Pakar F.D.K. Bosch, yang sempat mempelajarinya, menulis bahwa prasasti ini ditulis dalam bahasa Melayu Kuno, dan menyatakan seorang "Raja Sunda menduduki kembali tahtanya" dan menafsirkan angka tahun peristiwa ini bertarikh 932 Masehi. Namun prasasti ini sudah hilang dicuri sekitar tahun 1940-an.
Prasasti Kebonkopi II ditemukan di Kampung Pasir Muara, desa Ciaruteun Ilir, Cibungbulang, Bogor, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada abad ke-19 ketika dilakukan penebangan hutan untuk lahan perkebunan kopi. Prasasti ini terletak kira-kira 1 kilometer dari batu prasasti Prasasti Kebonkopi I (Prasasti Tapak Gajah).
Isis prasasti:
Teks:Ini sabdakalanda Rakryan Juru Pangambat I kawihaji panyaca pasagi marsandeca ~ ba(r) pulihkan hajiri Sunda
Batu peringatan ini adalah ucapan Rakryan Juru Pangambat, pada tahun 458 Saka (932 Masehi), bahwa tatanan pemerintah dikembalikan kepada kekuasaan raja Sunda.
Prasasti ini menyebutkan chandrasengkala 458 Saka, akan tetapi sejarawan menafsirkan bahwa chandrasengkala ini dituliskan terbalik, yakni seharusnya bermakna 854 Saka (932 M) atas dasar pemikiran bahwa Kerajaan Sunda belum ada pada tahun 458 Saka (536 M), karena ini termasuk periode Kerajaan Tarumanagara (358-669 M).
Sejarahwan Prancis Claude Guillot dari lembaga penelitian École française d'Extrême-Orient (EFEO) memperkirakan prasasti Kebonkopi II ini mengacu ke pendirian kerajaan Sunda. Sejarahwan Australia M. C. Ricklefs mengikuti perkiraan ini dalam bukunya A History of Modern Indonesia since c. 1200.
Nama Sunda pertama kali disebut dalam sebuah prasasti ini. Namun, isi prasasti di antaranya berbunyi “berpulihkan hajiri Sunda”, dapat ditafsirkan bahwa sebelumnya telah ada raja Sunda hingga akhirnya dipulihkan kekuasaanya. Sedangkan nama "Pangambat" berarti "pemburu", dapat ditafsirkan bahwa Sang Raja adalah seorang pemburu yang ulung.
Prasasti lain yang menyebutkan toponimi Sunda adalah Prasasti Sanghyang Tapak I dan II (952 Saka atau 1030 M), dan Prasasti Horren (Kediri Selatan) yang berasal dari zaman Airlangga di Jawa Timur.