Majapahit Empire |
Judul diatas adalah judul yang kritis bukan? bahkan agak sedikit membuat kita "panas" hehehe.. tenang...
Teori kehidupan mengatakan bahwa bangsa-bangsa yang pernah besar dalam sejarahnya di masa lalu cenderung akan mengalami kembali kebesarannya di masa yang akan datang. Atau dengan kata lain, bangsa-bangsa yang bisa besar sekarang dan di masa mendatang adalah bangsa-bangsa yang pernah besar di masa lalu. Saya percaya pada teori ini.
-Jero Wacik-
-Jero Wacik-
[Historiana] - Tidak ada salahnya kita mencoba mengungkap atau sekedar menelusuri sejarah Kebesaran kerajaan Majapahit.Data-data sekunder berupa literasi sejarah, buku, data penelitian dan situs internet yang kredibel mengenai sejarah Majapahit dapat dijadikan acuan analisis mendalam.
Mari kita dalami per sekuel sejaran Majapahit...
Amukti Palapa Mahapatih Gajah Mada
SUMPAH PALAPA: SUMPAH MEMPERSATUKAN, ATAU SUMPAH PENJAJAHAN?
Sekali lagi pertanyaan yang menohok...hehehe
Namanya juga “kontroversi,” biarlah ini menjadi kontroversi, biar ada yang “selalu berpikir” dan “mengkaji dengan jernih.” Jangan emosional, lapang dadalah. Jangan anggap saya anti Gadjah Mada dan Majapahit karena saya orang Sunda (walau beristri Jawa: Siapa bilang orang Sunda anti orang Jawa!).
Ada apa gerangan dengan sumpah Palapa sehingga tulisan di atas saya tulis seperti itu? Nah, mari simak isi Sumpah Palapa itu dari beberapa tulisan (karena tulisan dan terjemahannya ada macam-macam), sekaligus beberapa bahasan tentangnya. Lihat, ada yang menarik untuk disimak dengan jernih.
Sumpah Palapa (wikipedia)
Sumpah Palapa adalah suatu pernyataan/sumpah yang dikemukakan oleh Gajah Mada pada upacara pengangkatannya menjadi Patih Amangkubhumi Majapahit, tahun 1258 Saka (1336 M).
Sumpah Palapa ini ditemukan pada teks Jawa Pertengahan Pararaton, yang berbunyi,
Sira Gajah Madapatih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada: "Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tañjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa".
Terjemahannya,
Dia Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa. Ia Gajah Mada, "Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa".
Dari isi naskah ini dapat diketahui bahwa pada masa diangkatnya Gajah Mada, sebagian wilayah Nusantara yang disebutkan pada sumpahnya belum dikuasai Majapahit
Arti nama-nama tempat: Gurun = Nusa Penida; Seran = Seram; Tañjung Pura = Kerajaan Tanjungpura, Ketapang, Kalimantan Barat; Haru = Sumatra Utara (ada kemungkinan merujuk kepada Karo); Pahang = Pahang di Semenanjung Melayu; Dompo = sebuah daerah di pulau Sumbawa; Bali = Bali; Sunda = Kerajaan Sunda; Palembang = Palembang atau Sriwijaya; Tumasik = Singapura.
Berikut Sumpah Palapa menurut opini Aziz Miring (17 M ei 2010)
Gadjah Mada, Sumpah Palapa Membawa Petaka
Disebut membawa petaka karena lalu “harus terjadi Perang Bubat” yang merusak citra Hayam Wuruk dan Gajah Mada sendiri serta Majapahit.
“Sira Gadjah Mada paptih amangkubumi tan ayun amukti palapa, sira Gadjah Mada: Lamun huwus kalah nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tanjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompu, Ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa.”
Gadjah Mada sang Mahapatih tak akan menikmati palapa, berkata Gadjah Mada, “selama aku belum menyatukan nusantara, aku takkan menikmati palapa, sebelum aku menaklukan Pulau Gurun, Pulau Seram, Tanjungpura, Pulau Haru, Pahang, Dompu, Pulau Bali, Sunda, Palembang, dan Tumasik, aku takkan mencicipi palapa.
