Cari

Kerajaan Sindang Kasih, Di Majalengka?

[Historiana] - by Alam Wangsa Ungkara. Kerajaan Sindang Kasih yang dikenal sebagai cikal bakal Kabupaten Majalengka telah menjadi sumber yang sangat bermakna dan jadi tetengger utama bahwa Sindangkasih adalah cikal bakal berdirinya Kabupaten Majalengka ini. Apakah benar?

Pertanyaan ini menggelitik, barangkali mungkin mengusik keyakinan selama ini. Mohon maaf, ini bahan diskusi dengan acuan tulisan Tatang Manguny: MISTERI SINDANGKASIH MAJALENGKA.

Mengutip dari Tatang Manguny, Orang dibuat percaya dan yakin bahwa di Kabupaten Majalengka sekarang itu dahulunya ada kerajaan Sindangkasih, karena legenda yang dibuat entah oleh siapa.Legenda itu sebuah dongeng yang dikaitkan dengan fenomena alam (dan nama-nama) tertentu. Nama Majalengka itu asing di telinga orang Sunda. Ada nama yang mirip, bahkan sering salah ditangkap orang non-Sunda, yaitu Cicalengka, tapi itu bukan “lengka” melainkan “calengka” (tidak tahu saya apa artinya, mungkin kicalengka, semacam tetumbuhan). Karena nama itu asing, maka dibuatlah “kiratabasa,” mengira-ngira, menafsir makna sesuatu kata. Yang terdekat dengan kata “lengka” adalah kata “langka” dalam bahasa cirebonan, bukan langka bahasa Indonesia atau jogjaan (longko = jarang atau jarang sekali). Kebetulan, ada “fakta sejarah” yang sudah sangat amat lama sekali terjadi di masa Belanda sehingga tidak diketahui pasti oleh orang-orang pasca kemerdekaan, yaitu pendirian kota Majalengka di derah Sindangkasih. Maka disusun-digubahlah ceritera legenda Sindangkasih berubah jadi Majalengka, karena “buah maja” yang “langka” (dimaknai hilang).

Sindangkasih disebut-sebutlah sebagai suatu kerajaan (mungkin berbaur dengan ceritera babad Ki Gedheng (Gedhe ing) Sindangkasih (Sedhangkasih –>sedhang = sendang, kolam mata air) yang punya anak bernama Nay (Nyi) Ambet Kasih, di Beber Cirebon sekarang. Sindangkasih Beber diduga dulunya merupakan pelabuhan sungai  (konon ada bekas-bekasnya) yang mengarah ke Kanci sebagai pelabuhan laut. Diduga pula dari Sindangkasih inilah Raja Pajajaran berlayar menuju Majapahit mengiring Dyah Pitaloka untuk dinikahkan dengan Hayam Wuruk. Ini sama dengan dugaan saya desa Palabuan, dekat Sukahaji dan Rajagaluh, tadinya memang pelabuhan sungai Cikeruh menuju Loji (bangunan Belanda–bisa berarti tempat menginap) menyambung ke Cimanuk.

Ihwal kerajaan Sindangkasih Majalengka itu, tanpa jelas asal-usulnya, tahu-tahu populer dipimpin oleh seorang ratu yang amat sangat cantik berambut mayang mengurai. Karena rambutnya yang indah itu maka ia bergelar (bernama) Nyi Rambut Kasih. Kadang kala disebut juga Nyi Ambet Kasih, seperti anaknya Ki Gedheng Sindangkasih Beber. Tapi, ada ceritera pula bahwa Nyi Ambet Kasih itu nama isteri  Talaga Manggung (Tumenggung Talaga) di Kerajaan (kecil–bawahan Galuh-Pajajaran, alias ketumenggungan) Talaga. Ini foto patungnya dari Wikicommons, menggandeng dua anak lelaki dan perempuan (Raden Panglurah dan Dewi Simbarkancana–?).


Ini dinukilkan “berita” dari catatan Belanda tentang distrik-distrik yang ada di Kabupaten Maja (yang kemudian, seperti dicatat di bagian bawah naskah tersebut berganti nama jadi Kabupaten Majalengka).



Apakah Sindangkasih Majalengka itu Ada?

Pertanyaan pokok kita adalah apakah memang kerajaan Sindangkasih itu ada sebelum ada Kabupaten Majalengka.  Kerajaan Majalengka dalam sejarah tidak pernah tercatatkan ada. Tidak ada bukti apapun tentang keberadaan kerajaan yang bernama Majalengka di Kabupaten Majalengka sekarang.

