![]() |
Pura Uluwatu Bali. foto: nativeindonesia.com |
[Historiana] - Benarkah Sundaland itu adalah Atlantis yang hilang? berbagai hasil penelitian menunjukkan semua keterangan Plato yang mencetuskan pertamakali tentang Atlantis berada di Sundaland.
Ada banyak temuan yang meyakinkan seperti dari Dr Wahyu Triyoso adalah salah satu periset yang tergabung dalam Tim Katastropik Purba berhasil menemukan jejak sungai purba di beberapa segmen dataran Sundaland. Selama ini perdebatan tentang apakah ada dataran Sundaland dan peradabannya menjadi perdebatan serius di kalangan masyarakat akademik dan masyarakat dunia.
Temuan Sundaland ini cocok dengan temuan Profesor Openheimer, guru besar genetik dari Oxford University yang banyak mempelajari sejarah peradaban. Openheimer berpendapat bahwa paparan Sunda (Sundaland) adalah merupakan cikal bakal peradaban kuno atau dalam bahasa agama sebagai Taman Eden. Istilah ini diserap dari kata dalam bahasa Ibrani Gan Eden. Dalam bahasa Indonesia disebut taman firdaus.
Prof Aryso Santos asal Brazil, penulis buku Atlantis, The Lost Continent Finally Found yang bikin heboh karena menyebut benua Atlantis yang hilang sebagaimana disinyalir oleh Plato (427-347 SM) sebagai sumber peradaban manusia saat ini adalah ada di Sundaland.
Sundaland adalah hamparan benua yang membentang dari bagian selatan India, Sri Langka, dan Indonesia bagian Barat meliputi Sumatra, Kalimantan, Jawa dan terus ke arah timur. Atlantis berpusat di Indonesia bagian barat sekarang. Di wilayah itu terdapat puluhan gunung berapi aktif dan dikelilingi oleh samudera yang menyatu bernama Orientale, terdiri dari Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
Santos meyakini bahwa benua Atlantis adalah sebuah pulau besar bernama Sundaland, suatu wilayah yang kini ditempati Sumatra, Jawa dan Kalimantan. Sekitar 11.600 tahun silam, benua itu tenggelam diterjang banjir besar seiring berakhirnya zaman es.
Lihat juga versi video..
Kenapa Orang Indonesia Tidak Menyadari adanya Atlantis?
Penamaan benua Sundaland saja dicetuskan bangsa lain. Pun demikian dengan Kata Atlantis dari bahasa Yunani. Oleh sebab itu jejak istilah terkait atlantis tidak kita temui di negeri kita. Lantas seperti apa?Menurut mitologi di Pulau Jawa, khususnya dalam Sunda Purba yang sudah tidak lagi kita dengar adalah kata "Rudra Pada". Istilah Rudra Pada merujuk pada suatu wilayah peradaban yang telah lama hilang ditelan bumi. Dalam Rudra Pada mengisahkan sebuah negeri yang disinari Matahari sepanjang tahun (tropis).
Apa itu Rudra Pada? Berasal dari 2 kata yaitu Rudra dan Pada. Rudra adalah Dewa Matahari dan Pada adalah buana (bwana) atau dunia. Jadi bisa kita artikan sebagai "Negeri Matahari". Tidak ada keterangan apakah penduduk negeri ini menyembah Matahari atau tidak. Mungkin saja penamaan negeri matahari hanya menunjukkan wilayah itu adalah negeri tropis.
Dalam kisah wayang ada tokoh bernama Kala Rudra. Hanya sedikit yang mengenal tokoh sesembahan para raksasa ini. Tapi Rudra dalam wayang, beda dengan Rudra yang dikenal masyarakat Bali.
Perhatikan ketika dalang wayang kulit sedang melakonkan seorang tokoh raksasa. Maka, selalu, dalam setiap awal ucapannya, raksasa atau raja denawa akan berujar: "Hyang Kala Rudra, mas patik raja dewaku."
Jadi kenapa setiap sang raja denawa selalu mengucapkan kalimat puja atau mantra kepada Sanghyang Rudra? Kenapa tidak mengucapkan puja perlindungan kepada Hyang Nurrasa – pucuknya para dewa? Siapa Rudra? Sanghyang Rudra (juga Rodra), atau Bathara Ludra, atau Hyang Lodra, adalah salah satu dewa dengan posisi tinggi lapis ke tiga dalam organisasi para dewa. Dia adalah saudara satu ayah dengan Ki Semar Badranaya – yang dalam posisi dewa adalah Sanghyang Ismaya. Keduanya sama-sama putra Sanghyang Tunggal.
Perkawinan Sanghyang Tunggal dengan Dewi Darmani, melahirkan tiga putra. Yang sulung, Sanghyang Kala Rudra, ke dua Dewi Darmastuti, ke tiga Dewi Dewanjali. Sedangkan perkawinannya dengan Dewi Wiranti, berputra tiga orang : Sanghyang Antaga (Togog), Sanghyang Ismaya (Ki Semar Badranaya), dan Sanghyang Manikmaya alias Batara Guru. Jadi Sanghyang Rudra juga saudara seayah dengan penguasa Kahyangan Jonggringsalaka, Batara Guru.
Dewa Rudra di Bali
Kisah kelahiran Rudra ini dari Pulau Dewata, juga bisa dijumpai dalam kitab-kitab Weda Samhita dan kitab Wisnu-Purana.
