[Historiana] - Setiap daerah di Indonesia memiliki versinya sendiri tentang cerita hantu. Mulai dari makhluk menyeramkan hingga bentuknya yang tak masuk akal.
Tidak terkecuali di Jawa Barat. Cerita hantu yang dikenal di wilayah ini mulai dari penampakan sampai dengan bentuknya cukup variatif. Bahkan cerita hantu masih terus berkembang meskipun sudah ada penjelasan ilmiah.
Namun cerita hantu bukan hanya soal kisah menyeramkan. Peneliti permainan tradisional yang juga pendiri Komunitas Hong, Zaini Alif menjabarkan banyak makna mendalam di balik cerita hantu. Hal itu dia ungkapkan melalui penelitian terhadap jenis hantu yang banyak dikenal warga Jawa Barat. Zaini mengatakan, dalam penelitiannya ada sekitar 300 jenis hantu yang sudah teridentifikasi.
Sejak 2016 diteliti sampai sekarang ini sudah ada kurang lebih 300 jenis jurig (hantu). Demikian ungkap Zaini, Dosen di Jurusan FSRD Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung seperti dikutip Liputan6.com (9/1/2020). Yang menarik, hantu-hantu ini bersifat endemik, hanya dikenal di daerah tententu saja. Setiap wilayah berbeda-beda.
Zaini mengaku penelitian ini bukan untuk melegitimasi keberadaan makhluk gaib atau mencari sensasi. Namun rasa penasaran terhadap hal-hal gaib perlu diteliti karena ada banyak kearifan lokal yang terkait dengan cerita hantu dari sebuah tempat atau peristiwa.
Jenis hantu yang dikumpulkan Zaini umumnya berasal dari cerita anak. Misalnya jurig jarian, hantu asal tanah Sunda yang dipercaya sebagai penghuni tempat sampah di sekitar pemukiman warga. Jurig jarian ini digunakan para orang tua untuk melarang anak-anaknya bermain di tempat sampah karena dikhawatirkan terkena pecahan kaca dan kotor.
Selain jurig jarian, ada juga hantu sandekala yang berarti larangan terhadap anak-anak agar tidak bermain terlalu sore karena akan gelap sehingga para bocah diminta untuk kembali ke rumah.
Hantu lainnya misalnya lulun samak (di tempat lain disebut leled samak). Dalam konsep orang tua zaman dulu, lulun samak digambarkan sebagai hantu yang menampakkan diri dengan muncul tikar di atas sungai atau danau. Hantu diperairan selain lulun samak, dikenal pula kokod monong. Hantu kokod monong ini berwujud tangan tangan muncul dari dalam air yang seolah-olah ada seseorang yang tenggelam. Tapi jika ditarik, justru kokod monong akan menarik orang ke dalam air.
Kisah lulun samak berawal dari adat budaya Sunda ketika ada orang yang meninggal dunia, jenazahnya (layon) dibaringkan di atas tikar yang terbuat dari daun pandan. Ketika layon sudah dikuburkan, samak daun pandan itu akan dibuang ke sungai. Dari sinilah munculnya legenda jurig lulun samak/leled samak. Dalam legenda hantu ini, untuk menghindari gangguan jurig lulun samak atau leled samak adalah dengan menghindari waktu-waktu kemunculannya pada saat "Salamangsa" yaitu pada rentang waktu pukul 10-12 siang, pukul 14.30 hingga 15.30 dan pukul 16.30 hingga 18.00 WIB. Dan tentu saja pencegahan yang paling utama adalah jangan pernah mengambil, memegang adan menaiki samak atau tikar yang mengambang di sungai.
Seiring perubahan zaman, ketika orang-orang zaman sekarang ini tidak lagi membuang samak ke sungai, kisah legenda lulun samak pun menghilang dan tak pernah terdengar lagi. Penulis masih mendengar kisah ini pada tahun 80-an.
Pemaknaan terhadap hantu perairan ini adalah agar anak-anak tidak terlalu lama mandi di sungai karena dikhawatirkan tergulung pusaran air. Jadi sebenarnya cerita hantu yang berkembang ini ada juga yang bermaksud agar manusia menjaga alam sebagai kearifan lokal.
Jenis hantu di setiap wilayah berbeda-beda
Setiap daerah atau wewengkon di tatar Pasundan memiliki jenis-jenis hantu dengan nama-nama yang berbeda pula. Ternyata hantu itu ada sebutan dan ciri berbeda tiap wewengkon. Misalnya konsep jurig bakekok hanya di Sumedang yang tidak ada di daerah lain. Konsep hantu ini sendiri katanya bisa sambil melepas kepalanya untuk membuat orang takut. Dimaksudkan agar orang tidak keluar malam. Di Majalengka nama jurig kepala disebut sebagai gulutuk cengir yang jatuh dari pohon kepala hingga dikira orang benar-benar buah kelapa jatuh. Ternyata setelah didekati, berupa kepala manusia yang menyeringai.
Zaini mengaku ratusan jenis hantu yang telah diteliti ini akan segera dibukukan. Penelitian ini melibatkan sekitar 40 mahasiswa ISBI Bandung. Nantinya dalam buku tersebut akan dilengkapi dengan berbagai keterangan asal-usul, makna, hingga sketsa masing-masing hantu.
Selama melakukan penelitian, pendekatan studi yang dilakukan yaitu etnografi. Adapun para mahasiswanya yang terlibat melakukan survei, observasi, wawancara dan pengumpulan data. Misalkan ada hantu yang didasari fenomena atau berdasarkan peristiwa, mahasiswa yang sekalian pulang kampung itu mewawancara orang yang dituakan di tempat itu.
Penyusunan buku yang dinamai Ghostpedia ini baru rampung 60 persen. Ada beberapa hal yang harus didalami karena selain mengandalkan cerita, penelitian ini juga menggunakan pendekatan terhadap buku-buku lama terkait hantu.
Nama-nama hantu di Tatar Sunda yang dapat penulis kumpulkan diantaranya adalah sebagai berikut:
- Pocong
- Tuyul
- Lulun Samak/Leled Samak
- Kokod Monong
- Gulutuk Cengir/Jurig Bakekok
- Kuntilanak
- Kelongwewe/wewegombel
- Genderwo
- Banaspati
- Aden-aden
- Kamangmang dan lain-lain
Sisanya tentang nama-nama hantu Tatar Sunda, kita tunggu buku Ghostpedia. Zaini mengatakan bahwa Ghostpedia ini dibuat agar masyarakat memahami lagi maksud dari konten, makna dan penjelasan di balik hantu. Ada nilai-nilai yang harus kita pahami lagi, tetapi bukan berarti untuk menakut-nakuti.
Melalui Ghostpedia, Zaini berharap konten-konten kearifan lokal dapat menjembatani pengetahuan yang ada saat ini agar dimanfaatkan untuk keperluan yang baik.
"Kebanyakan orang menganggap ini adalah hal biasa saja, tapi kadang dari hal biasa itu ada yang luar biasa kan? Dari sini ingin mengungkap bahwa ada cara-cara yang dilakukan orang dulu untuk mengingatkan anak-anak," ucapnya.