Yang pertama-tama harus diyakini sebagai kebenaran ilmiah adalah bahwa nama Majalengka itu pertama ada adalah sebagai nama Kabupaten (11 Februari 1840) yang merupakan perubahan dari nama Kabupaten Maja (berdiri 5 Januari 1819), dan sebagai nama ibu kota kabupaten baru tersebut (juga terhitung 11 Februari 1840) sebagai perubahan nama dari nama ‘tempat” (daerah) yang tadinya bernama Sindangkasih, yang sebagiannya dijadikan tempat kedudukan (ibu kota) Kabupaten Majalengka. Kota Majalengka bukan perubahan kota Sindangkasih, melainkan tadinya “daerah” Sindangkasih, karena “kota” Sindangkasih tetap ada sampai sekarang.
Jadi, Sindangkasih di Majalengka itu ada. Hanya saja keberadannya itu semula sebagai apa, itu yang sampai sekarang masih menjadi misteri yang belum bisa terungkap dengan jelas. Jelasnya, apakah Sindangkasih itu hanya sekedar sebagai desa biasa–seperti sekarang, ataukah memang merupakan suatu “kerajaan.” Kalau sebagai semacam “distrik” harus diakui ada, setara dengan “distrik” Talaga, Rajagaluh dan lain-lain.



Silahkan Anda bisa membaca bukunya di google books


Dalam berbagai ceritera (bersumber babad dan lain-lain), daerah Sindangkasih pernah diberikan oleh Sumedang (Pangeran Geusan Ulun) ke Cirebon (Panembahan Ratu) sekitar tahun 1585M. sebagai “penukar” penculikan Ratu Harisbaya. Sindangkasih yang mana? Sindangkasih Majalengka sudah ganti jadi Majalengka sejak 1490 (konon!) dan sudah masuk wilayah Cirebon di bawah pimpinan “Bupati Pangeran Muhammad” (konon juga). Masa punya Cirebon diberikan ke Cirebon? Ada kemungkinan itu Sindangkasih Galunggung yang orang Cirebon menyebutnya Sindangkasih.

“Teka-teki” tulisan “Cindang Kasi” dalam peta kuno di atas, yang membuat kita menduga ada Sindangkasih tetapi di timur Cikeruh, terjawab dengan peta berikut (1724-1726).



Jawaban yang paling pas adalah bahwa CUNDANLASSI ITU SINDANGKASIH YANG SEKARANG MENJADI SINDANGWASA. Sindangwasa merupakan suatu daerah yang punya sejarah–walau juga masih berupa sejarah lisan. Sindangwasa punya tokoh yang disebut Buyut Nyata (“Raden Nata…….”), yang aslinya Syekh Syarif Arifin. Artinya, “kota” itu dulunya amat penting, karenanya dituliskan dalam peta Belanda dengan sebutan SINDANGKASIH.

Sindangkasih artinya sindang (Jawa sendang) yang berarti kolam mata air yang “wangi” (kase–Sunda kuno artinya wangi-wangian atau parfum), dan kemudian berubah menjadi “sindang wasa” karena mengandung minyak (wasa = minyak atau berminyak) — sumber minyak bumi dekat Bongas. Di Sindangkasih (Sindangwasa)  ini Belanda membuat pos penjagaan (markas) (KAMPUNG ATAU BLOK POS) dengan “loji-loji” (KAMPUNG LOJI) gudang perbekalan di sekitarnya, termasuk “loji yang kobong” terbakar (LOJIKOBONG). Di dekatnya pula ada yang bernama TJIKRO (kadang Belanda menulis SIKARO  untuk sungai Cikeruh).

Jadi, regenschaft Sindangkasih yang membawahi Paningkiran (Panyingkiran Kadipaten atau Paningkiran Sumberjaya, masih belum jelas) dan Soekasari (pasti bukan Sukasari Argapura–terlampau jauh), bisa jadi aslinya Sindangwasa, baru kemudian dipindahkan ke Sindangkasih Majalengka sekarang. Oleh karena itulah ketika wilayah Sindangkasih diserahkan ke Cirebon dari Sumedang (Sindangkasih merupakan wilayah Sumedang), dianggap wilayah itu sangat strategis karena merupakan jalur ke pantai utara, itu karena jalaur pelayarannya melalui sungai Cikreuh yang bermuara ke Cimanuk dan terus ke Indramayu.

Bincang Majalengka sudah pasti akan merujuk ke sejumlah kisah dari kerajaan/padepokan dengan ciri khusus, semisal tautan dengan wilayah lain. Untuk lepas dari kekuatan mitologi yang membingkai sejarah Majalengka, perlu direkatkan fakta komprehensif bersama hipotesis yang mendukungnya.

Diperlukan penelusuran sejarah Majalengka dan pencarian jejaknya sehingga hasilnya dapat dipahami secara logis dan tidak terkurung semata-mata oleh mitos atau warna magis.

Upaya Majalengka yang direspons pemerintah setempat menjadi penting lantaran pada 7 Juni 2010 usia Majalengka diterakan pada angka 520 tahun. Benarkah? Inilah yang lantas membentuk tim penelusuran sejarah Majalengka dengan ketua sejarawan Universitas Padjadjaran, Nina Lubis.

Dunia yang rasional memang tak mampu menghindar dari dunia irasional. Namun, jika terpaku pada irasionalitas, tidak akan ada sejarah yang dapat diterima sebagai kajian serta sajian yang logis dengan unsur pendukung penting metode ilmiah. Begitulah seharusnya sejarah mengedepankan kekuatan logika.
Baca Juga

Sponsor