Cari

Ketika Bujangga Manik Melintasi Bubat, Ibukota Majapahit



[Historiana] – Oleh Alam Wangsa Ungkara. Bujangga Manik diketahui mengunjungi ibukota Kerajaan Majapahit. Lapangan Bubat yang disebutnya menjadi petunjuk kuat keberadaan dirinya sesudah melewati empat daerah selepas dari Kali Brantas. Kita dapat membaca lengkapnya dalam Naskah Asli Bujangga Manik pada blog historiana ini juga.

Diperkirakan dari rutenya, Bujangga Manik melewati daerah Jombang yang sekarang, lurus ke timur hingga mencapai Trowulan. Nama Trowulan tidak disebut, namun seperti diterangkan di muka, penyebutan lapangan Bubat sangatlah jelas menunjuk ibukota Wilwatikta.

Menurut J Noorduyn, berdasarkan Negara Krtagama, lapangan Bubat terletak di sebelah utara lingkungan istana Majapahit. Ini lapangan besar yang dipakai untuk acara-acara besar tahunan. Ada sebuah jalan raya (rajamarga) melewati Bubat ke selatan kea rah istana.

Meninggalkan Bubat, Bujangga Manik sampai di Manguntur. Noorduyn menyebut lokasi ini sama dengan alun-alun keratin, seperti pendapat sama yang disampaikan ahli sejarah Pigeaud yang membaca teks asli ‘wanguntur’ dalam kitab Nagara Krtagama.

Di ibukota kerajaan besar ini, Bujangga Manik mencatat nama-nama Darma Anar, Karang Kajraman, karang Jaka, dan Palintahan. Dari nama-nama itu, hanya Palintahan yang memiliki petunjuk sebagai Plintahan, nama wilayah di tenggara Gunung Pananggungan atau Pawitra.

Jika dua nama ini sama, letaknya agak jauh dari Trowulan. Meski demikian masih masuk akal karena Bujangga Manik kemudian mendaki Gunung Pananggungan lewat Palintahan. Gunung ini merupakan lokasi 11 situs kuna, termasuk tempat pemujaan dan pertapaan suci.

Begitu pentingnya gunung pawitra kaitan dengan reliji, tidak mengherankan jika Bujangga Manik dalam pencarian spiritualnya berlama-lama di daerah ini. Selanjutnya setelah merasa cukup di Majapahit, ia melanjutkan pengelanaan ke timur menuju Gunung Brahma (Bromo).

Dari Bromo, ia menuju ke Gending, kini di sebelah timur Probolinggo, sebelum mencapai Lesan. Di antara dua daerah ini ia menyeberangi Ci-Rabut Wahangan, yang sekarang kemungkinan Kali Pinangan. Dari sini, perjalanan berlanjut ke Gunung Arum.

Nama ini tak dikenali lagi, namun mungkin nama lama Gunung Ringgit, tepat di sebelah barat Panarukan di lurah (daerah) Telaga Wurung. Nama-nama ini juga disebut di naskah Nagara Krtagama sebagai rute perjalanan Hayam Wuruk ke wilayah timur pada tahun 1359 Masehi.

Nama lain yang dikenali di khasanah naskah kuna adalah Tlagorung. Noorduyn menyatakan, wilayah ini sangat penting dan mencakup wilayah sejak Panarukan ke timur termasuk Gunung Ijen dan Gunung Raung.

Setelah melewati Raung, Bujangga Manik sampai di Balungbungan. Inilah Blambangan, wilayah kerajaan Majapahit di timur, yang sekarang dikenal sebagai Banyuwangi. Blambangan atau Balambangan atau Balangbangan masa kuna adalah bandar laut cukup besar.

Dari bandar ini ada kapal-kapal yang berlayar ke timur, menyeberang ke Bali hingga Makassar dan seterusnya. Tahun 1588, kapal Sir Thomas Cavendish (Inggris) singgah di Blambangan. Disusul kapal Cornelis de Houtman pada 1597.

Mahapandita dari Pakuan itu menumpang kapal yang dinakhodai Selabatang menuju Bali. Sayang, tak banyak cerita ditulis Bujangga Manik selama di Bali, hingga ia kembali lagi ke Jawa lewat bandar yang sama.

Ia menumpang sebuah jung atau kapal besar sepanjang 25 depa, lebar 8 depa, yang berlayar dari Bali menuju Palembang dan Parayaman (Pariaman, Sumbar). Nakhodanya bernama Belasagara. Turun di Blambangan, resi itu menuju Padangalun.

Nama terakhir ini diyakini sama dengan Tawangalun. Sesudah itu mencapai Gunung Watangan di timur Puger atau dekat Pulau Nusa Barung yang terletak di seberang pantai. Dari Watangan berjalan ke barat menuju Sarampon (tidak dikenali lagi).

Namun di Nagara Krtagama ada nama Saramowan, tempat Hayam Wuruk singgah selama beberapa hari ketika ia pergi ke Sadeng, sebuah wilayah yang kini masuk Kabupaten Lumajang (Lamajang), Jawa Timur. Perjalanan berlanjut ke barat menuju Kenep (tak dikenali) dan Lamajang Kidul.

Ia terus menyisir sisi selatan Gunung Brahma (Bromo) melewati Pacira, Ranobawa, Kayu Taji, Kukub, Kasturi, Sagara Dalem, dan Kagenengan, sebelum mencapai Gunung Kawi. Pacira ini kemungkinan sebuah katyagan di kaki timur Mahameru (Semeru).

Lokasinya tak jauh dari Candipura dekat Pasirian. Kayu Taji sebuah patapan (pertapaan) dan Kukub merupakan mandala bersama Kasturi. Ketiganya berada di lereng selatan Mahameru. Noorduyn mengatakan, Sagara Dalem ini wilayah besar yang terletak antara Mahameru dan Kagenengan.

Kagenengan sendiri sebuah tempat keagamaan di selatan Malang saat ini. Dari Kagenengan, ia ke Gunung Kawi sebelum kemudian melanjutkan perjalanan menuju Gunung Kampud (Kelud). Ia mengunjungi Rabut Pasajen, yang berlokasi di atas (lebih tinggi) Rabut Palah.

Rabut Palah inilah komplek perziarahan kuna yang sekarang dikenal sebagai Candi Panataran di Desa Palah, Kabupaten Blitar. Ini candi terbesar di wilayah Jatim, yang ketika Bujangga Manik berada di lokasi ini ramai orang berbondong datang untuk ziarah.

Hayam Wuruk sebagai penguasa Majapahit pernah mengunjungi komplek pemujaan, pertapaan, sekolah keagamaan yang dibangun bergenerasi sejak masa Krtanegara (Singhasari), Kadiri, dan Majapahit. Bujangga Manik tinggal cukup lama di Rabut Palah ini.

“Rabut Palah kabuyutan Majapahit nu disembah ka na Jawa. Datang nu puja ngancana, nu nembah henteu pegatna, nu ngideran ti nagara”. Demikian Bujangga Manik menulis dalam syairnya Sunda. Terjemahannya;

“Rabut Palah (Candi Panataran) keramat Majapahit, yang dipuja oleh orang Jawa, datanglah yang memuja, bersaji emas, yang memuja tiada hentinya, yang berdatangan dari negeri”.


Referensi

  1. Noorduyn, J 1984, Perjalanan Bujangga Manik Menyusuri Tanah Jawa: Data Topografis dari Sumber Sunda Kuno, terj. Iskandarwassid, Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
  2. Noorduyn, J dan Teeuw, A. 2006, Three Old Sundanese Poems, KITLV, Leiden
Baca Juga

Sponsor