Cari

Mengapa Nabi-Nabi Diturunkan di Jazirah Arab?

Jazirah Arab (kini) dahulu adalah wilayah Kekaisaran Achaemenid/Akhaimenia Persia
Awalnya gabungan berbagai suku, Kemudian dikuasai babilonia (Irak) berbahasa Aram
Setalah Islam berkuasa, mereka beragama Islam, sebagian besar wilayah Arab sekarang
berbahasa Arab,  tetapi Iran menolak berbahas Arab (sama seperti Nusantara)
[Historiana] - Para nabi itu hanya diturunkan di jazirah arab dan apa hikmah dari penurunan nabi hanya di jazirah arab? Hal demikian merupakan sebuah pertanyaan yang sepintas tak mudah untuk dicari jawabannya. Namun berbekal semangat religius dan sebuah keyakinan bahwa tak ada sesuatu hamparan tanda-tanda kebesaran-Nya dialam semesta ini yang tak bisa dijelaskan.

Menurut Ustadz Ahmad Sarwat, Lc, MA dari Rumah Fikih Indonesia, Pernyataan bahwa para nabi turun di negeri Arab ini sebenarnya perlu sedikit dikoreksi. Hal itu mengingat batas wilayah negeri Arab di masa kini jauh berbeda dengan di masa lalu.

Di masa lalu, yaitu pada saat para nabi itu diutus, negeri-negeri yang mereka tempati bukanlah negeri Arab. Setidaknya saat itu belum lagi menjadi negeri arab. Negeri yang tersebar di Jazirah Arab yang kita kenal sekarang ini berbeda dengan masa silam. Bukti Arkeologi Saudi Arabia sudah membuktikannya. Silahkan baca: 

Tetapi memang benar kalau dilihatnya pada zaman sekarang, karena negeri-negeri yang dulunya bukan Arab, sekarang ini sudah jadi negeri Arab. Hal itu terjadi karena dakwah Nabi Muhammad SAW memang telah sukses mengislamkan negeri-negeri yang jauh di luar batas negeri Arab, sampai negeri itu bukan cuma memeluk Islam, tetapi berubah menjadi bagian dari Arab. 

Dengan demikian yang lebih tepat dikatakan adalah bahwa dahulu para nabi tidak diturunkan di negeri Arab. Dan oleh karena itu tidak tepat kalau disebutkan bahwa para nabi hanya turun di negeri Arab.

Dan sesungguhnya para nabi yang selain arab itu cukup banyak, misalnya Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Daud, Nabi Sulaiman, Nabi Isa dan lainnya. Dari 25 orang nama para nabi yang disebutkan di dalam Al-Quran, cuma Nabi Muhammad SAW saja yang dipastikan berkebangsaan Arab dan benar-benar tinggal di Jazirah Arabia.

Selebihnya justru para nabi yang kita kenal itu malah berkebangsaan selain Arab. Dan yang paling banyak adalah para nabi yang berkebangsaan Yahudi.

Kalau disebut para nabi itu berkebangsaan Yahudi, maksudnya tentu bukan agama yahudi yang kita kenal saat ini. Tetapi Yahudi yang dimaksud adalah yahudi dalam pengertian nama sebuah jenis ras, nama darah dan nama sebuah bangsa.

Mungkin Anda heran, kalau para nabi di dalam Al-Quran itu bukan Arab, kenapa mereka berdialog dalam bahasa Arab?

Jawabannya sederhana, karena kisah para nabi itu disampaikan oleh Al-Quran yang bertutur dengan menggunakan bahasa Arab, maka secara otomatis semua dialognya 'diterjemahkan' ke dalam bahasa Arab. Dan tidak mungkin dialog mereka disampaikan dalam bahasa aslinya. 

Jadi disinilah salah satu keunikan Al-Quran, para nabi yang sesungguhnya bukan orang Arab dan tidak bisa berbahasa Arab itu, di dalam Al-Quran tampil dan berdialog bahasa Arab, yang sudah diterjemahkan oleh Allah SWT. 

Dan dari sisi geografis, para nabi itu juga tidak tinggal di negeri Arab, setidaknya untuk ukuran saat itu. Sebab di masa lalu, negeri tempat para nabi diutus itu belum lagi menjadi negeri Arab.

Sebutlah misalnya Mesir. Memang sekarang ini nama resminya adalah Republik Arab Mesir. Tetapi di zaman Nabi Ibrahim atau zaman Nabi Musa, Mesir itu bukan negeri Arab.
Hryroglyph Mesir Kuno.Demotik, berevolusi menjadi bahasa Koptik
Setalah ditaklukan Arab, menjadi bahasa Arab
Begitu juga Palestina, memang sekarang ini adalah sebuah negara Islam dan berpenduduk mayoritas Islam, bahkan rakyatnya berbahasa Arab.

Tetapi di masa Nabi Ibrahim, Nabi Musa dan Nabi Isa hidup, Palestina bukan negeri arab, penduduknya pun tidak berbahasa Arab.

Hal yang sama juga dengan Iraq dan Yaman, kedua di era para nabi di ummat terdahulu juga bukan negeri Islam. Iraq itu dulunya adalah wilayah kekaisaran Persia, penduduknya menyembah api (Majusi), bahasanya juga bukan Arab. Dan Yaman di masa Ratu Balqis bukan negara Arab. Bahkan di masa kelahiran Nabi Muhammad SAW masih merupakan kerajaan Kristen.

