[Historiana] - Naskah Lontar Kropak 20 ini terdapat dalam katalog Laman British Library. Naskah ini bagian dari koleksi Kabuyutan Viburuy. Dalam bagian penutup naskah tertulis "Ciburuy IX".
Judul asli, tahun pembuatan, dan penulisnya tidak diketahui. Medium bahan asli: lontar; terdiri darii 19 lempir daun lontar dan fragmen empat baris. Dimensi: 23,5 x 3,5 cm dan 19 x 3 cm. Kondisi: daun lontar ini, beberapa di antaranya rusak, tampaknya berasal dari dua naskah yang berbeda. Naskah dengan Aksara dan Berbahasa Sunda kuno.
Sepintas, penulis membaca lempir 1 terdapat kata "waruga jaga(t)". Apakah naskah ini adalah Waruga Jagat? Selama ini kita mengetahui bahwa naskah atau Kitab Waruga Jagat (KWJ) ditulis di atas kertas Daluwang. Naskah itu berukuran kwarto, yang tertulis dalam huruf ‘pegon’ (Arab Jawa) dengan bahasa Jawa-Sunda, tebalnya hanya terdiri dari atas 12 lembar. Diperkirakan ditulis abad ke-18 M. Sedangkan kropak 20 diperkirakan ditulis abad ke-15 s.d ke -17 M.
Jika kita perhatikan arti kata ‘Waruga’ itu sendiri, maka perlu diperingatkan akan makna yang diberikan oleh S.M. Pleyte (C.M. Pleyte, 1913, “De Patapan Adjar Soekasari, anders Gezegd de kluizenarij op de Goeneong Padang”, TBG, Dool LV, hal. 380, catatan 2) ketika ia mencoba mengupas pengertian ‘waruga’, dalam kesempatan membicarakan naskah Carita Waruga Guru (disingkat CWG), C.M. Pleyte member makna bagi kita ‘waruga’ dengan ‘belichaning’, ‘lichaan’, dan ‘lifj’. Dari ketiga makna yang diberikan C.M. Pleyte itu, yang lebih mendekati dalam istilah bahasa Indonesia adalah ‘penjelmaan’, kiasan untuk tokoh yang memegang peranan penting di dunia ditinjau dari sudut pandang penulis, penulis tradisionil.
Kata ‘waruga’ adalah betul-betul sebuah kata dari bahasa Sunda bukan pinjaman dari salah satu bahasa asing. Dalam bahasa Sunda, kata waruga berarti: awak, badan, seperti kita dapati dalam bahasa: “kuru aking ngajangjawing, waruga ngan kari tulang”, yang ditujukan kepada seseorang yang badannya yang sangat kurus kering. Kata-kata yang lainnya, yang merupakan sinonim dengan ‘waruga’ ialah ‘raga’ dan ‘kurungan’. Sup bayu ka kurungan, adalah sebagian dari rangkaian mantera yang biasa diucapkan terhadap anak kecil yang dalam keadaan setengah sadar, supaya lekas siuman dalam bahasa Melayu dapat kita bandingkan dengan ucapan ‘kur’, semangat.
Hingga tulisan ini dibuat, penulis belum mengetahui secara pasti isi naskah Kropak nomor 20 ini telah diteliti para filolog Indonesia ataupun Mancanagara. Mungkin untuk jelasnya, penulis akan mencoba membaca keseluruhan teks berdasarkan pengamatan pribadi. Hasilnya akan diposting para artikel selanjutnya.
Digitalisasi Naskah dilakukan Universitas Leiden Belanda.
Semoga bermanfaat!