Cari

Hari Jadi Pemukiman atau Kabupaten Majalengka

Hari Jadi Majalengka ke-527 (2017).
Gambar: setda.majalengkakab.go.id
Sejarah asal-usul Majalengka masih gelap. Kurangnya sumber rujukan yang dapat dijadikan acuan menyulitkan penetapan pasti. Selanjutnya menjadi penting dalam rangka penetapan hari jadi majalengka.

Penetapan hari jadi Majalengka memang perlu hati-hati. Berkaitan dengan hari jadi, dalam kata ‘Majalengka’ terdapat dua persepsi,  (kota) Majalengka sebagai sebuah pemukiman dan Kabupaten Majalengka sebagai sebuah wilayah administratif. Lintasan sejarah kota Majalengka tentu berbeda dengan lintasan sejarah Kabupaten Majalengka. Sekarang pertanyaannya, apakah tanggal 7 Juni 1490 itu merupakan hari jadi Majalengka sebagai pemukiman atau Majalengka sebagai sebuah wilayah administratif.

Melihat adanya dua persepsi itu, maka hal pertama yang harus disepakati dalam mencari hari jadi Majalengka adalah menetapkan kriteria Majalengka sebagai ‘wilayah administratif’ atau Majalengka ‘sebagai pemukiman.’ Pendapat ini penulis kutip dari situs momon.


Majalengka sebagai Pemukiman

Sebagai wilayah pemukiman, Majalengka jelas sudah ada sejak sebelum Kabupaten Majalengka berdiri. Akan tetapi, kapan Majalengka mulai ada, belum ada jawaban yang memuaskan. Setidaknya, Majalengka sudah ada sejak zaman Kerajaan Sunda. Saat itu kota Majalengka saja masih disebut Sindangkash. Sindangkasih (Majalengka, sekarang)  merupakan salah satu tempat yang dilewati oleh “high way” Pajajaran – Galuh (Kawali) yang membentang dari Rangkas (Lebak) – Jasinga – Bogor (Pakuan) – Cileungsi – Karawang – Purwakarta – Sagalaherang – Sumedang -– Majalengka – Kawali (Ciamis).
Keterbatasan peninggalan sejarah agak menyulitkan untuk mengungkap sejak kapan Kota Majalengka berdiri. Sampai saat ini belum ada prasasti yang berhasil ditemukan di wilayah Majalengka. Prasasti yang terdekat dengan Majalengka yaitu Prasasti Huludayeuh di Bobos, Kabupaten Cirebon, juga tidak menyangkut Majalengka. Tidak mungkin mengandalkan prasasti untuk menerangkan saat pendirian Majalengka seperti yang terjadi dengan pendirian Palembang. Alternatif lain adalah mencari pada babad, atau cerita rakyat. Dalam Carita Parahiyangan (CP) yang dianggap sebagai salah satu sumber sejarah, nama Majalengka juga tidak tercantum.

Babad yang memuat Majalengka, dalam hal ini Sindangkasih, antara lain adalah Babad Siliwangi. Naskah yang ditulis sekitar tahun 1518-an menyatakan bahwa Pamanah Rasa yang kelak menjadi Prabu Siliwangi pernah tinggal di Sindangkasih (Sutaarga, 1984:20, 23) dan dijadikan menantu Ki Gedheng Sindangkasih. Wawacan Carios Prabu Siliwangi juga menyatakan bahwa Pamanah Rasa pernah tinggal di Sindangkasih (Sutaarga, 1984 : 24). Sebelum pindah ke Pakuan (Bogor), Pamanah Rasa pernah menjadi Raja di Sindangkasih (Danasasmita, 2003:69).

Babad Cirebon, naskah yang lebih kemudian daripada CP juga tidak memuat perkembangan tentang Majalengka. Nama Majalengka disebut justeru dalam Babad Sagalaherang. Dalem Wangsa Goparana, pendiri Sagalaherang, diceritakan berasal dari Talaga. Keturunannya kemudian melahirkan dalem-dalem Cikundul Cianjur.

Ketiadaan sumber dalam prasasti dan babad inilah yang tampaknya mendorong timbulnya penetapan hari jadi berdasarkan cerita rakyat dan terpilihlah tanggal 7 Juni 1490.

Majalengka sebagai Wilayah Administratif

Sebagai wilayah administratif, Kabupaten Majalengka lahir melalui sebuah produk hukum. Sampai saat ini ada empat produk hukum yang menjadi dasar lahirnya Kabupaten Majalengka. Pertama, Staatsblad 1819 Nomor 9 tanggal 5 Januari 1819. Dalam Staatsblad itu termuat tentang Pembentukan Kabupaten Maja denga ibukota Sindangkasih. Tanggal 5 Januari 1819 dapat dijadikan alternatif hari jadi Majalengka.

