Cari

Prasasti Munduan | Mataram Kuno

[Historiana] -   Prasasti Mundu'an ditemukan oleh Tim Survey Jurusan Sejarah IKIP Semarang pada tanggal 27 November 1969 di Dukuh Toro, Kelurahan Kertosari, Kecamatan Jumo, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Prasasti ini ditemukan oleh penduduk Dukuh Toro bernama Mbok Reti (saat itu berusia 55 tahun). Ia menemukan prasasti Mundu'an secara kebetulan di dalam tanah bekas rumpun bambu di belakang rumahnya. Mbok Reti telah menyimpan prasasti ini selama 20 tahun sebelum Tim Survei Jurusan Sejarah IKIP Semarang menemukannya. Menurut keterangan Mbok Reti, prasasti ini ditemukan dalam keadaan setangkep dengan bagian yang bertulisan menghadap ke dalam. Oleh Mbok Reti, prasasti ini dianggap sebagai benda keramat sehingga dijaganya dengan baik. Prasasti ini disebut juga sebagai prasasti Jumo sesuai dengan nama tempat ditemukannya. Saat ini prasasti Mundu'an disimpan oleh Ny. Aditya (putri alm. Mohammad Umar) di rumahnya di jalan Sriwijaya no.92, Semarang, Jawa Tengah.

 

Mohammad Umar—pengajar jurusan sejarah IKIP Semarang pada saat itu—menerbitkan prasasti ini dalam bentuk makalah pada Seminar Sejarah Nasional II yang diselenggarakan di Yogyakarta pada tanggal 26 hingga 29 Agustus 1970. Pembahasan yang dilakukannya menyangkut riwayat penemuan, bentuk aksara, bahasa yang dipakai, penanggalan, keterangan mengenai penguasa yang meresmikan sīma, alih aksara, alih bahasa, catatan terjemahan, serta kesimpulan. Mengenai penanggalan, Umar telah berdiskusi dengan Boechari, ketua Jurusan Arkeologi FSUI pada waktu itu dan membaca angka tahunnya adalah 748 Ś (Umar, 1970: 7). Boechari dalam buku Sejarah Nasional Indonesia II (Poesponegoro, ed. 1993:115), angka tahun prasasti Munduoan tertera 728 Ś(21 Januari 807 M). Kozo Nakada (1982) juga pernah menulis sedikit keterangan mengenai prasasti ini dalam bukunya. Hal-hal yang disebutkan oleh Nakada dalam bukunya misalnya nama prasasti (Munduoan atau Jumo), tempat penemuan (Jumo, Temanggung), bahan (tembaga), angka tahun (728 Ś atau 806 M), tempat penyimpanan saat itu (tahun 1982) di Semarang.

Selain itu, Darmosoetopo juga menyebut angka tahun dalam prasasti ini 728 Ś atau 806 M. Dalam tulisannya, ia menyebut bahwa Rakai Patapān Pu Manuku menganugerahkan tanah sīma kepada hambanya yang bernama sang Patoran, sedangkan pengabdian wajib (buatthaji) yang harus diberikan kepada Rakai Patapān Pu Manuku adalah tugas menggembalakan kambing milik Rakai Patapān Pu Manuku (Darmosoetopo, 2003: 38).

Mengenai Rakai Patapān Pu Manuku, Umar (1970) yang mengutip De Casparis dalam Inscripties uit de Śailendra Tijd, Prasasti Indonesia I menyatakan teori bahwa tokoh ini kemungkinan besar adalah Rakai Patapān Pu Palar yang identik juga dengan Rakai Garung yang memerintah antara tahun 828-846 M. Namun apabila ada prasasti lain yang menyebutkan nama Rakai Patapān Pu Manuku tetapi di luar kurun waktu 819-840 M, hal ini akan mematahkan teori de Casparis. 


