Cari

Uga Wangsit Siliwangi: Pertanda Bangkitnya Pajajaran | Asal-usul Naskah Uga Wangsit Siliwangi

Peta Keraton Pajajaran di Bogor

 

[Historiana] - oleh Alam Wangsa Ungkara || Selama ini kita telah mengenal Uga Wangsit Siliwangi yang sangat terkenal di Nusantara (Indonesia). Uga Wangsit Siliwangi bercertia mengenaik akhir zaman Pajajaran. Kisah berikutnya dalam Uga Wangsit dikaitkan dengan penjajahan Nusantara dan hadirnya para pemimpin Indonesia. Selain itu, sering pula dikaitkaitkan sebagai Uga (ramalan) atau prediksi tentang apa yang akan terjadi di masa mendatang. 

Ada banyak pertanyaan kepada penulis, berasal dari naskah apa Uga wangsit Siliwangi?

Uga Wangsit Siliwangi yang telah tersebar sekarang ini berasal dari naskah kuno "Pantun Sakral Bogor". Pantun dalam pengertian bahasa Sunda berbeda dengan Pantun dalam bahasa Melayu/Indonesia.  Pantun Melayu semakna dengan "sisindiran" Sunda, yaitu puisi yang terdiri atas dua bagian; sampiran dan isi. Sedangkan pantun Sunda adalah seni pertunjukan. Pantun adalah cerita tutur dalam bentuk sastra Sunda lama yang disajikan secara paparan (prolog), diskusi, dan seringkali dinyanyikan.

Pantun Bogor ditulis sekitar tiga ratus tahun lalu oleh seorang pujangga misterius yang memiliki nama samaran Aki Buyut Baju Rambeng hidup di sekitar Jasinga Bogor.

Naskah tersebut kemudian diwariskan kepada Rd. Wanda Sumardja seorang demang masa penjajahan Belanda. Naskah-naskah kemudian diwariskan lagi kepada Raden Mochtar Kala asal Bogor yang kemudian lebih dikenal dengan nama Rakean Minda Kalangan (RMK) sesepuh Bogor yang meninggal
tahun 1983 lalu dalam usia 79 tahun. Semasa hidupnya, RMK kerap dijadikan narasumber oleh berbagai pihak tentang budaya Sunda. Namun, dari sekian banyak yang belajar kepadanya, hanya dua orang yang terpilih untuk mewarisi Pantun Bogor yakni sejarawan Drs. Saleh Danasasmita dan Anis Djatisunda. Anis Djatisunda, tokoh berdarah Sunda dari ibu dan Sangihe Talaud Sulawesi Utara dari ayahnya ini dikenal sebagai sesepuh budayawan Sunda dan kerap diminta pendapatnya oleh berbagai pihak.

Di masa lalu pantun diapresiasi bukan hanya sekedar seni, melainkan juga kandungan dan makna dari kisah yang di tuturkan pemantun (petutur pantun), terutama tentang totonden mangsa (pertanda alam) yang sering diselipkan Ki Juru Pantun. Pantun Sunda sama hal nya dengan teater tutur di wilayah Indonesia lainnya, seperti Kentrung di Pantai Utara Jawa, Jemblung di Banyumas, Warahan di Lampung, Didong di Gayo Aceh, Sinrili di Gowa Sulawesi Selatan, Bakaba di Minangkabau 

Beberapa episode Pantun Bogor di antaranya berjudul Rakean Kalang Sunda Makalangan, Pakujajar Beukah Kembang, Pakujajar di Lawanggintung, Kujang di Hanjuang Siang, Dadap Malang Sisi Cimandiri, Pajajaran Seren Papan, Curug Sipadaweruh, Tunggul Kawung Bijil Sirung, Lawang Saketeng ka Lebak Cawene, dan Ronggeng Tujuh Kalasirna.

Pantun Bogor dibagi menjadi dua bagian yakni Pantun Bogor Leutik dan Pantun Bogor Gede. Pantun Bogor Leutik berkisah sekitar kehidupan sehari-hari masyarakat Kerajaan Pajajaran atau tentang para putri raja dan kesatria. Sedangkan Pantun Gede berkisah tentang ajaran agama Sunda, silsilah Raja Sunda, Uga, dan pola pemerintahan Kerajaan Sunda. 

Pada masa lalu Pantun Bogor disampaiakan oleh juru pantun sambil diiringi petikan kecapi lisung senar tujuh khas Pajajaran yang kini sudah punah.

Pantun sering pula membahas masalah yang terkait dengan Uga atau Totonden Mangsa, seperti pantun yang di tuturkan oleh Ki Buyut Rambeng dari Bogor. Kisah yang terkenal adalah Dadap Malang Sisi Cimandiri dan Pakujajar di Lawang Gintung. Biasanya dijelaskan tentang alasan runtuhnya kerajaan Pajajaran, serta meramalkan tanda-tanda akan lahirnya Pajajaran baru dimasa datang. Salah satu tanda lahirnya Pajajaran didalam kisah Pakujajar di lawang Gintung, sebagai berikut :
 