Kedua, Staatsblad 1840 Nomor 7 tanggal 11 Februari 1840. dalam Staatsblad tersebut termuat tentang perubahan nama kabupaten dari Kabupaten Maja menjadi Kabupaten Majalengka dan pemindahan ibukota kabupaten dari Sindangkasih ke Majalengka. Tanggal 11 Februari 1840 dapat dijadikan alternatif kedua hari jadi kabupaten Majalengka.

Ketiga, Staatsblad 1925 Nomor 396 tentang pembentukan kabupaten otonom dalam wilayah Provinsi Jawa Barat. Jawa Barat adalah provinsi pertama yang dibentuk Pemerintah Hindia Belanda. Ibukotanya adalah Batavia.

Keempat, Undang-Undang Tahun 1950 Nomor 14 (sic) tanggal 8 Agustus 1950. Dalam Undang-Undang yang ditandatangai Pejabat Presiden Mr. Assaat ini ditetapkan bahwa Majalengka menjadi salah satu kabupaten di lingkungan Provinsi Jawa Barat.

Sesuai dengan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang berbunyi “Segala badan negara dan peraturan yang ada masih berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”, maka dari keempat produk hukum tersebut yang masih berlaku sampai saat ini adalah Undang-Undang Tahun 1950 Nomor 14. Produk hukum yang lainnya sudah dicabut dan itu berarti tidak berlaku lagi. Berdasarkan UU Tahun 1950 Nomor 14 Kabupaten Majalengka dibentuk pada tanggal 8 Agustus 1950.

Sebagai sebuah wilayah administratif, Kabupaten Majalengka jelas menginduk kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kalau NKRI yang menjadi induk semua wilayah administratif dinyatakan berdiri pada tanggal 17 Agustus 1945, agak sukar dipahami kalau ada wilayah administratif di wilayah NKRI yang usianya lebih tua dari NKRI sebagai induknya. Propinsi-propinsi sebagai wilayah RI baru dibentuk pada 18 Agustus 1945 dan kabupaten-kabupaten tentu dibentuk sesudahnya.

Walaupun pada masa Hindia Belanda sudah ada Kabupaten Majalengka, tetapi Kabupaten Majalengka yang dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tanggal 8 Agustus 1950 tentu berbeda dengan Kabupaten Majalengka yang dibentuk dengan Staatsblad 1819 Nomor 9 tanggal 5 Januari 1819 maupun Staatsblad 1840 Nomor 7 tanggal 11 Februari 1840. Batas wilayah Kabupaten Maja berdasarkan Besluit van Commissarissen Generaal over Nederlandsch Indië van den 5 den Januarij 1819, no. 23, adalah Voor het regentschap Madja, de groote postweg van de overvaart bij Karrangsambong Oost op tot aan de rivier Tjiepietjong bij Djamblang [Untuk Kabupaten Maja, mengikuti jalan raya yang bermula dari dekat tempat penyeberangan yang bernama Karangsambung ke timur sampai sungai Cipicung dekat Jamblang]; deze rivier opwaarts tot bij de dessa Lenkong van daar de scheiding van het tegenwoordige regentschap Radja Galo, tot op den top van den berg Tjermaij [dari sungai ini naik ke atas sampai dekat desa Lengkong yang membatasi keregenan Raja Galuh sekarang, terus ke atas sampai puncak Gunung Ciremay], vervolgens zuidwaarts de scheiding van het tegenwoordige regentschap Talaga, tot aan de rivier Tjijolang [selanjutnya ke selatan sampai keregenan Talaga sekarang sampai dengan sungai Cijolang], alsdan zuidwest en westwaarts dezelfde scheiding tot aan die van de residentie Cheribon met het regentschap Sumadang en deze scheiding noordwaarts tot aan den grooten postweg bij de overvaart te Karangsambong [di sebelah selatan barat (barat daya) dan baratnya sama dengan batas Keresidenan Cirebon dan Keregenan Sumedang, dan ini terus ke utara sampai ke jalan raya dekat tempat penyeberangan Karangsambung. Batas wilayah ini berbeda dengan batas wilayah Kabupaten Majalengka sekarang.
Kecamatan Jatitujuh, pada tahun 1910-an masih masuk Kabupaten Indramayu. Dasuki (1977) menjelaskan setelah tahun 1910 daerah Indramayu sebelah barat sungai Cimanuk dibagi dalam enam kedemangan, yaitu Kedemangan Kandanghaur, Losarang, Pamayahan, Pasekan, Bangodua, Jatitujuh, dan Lelea. Adapun daerah Indramayu sebelah timur Cimanuk dibagi dalam tiga kawedanan yaitu Kawedanan Indramayu, Karangampel, dan Sleman (Jatibarang).