Menurut anda apa yang terlintas dalam pikiran dan bayangan anda ketika membaca sumpah Mahapatih Gadjah Mada itu? Apakah anda berfikir tentang sumpah untuk mempersatukan atau sumpah untuk menaklukan? Apakah itu sumpah pemersatu atau sumpah penjajah?
Kita selalu diajarkan bahwa Sumpah Palapa adalah sebuah sumpah lambang pemersatu, tapi pernahkah kita berfikir bahwa sumpah itu adalah sumpah ketamakan untuk menguasai negara (baca: kerajaan) lain untuk berada di bawah kekuasaan Majapahit? Semua tafsir itu saya serahkan kepada anda.
Baca juga: Kebesaran Majapahit hingga ke Filipina?
Beda Sumpah Palapa dan Sumpah Pemuda
Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarahnya. Indonesia tidak bisa lepas dari sejarah kejayaan kerajaan-kerajaan—mulai dari Sriwijaya, Majapahit, Kutai, Pajajaran, dan kerajaan lainnya. Buktinya nama-nama kerajaan tersebut menjadi nama yang sampai saat ini menjadi nama-nama yang melegenda dan biasanya mewakili kebesaran sejarahnya itu sendiri. Palembang dikenal dengan bumi Sriwijaya, Sunda dikenal dengan nama bumi Pajajaran atau bumi Parahyangan.
Apa yang istimewa dengan kerajaan tersebut? Selain sebagai pusat kekuasaan dan pusat ilmu, kerajaan-kerajaan tersebut juga mewariskan spirit. Anda pasti tidak lupa dengan siapa itu Mahapatih Gajahmada yang popularitasnya bisa jadi lebih besar dari rajanya sendiri—Hayam Wuruk. Bukan karena posisinya, tapi lebih karena statemennya yang kemudian diwujudkan dengan kekuatan. Statemen yang sangat terkenal hingga saat ini adalah Sumpah Palapa; sumpah yang ditekadkan untuk mempersatukan nusantara.
Sumpah Palapa adalah suatu pernyataan/sumpah yang dikemukakan oleh Gajah Mada pada upacara pengangkatannya menjadi Patih Amangkubhumi Majapahit tahun 1336 M. Beliau Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa. Ia Gajah Mada, “Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa”. Hasilnya, jika menapaktilasi jejak Sumpah Palapa, maka Indonesia saat ini adalah sebagian dari nusantara yang dicita-citakan dalam Sumpah Palapa
Nusantara merupakan koalisi antara kerajaan-kerajaan yang turut bekerja untuk kepentingan bersama untuk keamanan dan perdagangan regional.Sebagai kerajaan adikuasa setelah zaman Sriwijaya berakhir, Majapahit tetap berkepentingan dengan wilayah kerajaan-kerajaan itu sebagai daerah tujuan pemasaran dan sebagai penghasil sumber daya alam yang berpotensi perdagangan. Memang ada jalinan hubungan, namun hubungan ini tidak harus seperti penguasa dan yang dikuasai, bukan kekuasaan dalam artian politik. Ini adalah hubungan kepentingan bersama sehingga Majapahit juga berkepentingan untuk mengamankan dan melindungi wilayah-wilayah itu.
Namun demikian, sampai hari ini masih saja ada tafsir bahwa kerajaan-kerajaan itu memberikan upetinya setiap tahun kepada Majapahit. Hal ini seolah membuktikan ketundukkan kerajaan-kerajaan Nusantara dibawah supremasi Majapahit
Padahal, tidak ada satu kata pun dalam Nagarakertagama yang bisa diartikan sebagai upeti, apalagi upeti tanda tunduk seolah menjadi negara jajahan Majapahit.
Berdasar uraian Nagarakertagama, Majapahit memang punya tradisi mengadakan suatu pesta besar setiap tahunnya. Seluruh penguasa wilayah–wilayah kerajaan itu diundang dan ada yang memberikan hadiah-hadiah kepada raja Majapahit, dan menurut Hasan hadiah itu bukanlah upeti. “Buktinya, sejak Majapahit berkuasa sampai runtuh pun daerah-daerah itu bebas merdeka.”