Prasasti Mundu'an terdiri atas 2 buah lempeng berbentuk persegi panjang dibuat dari tembaga (tamra prasasti). Lempeng pertama berukuran 9,5 x 32,2 cm dengan tebal rata-rata 1 mm, sedangkan lempeng kedua berukuran 9,5 x 31,8 cm dengan  bagian  tepinya lebih tipis dibandingkan bagian lainnya. Setiap  lempeng prasasti memuat tujuh baris tulisan. Bagian yang bertulisan hanya ada pada satu sisi saja dan tidak ada ragam hias apapun. Bagian awal dan akhir prasasti ditandai dengan adĕg adĕg yaitu tanda yang berupa dua buah garis yang masing-masing dipahatkan miring ke arah kanan. Selain itu, ada  tanda spiral yang dipahatkan setelah tanda penutup di bagian akhir baris ke tujuh pada lempeng ke dua. Cara pembacaan tulisan pada prasasti ini sama seperti cara pembacaan buku modern saat ini yakni dimulai dari kiri ke kanan.


Lempeng 1 Prasasti Mundu'an

Alih Aksara 

Lempeng 1

  1. //s=was=ti śaka warşātita 728 māgha māsa nawami śuk=lapak=şa. ha. 'u. wr. wāra. tat=kāla rakai patapân pu manuku sumusuk ni[ka]
  2. naŋ l=mah'i mun=du'an mu'aŋ 'i haji huma. sad=maknira'i wadu'ā nira saŋ patoran. buoat=haj=yan=ya mak=mitana wiwi ram=waih yamak--- 
  3. luoani  kuram=wit  saŋ  h=yaŋ  tan=da  patapān 'i  d=lāha  niŋ  d=lāha. ńaran=yan pak=mitan wiwi saŋ mad=mak. dadiya magawai pomaha[n]. 
  4. 'i  win=du  win=du  nikanaŋ  l=mah. yāta  pras=tāwan=yan'i  walawin=du  ńaranikanaŋ pomahan=ya. matĕhĕr ya inanugrahân tanka
  5. tamāna  deniŋ 'erbarańan.  mu'aŋ  saprakâraniŋ  mańilala  saparân=ya madu'al maw=li. ńuniwaih yan hana sukhaduh[kha]. 
  6. n=ya 'ityewamādi tankatamâna 'atahya. nahan pańanugraha rakai patapân pu manuku 'i wadu'ānira [saŋ pato].  
  7. ran  muoaŋ'i  sak=waih  nikanaŋ 'umuń=gu  rikanaŋ'i  walawin=du.  yāpu'an hana 'umulah 'ulah 'ike pańanugraha d=[lahā niŋ]
Lempeng 2 Prasasti Munduan
Foto: A. Gunawan S (2008) - Universitas Indonesia


Lempeng 2

  1. ...[d]=lāha pañ=ca mahāpātaka pań=guhan=ya. patih 'i patapân rikanaŋ kāla. kayum=wuńan saŋ rup=yan. mant=yasih wadu 'ā rakai 
  2. patapān saŋ palin=du 'a. partaya saŋ pagĕh kapu 'a winaih pasak=pasak pirak dhā 1 w=dihan yu 1 so'aŋ so'aŋ la....
  3. [n=daka] 'erbarańan  pirak  mā  8  w=dihan  yu  1  so'aŋ  so'aŋ. wahuta  p=tir pan=dak=yan pirak dhā 1 w=dihan yu 1 so'aŋ. 
  4. so'aŋ.  pituŋtuŋn=ya  5  pirak  mā  5  so'aŋ  so'aŋ.  ramā  i  mun=du'an  si  bunā. kalima si pruka. juru mu're siklat. pa 
  5. ...sikulinā. dan=da mu'reŋs=yan=dani. kan=dańan lam=wĕs si tija. kalima 'i hajihuma si sruwa. juru si ni. parwuwu[s] 
  6. ....man=dĕrparaŋ si guni. 'ikana kabaih kapu'a winaih pasĕk=pasĕk pirak w=dihan kayānurupa. sumurata 
  7. ....ma  prasas=ti  citralekha  rakai  patapân  saŋ  minańa  winaih  pirak  mā  8  w=dihan yu 1 //