Penutup

Penetapan tanggal 7 Juni 1490 sebagai hari jadi Majalengka mengandung beberapa catatan.  Pangeran Soeleman Soelendraningrat—keturunan langsung ke-14 Sunan Gunung Jati—salah seorang Kerabat Keraton Cirebon yang menyusun Buku Sejarah Cirebon menyatakan bahwa Rajagaluh masuk wilayah Cirebon pada tahun 1528 (Soelendraningrat, 1975 : 33) dan Talaga masuk wilayah Cirebon pada tahun 1529 (Soelendraningrat, 1975 : 39). Adapun Sindangkasih baru masuk ke wilayah Cirebon pada tahun 1586. Sindangkasih dimasukan ke wilayah Cirebon sebagai bagian dari permintaan maaf Penguasa Sumedang karena Geusan Ulun telah membawa Ratu Harisbaya—salah seorang selir Panembahan Ratu—dari Cirebon. Penyerahan Majalengka ke Cirebon digambarkan oleh Pangeran Soeleman Soelendraningrat (Soelendraningrat, 1975 : 51) sebagai kebijakan yang arif dari Penguasa Sumedang Larang karena telah menghindarkan dua kerajaan dari melakukan tindakan kekerasan. Penyerahan Sindangkasih ini juga dibenarkan oleh Saleh Danasasmita salah seorang yang konsen dalam sejarah Jawa Barat (Danasasmita, 2003 : 69).

Apabila Talaga yang saat itu membawahi Majalengka baru masuk wilayah Cirebon pada tahun 1529 agak sukar menerima pendapat yang menyatakan bahwa Majalengka masuk Cirebon pada 7 Juni 1490. Demikian pula, apabila  Majalengka pada tahun 1490 sudah dimasukkan ke dalam wilayah Cirebon sedangkan Majalengka adalah wilayah Sumedang yang diserahkan kepada Cirebon oleh Ayahanda Geusan Ulun, penguasa Sumedang Larang, pada tahun 1586, 96 tahun sesudah tahun 1490.

Penetapan hari jadi Majalengka tanggal 7 Juni 1490, menurut sejarah yang sampai kepada penulis, adalah saat Majalengka digabungkan dengan Kerajaan Cirebon. Pada tahun 1489 seorang utusan Cirebon, Pangeran Muhammad dan Isterinya, Siti Armillah atau Gedheng Badori, datang ke Sindangkasih untuk membujuk Nyi Rambut Kasih masuk Islam dan menggabungkan kerajaannya dengan Cirebon. Tawaran itu ditolak. Akibatnya terjadi perselisihan antara Siti Armillah dengan Nyi Rambut Kasih. Perselisihan dimenangkan Siti Armillah. Nyi Rambut Kasih dikatakan ”ngahiang”. Saat Majalengka digabungkan ke Cirebon ini dijadikan hari jadi Majalengka.

Penentuan hari jadi Kabupaten Majalengka tentu perlu pula menampilkan sisi-sisi kebersamaan, kebanggaan, semangat, simbol, dan politis. Hari jadi merupakan momentum dan peristiwa penting yang dapat dijadikan sebagai simbol dan jati diri keberadaan suatu daerah agar dapat dijadikan pedoman dan mengikat bagi masyarakat dalam rangka menumbuhkan dan membangun rasa persaudaraan, persatuan dan kesatuan serta dapat membanggakan daerah. Hal ini yang nampaknya agak sulit. Ada beberapa contoh yang bisa diikuti dalam hal ini. Kabupaten Subang, misalnya, menggunakan momentum perjuangan untuk menentukan hari jadinya. Rapat para pejuang pada tanggal 5 April 1948 di di Cimanggu, Desa Cimenteng dijadikan momentum untuk kelahiran Kabupaten Subang yang kemudian ditetapkan melalui Keputusan DPRD No. : 01/SK/DPRD/1977. Kabupaten Majalengka dapat memilih momen Pembentukan Kabupaten Majalengka di Sindang pada masa Bupati M. Chavil sebagai hari jadi. Pembentukan Kabupaten Majalengka di Sindang, Kecamatan Sindang (dulu Sukahaji) dapat menjadi tauladan bagaimana masyarakat Majalengka bahu membahu melawan penjajah Belanda yang ingin kembali berkuasa di Nusantara.

Referensi:


  1. Soelendraningrat, Pangeran Soeleman. Sejarah Cirebon. Cirebon : Yayasan Tiraqat Pusat.
  2. Sutaarga, Moh. Amir. 1984. Prabu Siliwangi. Jakarta : Pustaka Jaya.
  3. Danasasmita, Saleh. 2003. Nyukcruk Sajarah Pakuan Pajajaran jeung Prabu Siliwangi. Bandung : Girimukti.
  4. Danadibrata, R.A. 1979. Onon jeung Rawa Lakbok. Jakarta : Pustaka Jaya.
  5. Munandar, Agus Aris. 2004. Sang Tohaan : Persembahan untuk Prof. Dr. Ayatrohaedi. Jakarta : Akademia.
  6. Kantor Informasi dan Komunikasi. 2002. Milangkala 512 Majalengka. Majalengka : Kantor Informasi dan Komunikasi.
  7. Ekadjati, Edi et all. 1998. Sejarah Pendidikan Daerah Jawa Barat. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Baca Juga

Sponsor