Santarupa !
Kiwari, Pajajaran anggeus datang keuna wajah mudu pindah ka sejen alam ! Tapi engke, amun anggeus ngadeg deui Raja anu makuta inyana tina buludru papak, jeung ngaran inyana wawayangan, Papajaran teh, baris ngadeg sakali deui !
Tengerkeun !
Engke, amun aya deui Raja meuli prameswari bari rerebut, tah eta tandana pisan Pajajaran ngahudang ngaran unggah panggung ngalalakon. Lalakona Matapoe, anu muncur nyampeur aweuhan, aweuhan jaman mulang deui, pieun ngamusnahkeun kajayaan arinyana: Anu sarakah datang ti wetan - Anu nyarorok datang ti kaler - Anu baradegong datang di kulon - Anu naripu datang ti kidul - Tapi masing dia nyaho: Ngadegna Pajajaran kakalangkangan heula ....... di Rajaan ku loba raja panyelang.
Tengerkeun deui ku dia :
Amun aya raja nitah nuwar eta Pakujajar sadapuran, tah eta pisan tandana: Raja bakal paeh dipaehan !
Tapi lain ku bangsa Pajajaran ....... !
Amun aya raja nitah Pakujajar dijajarkeun jadi papajang taman tengah Dayeuh anu anyar, Tah eta pisan nya tandana: Anu harita ngadeg raja, Inya na teh bener titisan Salah sahiji raja Pajajaran !
Tapi, nagara Pajajaran mah acan ngadeg. Sabab nagarana mudu jadi deui tegal peperangan, Laju nagara dijarieun deui karapyak nu eusisna lain munding, tapi kunyuk nu rupa-rupa, anu baris ngarebutkan Payung Agung. Anu rajet ku hujan angin !

 Terjemahan bebas

Santarupa! (mungkin menyebut Juru sekar Ki Santarupa - seorang yang kemudian menuliskan ucapan Prabu Siliwangi? - pen).
Kini, Pajajaran telah tiba waktunya untuk pindah ke alam lain! Namun nanti, Jika telah berdiri lagi Raja yang mahkotanya terbuat dari beludru papak, dan ia bernama seperti [nama] tokoh pewayangan, Pajajaran akan berdiri sekali lagi!
Perhatikan!
Nanti, ika ada lagi raja membeli permaisuri dengan merebut, Nah itulah tandanya Pajajaran bangkit namanya naik ke atas panggung kehidupan. Kisah Matahari, yang bangkit menyongsong gema (bahana/gaung), gema zaman kembali, menghancurkan kekayaan mereka: Yang serakah datang dari timur - Yang tamak datang dari utara - yang sombong datang dari barat - Si penipu datang dari selatan - Tapi harus kamu tahu: Berdirinya Pajajaran masih bayang-bayang, dirajai oleh banyak raja sementara.
Perhatikan lagi oleh kalian!
Jika ada raja memerintahkan menebang itu pakujajar serumpun, jadi itu pertanda: Raja akan mati dibunuh!
Tapi tidak oleh masyarakat Pajajaran.......!
Jika ada seorang raja yang memerintahkan Pakujajar disejajarkan sebagai pajangan taman pusat kota baru, Maka itu tanda berdirilah seorang raja, Dia dan yang benar-benar keturunan salah seorang raja Pajajaran!
Namun, negara Pajajaran belum berdiri. Sebab negaranya harus menjadi medan perang, kemudian negara kembali mendirikan karapyak (kandang kerbau) yang isinya bukan kerbau, tetapi berbagai macam monyet, yang akan berebut Payung Kebesaran. Yang tercabik-cabik oleh hujan dan angin!

Menyimak kisah pantun bukan hanya mendengarkan alur cerita, seperti mendengarkan kisah dongeng melainkan harus memecahkan silib, sampir dan siloka yang terkandung didalam kisah pantun, sama ketika kita memecahkan yang dimaksud dalam Uga.  Misalnya dalam terjemahan di atas "Pakujajar sadapuran" adalah Pakujajar Serumpun dan tafsirnya sebangsa setanah-air (pituin/asli/pribumi). Jadi jika ada yeng memerintahan menebang (nuwar) Pakujajar Serumpun artinya menghancurkan saudara sebangsa se-tanah air. Pertanda raja akan mati. Lalu tafsir "Pakujajar dijajarkeun" saudara sebangsa se-tanah air yang egaliter/sejajar.

Pantun Bogor dibagi menjadi dua bagian yakni Pantun Bogor Leutik dan Pantun Bogor Gede. Pantun Bogor Leutik berkisah sekitar kehidupan sehari-hari masyarakat Kerajaan Pajajaran atau para putri raja dan kesatria. Sedangkan Pantun Gede berkisah tentang ajaran agama Sunda, silsilah Raja Sunda, Uga, dan pola pemerintahan Kerajaan Sunda.


Leuwih lwangan, kurang wuwuhan. Pun


Referensi

  1. Samantho. Ahmad Yuana, MA., M.Ud (et all). "Kisah Tragis Saat Terakhir Pakuan Pajajaran dalam Pantun Bogor" dalam "Kerajaan Pakuan Pajajajaran dan Bogor dalam Pusaran Sejarah Dunia". Versi Online 123dok (Halaman 159-162) Diakses 30 Oktober 2021.
  2. "Pantun Sunda". sundalanggeografi.blogspot.com Diakses 30 Oktober 2021.
Baca Juga

Sponsor