dan kepanasan dan mengorbankan diri dengan maksud untuk mengusahakan/ membebaskan Sri Maharaja dari medan pertempuran yang ragu-ragu karena dimasuki dan didatangi musuh dari tanah dan bukit/gunung dengan tiba-tiba. Itulah keutamaan dari usaha warga desa Horrěn. Usaha itulah yang menumbuhkan rasa senang bagi Sri Maharaja. Itulah yang menjadi alasan turunnya anugerah Sri Maharaja atas permohonan warga desa Horren.
Dimana serangan yang dilakukan Kerajaan Sunda pada Majapahit tersebut dilakukan dengan teknik senyap, dan langsung menyasar pada jantung Ibukota Majapahit. Mengingat tentara Sunda mendarat dengan tiba-tiba  di Horren, yaitu di wilayah utara Kediri  yang letaknya tidak terlampau jauh dari Ibukota Kerajaan Majapahit (Trowulan).

Namun oleh beberapa peneliti lainnya hal ini dibantah dimana mereka beranggapan jika serangan oleh Kerajaan Sunda dilakukan pada zaman Raja Airlangga dari Kerajaan Kahuripan (abad XI Masehi).

Sumber :


  1. "Prasasti Horren" wikipedia.org
  2. "Serangan Kerajaan Sunda Ke Majapahit Selepas Perang Bubat" historyofcirebon.id
  3. "Horren inscription" revolvy.com Diakses 13 Desember 2018
  4. Marwati Djoened Poesponegoro; Nugroho Notosusanto (2008). Sejarah Nasional Indonesia: Zaman kuno (in Indonesian). Balai Pustaka. ISBN 979407408X. Retrieved 4 June 2018.
  5. Berita Penelitian Arkeologi No. 37. 1986 kac. 112-5 
  6. Stutterheim, W. F. 1933. Een Beschreven Koperplaat uit Zuid-Kediri. Tijd. Indische Taal Land En Volkenkunde Deel 73 p. 102-4
Baca Juga

Sponsor