Alkisah, Dewa Brahma sedang marah kepada anak-anaknya yang diciptakannya pertama kali, yang tidak menghargai arti penciptaan dunia bagi semua makhluk. Akibat dari kemarahannya itu, tiba-tiba, dari kening Brahma muncul seorang anak yang bersinar seperti matahari. Anak yang baru muncul itu diberi nama Rudra. Dari tubuh Rudra yang setengah laki-laki dan setengah perempuan itu tercipta sepuluh anak lagi. Badan Rudra yang berjumlah sebelas itu, menurut kitab Wisnu-Parana, merupakan asal mula Ekadasa Rudra.
Riwayat kelahiran Rudra menurut Marrkandeya Purana agak berbeda. Disebabkan oleh keinginan Brahma untuk mempunyai anak yang menyerupai dirinya. Untuk mencapai tujuan tersebut, Brahma pergi bertapa. Saat sedang hanyut dalam keheningan tapanya, tiba-tiba muncul seorang anak laki-laki berkulit merah kebiru-biruan, menangis di pangkuannya. Ketika ditanya mengapa menangis, si anak ternyata meminta nama. Brahmā memberinya nama Rudra. Namun, ia tetap menangis dan meminta nama lagi. Itu dilakukannya hingga tujuh kali, sehingga Brahmā memberi tujuh nama, masing-masing Bhawa, Sarwa, Isāna, Pasupati, Bhîma, Ugra, dan Mahādewa, di samping Rudra.
Di Pura Luhur Uluwatu Bali, dipuja Dewa Rudra, sebagaimana posisi dewa dimaksud dalam konsep Padma Bhuwana, yaitu dewa yang menempati posisi Barat daya. Namun demikian sesungguhnya pemujaan kepada Dewa Rudra telah dituangkan di dalam kitab suci Weda. Dalam kitab suci Hindu ini Rudra dipahami sebagai Satu Tanpa Yang Kedua (Eko Rudro Na Dwitaya Tasthau).
Sifat dasar Rudra adalah dua sisi, yaitu menakutkan (Ghora) dan tenang (Santa). Dalam wujudnya sebagai Rudra yang menakutkan, Beliau bersifat melebur. Oleh karena itu para pemujaNya menyebut nama Beliau untuk menerangkan kemurkaannya dan untuk mengubah Satarudriya (Seratus Rudra) menjadi Santaradriya (Rudra yang tenang). Rudra yang sangat murka menunjukkan bentuk Bhairawa dan menjelajahi bumi dengan tubuh permaisurinya. Sari, dipundaknya.
Nama lain dari Rudra adalah Ahirbudhnya, secara harfiah bermakna naga besar yang ada di samudra. Ada sebuah kisah yang menyebutkan bahwa samudra yang dalam adalah tempat bersembunyinya Naga Ahi-Vritha, yaitu sebuah wilayah yang sangat gelap atau wilayah asal kegelapan.
Demikianlah dalam kitab suci Hindu, Rudra berhubungan dengan samudra, Rudra yang sangat menakutkan ternyata juga berada di pusat kegelapan samudra. Di sini kita memahami mengapa posisi Rudra dalam Padma Bhuwana menempati posisi Barat Daya, di samudra luas, dan dalam konteks Bali sebagai Padma Mandala di posisikan di Pura Luhur Uluwatu.
Rudra di Bali mendapat pemujaan yang istimewa, terbukti dengan dilaksanakannya Karya Agung Eka Dasa Rudra setiap seratus tahun sekali, yaitu ketika Tahun Saka berakhir dengan 00 (Rah windu tenggek windu). Upacara ini terakhir dilaksanakan pada tahun Saka 1900 (1979 M) dan pertama kali dilaksanakan pada jaman Gelgel dalam pemerintahan Raja Waturenggong, dengan penasehat rohani Danghyang Nirartha.
Pemujaan pada Rudra sesungguhnya adalah kesadaran pemujanya betapa Tuhan Yang Maha Kuasa dapat murka dan menggerakkan air samudra, menenggelamkan daratan, dan menyapu bersih segala yang tumbuh di atasnya. Namun demikian Tuhan Yang Maha Kuasa juga menjadi Santa atau tenang, memberikan kebahagiaan dan kesenangan kepada pemujanya yang memiliki kesadaran bahwa Tuhan memang Maha Kuasa, dan manusia memang bukan apa-apa.
Jadi, Sundaland adalah rudra pada dalam bahasa lokal. Sedangkan Atlantis mengacu pada 2 hal yaitu wilayah dan bangsa. Keduanya baik rudra ataupun Atlan adalah bangsa raksasa. Kisah Atlantis di Sundaland akan mudah kita telusuri jejaknya dengan mengacu pada istilah lokal yaitu rudra pada (negeri matahari) dan rudra wangsa/vamsa (bangsa matahari).
Mari kita inventarisir nama-nama tekait Rudra/Ludra/Lodra. Ada Kata Samudra, Garudra/galudra, Wiralodra, dll. Ada yang mau menambahkan?
- Cag -
Referensi
"Ditemukan Sungai Purba Sebagai Jejak Benua Atlantis" beritasatu.com Diakses 19 Desember 2019"Upacara Terbesar Yadnya Eka Dasa Rudra di Pura Besakih " beritabali.com 15 April 2018 Diakses 19 Desember 2019
"Sanghyang Batara Rudra" kerisnews.com 10 Desember 2018 Diakes 19 Desember 2019.