Tahun 1928, sekumpulan pemuda dari berbagai daerah, suku, berkumpul, menyatukan tekad bersatu untuk Indonesia. Semangat ke-Indonesia-an menyeruak dalam sanubari anak muda yang jika dikonversi [?–Pengtp] dengan usia anak muda saat ini, mungkin banyak juga yang sering dan suka berkumpul, bukan demi semangat kebangsaan, tapi lebih karena semangat ke-muda-an.
Para pemuda juga menghasilkan hal yang sama, yaitu Sumpah Pemuda: satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa. Pertama.Kami poetera dan poeteri indonesia mengakoe bertoempah-darah jang satoe, tanah indonesia. Kedoea.Kami poetera dan poeteri indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa indonesia. Ketiga.Kami poetera dan poeteri indonesia mendjoendjoeng bahasa persatuan, bahasa indonesia.
Sumpah ini tidak main-main. Karena dihasilkan dari dorongan semangat ke-Indonesia-an. Dari forum yang walaupun belum menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, semangat ke-Indonesia-an sudah mendominasi. Lahir para pemikir dan pemikiran yang menjadi dasar keberadaan Indonesia seperti sekarang ini. Bahkan lagu Indonesia Raya yang diperkenalkan dengan biola oleh personel The Black White Jazz Band, WR Supratman pun abadi hingga saat ini sebagai lagu kebangsaan.
Dua sumpah ini—Sumpah Palapa dan Sumpah Pemuda—adalah dua tekad untuk membuat Indonesia menjadi satu. Dua sumpah ini adalah dua mimpi yang dieksekusi dengan cara yang berbeda. Sumpah Palapa dikumandangkan ketika Mahapatih Gajah Mada memegang jabatan politik. Tentu saja Sumpah Palapa tak lepas dari kerangka niat untuk menjadikan Nusantara Satu dengan ambisi politik yang kental, karena satunya Nusantara dalam rangka menguatkan kekuasaan.
Semangat Sumpah Palapa adalah semangat sentralisasi, bagaimana menjadikan kerajaan Majapahit sebagai sentra kekuasaan di Nusantara. Semangat yang kemudian bisa jadi adalah nama lain dari sentralisasi. Mahapatih Gajah Mada bertekad mempersatukan nusantara dan menjadikan Majapahit sebagai porosnya.
Dalam konteks saat ini, semangat sentralisasi justru menjadi bagian yang membuat bangsa ini sulit bersatu. Ketidakinginan untuk dikuasai, diatur, dikendalikan adalah keinginan yang lumrah dan alamiah dalam konteks membangun kemandirian. Semangat sentralisasi bertentangan dengan otonomi daerah, dengan kendali utama ada pada pemerintahan di tingkat daerah.
Sumpah Pemuda dikerangkai oleh niat untuk menjadikan Indonesia Satu tak dimulai dengan kekuasaan, tapi rasa ke-satu-an yang diliputi cinta, yaitu cinta tanah air, cinta bangsa dan cinta bahasa.
Banyak peneliti yang dilakukan oleh orang luar atau orang Indonesia sendiri mengindikasikan beberapa hal, dan tidak ada indikasi yang merujuk pada luas Majapahit yang meliputi seluruh Nusantara.
Wilayah yang disebut di Negarakertagama merupaka sebatas cita-cita Gajah Mada yg belum terwujud.
Nusantara kini hadir sebagai "perbaikan" Sumpah Palapa dengan Sumpah Pemuda 1928.
Siklus 7 Abad
Nusantara (yang kemudian menjadi Indonesia) di dalam sejarahnya telah pernah mengalami dua kali masa kejayaan. Akankah kita mengalami kembali kebesaran itu di masa yang akan datang dan kapan? Adakah tanda-tanda ke arah itu?
Di Sumatera pernah berdiri kerajaan maritim yang berpengaruh luas bukan hanya atas Sumatera, tetapi juga atas Jawa dan Kalimantan dan bahkan hingga ke Semenanjung Malaysia, Kamboja, Vietnam, Thailand Selatan serta Filipina. Bukti awal mengenai Sriwijaya berasal dari Abad Ke-7, ketika seorang pendeta Tiongkok (I Tsing) menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya pada tahun 671 M dan bermukim di sana selama setengah tahun. Prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berasal dari Abad Ke-7 yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang.