Maka pernyataan bahwa para nabi hanya diutus di negeri arab menjadi kurang tepat, kalau dikaitkan dengan konteks di masa itu.

Tetapi kalau dikaitkan dengan konteks di masa sekarang, memang negeri negeri yang dulu pernah diturunkan para nabi saat ini sudah menjadi negara Islam. Minimal penduduknya mayorits beragama Islam. Dan yang menarik ternyata mereka pun berbahasa Arab, bahkan menamakan negaranya dengan nama nama arab.

Wajar kalau orang yang tidak tahu asal muasal sejarahnya keliru dalam menilai, seolah oleh semua nabi itu orang arab dan turunnya hanya di negeri arab.

Tetapi barangkali Anda masih penasaran, kenapa para nabi hanya diturunkan di wilayah seputar arab saja, walaupun di masa lalu belum menjadi negeri arab? Contoh arkeologis membuktikan bahwa Kerajaan Saba dan Himyar, Bukan Bangsa Arab?dan beberapa penemuan arkeologi pra Islam lain di Arab: Penemuan Arkeologi Arab Saudi Pra-Islam: Mada’in SalehPenemuan Arkeologi Arab Saudi Pra-Islam: Dadanitic (Al-Ula)

Dan pertanyaan Anda mungkin akan ditambahkan, misalnya apakah di negeri selain seputaran arab itu tidak ada nabi? Bagaimana dengan benua Eropa, benua Amerika, benua Afrika, benua Asia dan tentunya dengan wilayah kepulauan nusantara? Tidak kah di negeri negeri itu ada nabi?

Jawabannya memang agak sulit. Sebab kita memang belum menemukan bukti otentik dan meyakinkan bahwa di Eropa Barat, pedalama Afrika atau di benua baru Amerika pernah ditemukan jejak para nabi. Termasuk kita tidak menemukan jejak para nabi di kepulauan nusantara. 


Tetapi tidak ditemukannya jejak para nabi di tempat tempat itu bukan berarti tidak pernah ada nabi disana. Bukankah kita juga tidak pernah menemukan bukti otentik dimana dahulu Nabi Adam alaihissalam tinggal? Yang kita punya cuma kisah kisah di kitab suci, tetapi tidak dengan bukti otentik secara sains.

Yang jelas, di dalam hadits disebutkan bahwa jumlah nabi dan rasul tidak terbatas hanya 25 orang saja. Jumlah mereka jauh lebih banyak dari itu, hingga mencapai 124 ribu orang. Sebuah jumlah yang sangat besar tentunya.


Hanya sebagian kecil saja yang kisahnya disebutkan di dalam Al-Quran dan hadits, selebihnya tidak pernah disebutkan. Dari yang sedikit itu, yang secara tegas disebut namanya cuma 25 orang di dalam Al-Quran.

Jadi sisanya, yaitu sebanyak 123.975 orang nabi dan rasul, tidak disebutkan namanya dalam Al-Quran. Sebagian lagi kisah mereka kita ketahui dari hadits nabi, yang sumbernya adalah para shahabat yang dulunya pemeluk agama ahli kitab.

Maka wajar kalau kita tidak tahu siapa mereka, dan dimana saja mereka diutus.

Tetapi yang sudah pasti adalah bahwa Allah tidak akan membiarkan keberadaan suatu bangsa, kecuali Allah utus kepada mereka orang orang yang membawa pesan dari Allah. Baik dia berstatus nabi, rasul, atau pun para murid dan binaannya.

Inna awwala baytin wudhi'a lilnnaasi lalladzii bibakkata mubaarakan wahudan lil'aalamiina
[3:96] Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.
Kemungkinan adanya suatu bangsa tidak punya nabi pun tidak tertutup. Salah satunya justru bangsa arab sendiri. Terakhir di negeri arab ada nabi hingga masa diutusnya nabi Muhammad SAW lumayan lama. Kalau Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi rasul pada tahun 610 Masehi (abad ketujuh), maka nabi sebelumnya di Mekkah adalah Nabi Ibrahim dan puteranya, Nabi Ismail alaihimassalam.

Banyak sejarawan yang berbeda pendapat kapan masa hidup kedua nabi ini. Salah satu versinya menyebutkan setidaknya Nabi Ibrahim hidup 1900-an tahun sebelum Nabi Isa lahir. Itu berarti 20 abad sebelum masehi. Kalau ditambahkan dengan masa kenabian Muhammad SAW, maka jarak totalnya 27 abad. Lumayan lama kan?

Tambahan lagi, di masa itu setiap bangsa punya agama sendiri-sendiri, sehingga walaupun di Palestina ada agama yang dibawa oleh Nabi Isa, namun agama itu tidak berlaku buat bangsa Arab. Jadi percuma saja.

Masa kosong 27 abad ini disebut para ulama dengan masa fatrah, dimana nabi sebelumnya sudah lama tiada, sedangkan yang baru belum diutus.

Lalu bagaimana nasib mereka yang menjadi ahlul fatrah?

Tentunya mereka tidak mungkin menjalankan agama dan syariah, sebab agamanya tidak ada, apalagi syariahnya.

Dalam hal ini, kita tidak bisa menjawabnya. Sebab Allah SWT pun tidak menyebutkan hukumnya dengan tegas. Jadi kita serahkan saja kepada Allah. Yang kita tahu Allah SWT itu Maha Adil dan Maha Mengetahui.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, 
Baca Juga

Sponsor