Pada masa itu Sriwijaya menjadi pusat pembelajaran agama Buddha dan ramai dikunjungi para peziarah dan tokoh-tokoh agama Budha. Dalam politik, Sriwijaya disegani oleh negara-negara lain. Dalam perdagangan, Sriwijaya yang menguasai Selat Malaka dan Selat Sunda mengontrol jalur perdagangan antara dua pusat utama yaitu India dan Cina. Sriwijaya memiliki banyak komoditas antara lain kapur barus, kayu gaharu, kapulaga, gading, emas, dan timah yang membawa kemakmuran bagi Sriwijaya. Sejarah juga mencatat pada masa Sriwijaya inilah berkembang bahasa Melayu sebagai lingua franca ke seluruh penjuru Nusantara. Kita dapat menyaksikan candi-candi peninggalan kerajaan ini seperti Candi Borobudur, Candi Kalasan, Candi Sewu (seluruhnya di Jawa Tengah) serta Candi Muaro Jambi, Candi Muara Takus dan Biaro Bahal (di Sumatera Selatan).
Sekitar 7 abad kemudian setelah kejayaan Sriwijaya, yakni pada abad ke-14, Kerajaan Majapahit mengalami masa kejayaan di bawah pemerintahan Raja Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada. Kerajaan Hindu-Buddha yang berpusat di Trowulan Jawa Timur ini berdiri sekitar tahun 1293 M sampai 1500 M.
Menurut Kakawin Negarakertagama wilayah kekuasaan Majapahit mencakup selain Jawa juga Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Semenanjung Malaysia, Singapura dan sebagian Filipina. Kerajaan ini disegani oleh negara-negara lain. Majapahit juga menjalin hubungan dagang yang baik dengan Kamboja, Thailand, Birma, Vietnam dan Cina. Kita dapat menyaksikan banyak sekali bangunan peninggalan Majapahit, antara lain Kolam Segaran, Candi Bajangratu, Candi Tikus, Candi Brahu, Candi Wringin Lawang, Candi Gentong, Candi Kedaton, Pendopo Agung dan lainnya.
Bangsa kita telah mengalami kejayaan di abad ke-7 dan abad ke-14. Apakah kita akan mengalami siklus kejayaan 7 abad, yakni abada ke-21 ini?
Saya rasa siklus 7 abad kejayaan Indonesia itu akan menjadi kenyataan kembali di abad kita ini, abad ke-21. antara tahun 2000-2099. Tanda-tanda kebangkitan Indonesia abad ke-21 sudah mulai kelihatan.Mengutip pernyataan Jero Wacik.
Baru-baru ini lembaga riset bisnis dan ekonomi yang sangat terpandang di dunia, The McKinsey Global Institute, menerbitkan laporannya berjudul “The Archipelago Economy: Unleashing Indonesia’s Potential” yang menunjukkan dengan jelas kecenderungan kejayaan Indonesia di bidang ekonomi.
Dalam laporan itu McKinsey memperkirakan pada tahun 2030 Indonesia akan menempati peringkat ke-7 ekonomi terbesar dunia, sesudah Cina, AS, India, Jepang, Brazil, Rusia. Kini Indonesia menempati peringkat ke-16 ekonomi terbesar dunia sesudah AS, Cina, Jepang, Jerman, Prancis, Brazil, Inggris, Italia, Rusia, Kanada, India, Spanyol, Australia, Mexico dan korea Selatan. Mckinsey memperkirakan kelas konsumen Indonesia akan meningkat dari sekarang 45 juta orang menjadi 135 juta orang pada tahun 2030 dan pekerja yang berpendidikan meningkat dari 55 juta orang sekarang ini menjadi 113 juta orang (2030).
Laporan yang dikeluarkan oleh lembaga yang sangat bergengsi dengan terkenal cermat itu tentulah sangat membesarkan hati kita.
Rujukan:
- esdm.go.id
- Tatangmanguny
- wikipedia