Alih Bahasa  

Lempeng I

  1. //Selamat! tahun Śaka telah berlalu 728, hari Kamis Legi (hari pasaran ke-5) hari  ke-2 minggu  yang 6 hari, hari ke-9 pada bagian paruh terang bulan maghā. ketika Rakai Patapān Pu Manuku membatasi tanah di
  2. (wilayah) Mundu'an dan juga di Haji Huma sebagai hadiah kepada waduoanya Saŋ Patoran dengan kewajiban kepada raja untuk memelihara kambing. Itu asal usulnya diberi hadiah 
  3. lamanya [anugerah] yang dimiliki saŋ hyaŋ tanda patapān hingga akhir zaman. namanya  memelihara kambing dari yang menerima hadiah. maka  dibuatlah  perumahan   
  4. di wilayah windu windu. itulah alasan mengapa tanah di walawindu yang disebut tempat tinggalnya. lalu anugerah tersebut   
  5. tidak boleh dimasuki oleh erbarańan. lebih-lebih lagi juga [oleh] segala jenis mańilala (drwya haji). segala jenis jual beli lebih-lebih jika ada pelanggaran
  6. nya dan sebagainya itu tidak boleh masuk. kemudian pemberian anugerah oleh Rakai Patapān Pu Manuku kepada wadu'ā [yang bernama] Sang Pato
  7. ran juga kepada semua yang tinggal di walawindu. jika kelak ada yang merubah anugerah ini  


Lempeng II

  1. (akan menemui) lima bencana besar (pañca mahāpātaka) (ketentuan sīma ini akan berlangsung) hingga akhir zaman. pejabat patih di Patapān saat itu (berasal) dari Kayumwuńan (bernama) Saŋ Rupyan, (dari) desa Mantyasih adalah wadu'ā Rakai  
  2. Patapān (bernama) Saŋ Palindu'a, (lalu) partaya (bernama) Saŋ Pagĕh masing masing semuanya diberi hadiah berupa  uang 1 dhārana perak dan sepasang kain. 
  3. ndaka erbarańan masing masing mendapatkan 8 māsa uang perak dan sepasang kain. wahuta ptir di desa pandakyanmasing masing (mendapat hadiah) 1 dhārana uang perak dan sepasang kain.  
  4. pituŋtuŋnya ada 5 orang masing masing (mendapat hadiah) 5 māsa uang perak. kepala  desa  di  Mundu'an  (bernama) si Buna, kalima(bernama) si Pruka, juru mu're (bernama) si Klat pa 
  5. ----------  (bernama) si  Kulina, dandamu'reŋ bernama si Andani, (pejabat di) kandańan lamwĕs (bernama) si Tija dan Kalima, (pejabat di) Haji Huma (bernama) si Sruwa, juru (bernama) si Ni, (pejabat) parwuwus
  6. ---------  manderparang (bernama) si Guni. itu semuanya sama-sama diberi hadiah berupa uang perak dan kain jenis kayanurupa. sumurata 
  7. ---------- juru penulis (citralekha) prasasti Rakai Patapān bernama sang Minańa diberi 8 māsa uang perak dan sepasang kain.//


Umar (1970) membaca angka tahun dari prasasti ini 748 Ś, sedangkan Nakada (1982), Boechari (1993) dan Darmosoetopo (2003) membaca angka tahun prasasti ini 728 Ś. Umar di dalam makalahnya masih meragukan pembacaan angka puluhan, namun berdasarkan tabel angka Damais (1990), angka 4 bukan seperti yang ada di prasasti ini. Angka 2 memiliki perkembangan yang konsisten dan memiliki perubahan yang tidak terlalu mencolok. Angka 2 sangat mirip dengan yang ada di Prasasti Mundu'an, ada di prasasti Kayumwungan/Karang Tengah 746 Ś dan prasasti Mangulihi B (792 Ś). 

 

Saptawāra (siklus 7 hari) terdiri atas Āditya (Minggu), Soma (Senin), Anggara (Selasa), Budha (Rabu), Wrhaspati (Kamis), Śukra (Jumat), Śanaiścara (Sabtu) (Casparis, 1978: 3). Pañcawāra (siklus 5 hari) terdiri atas pahing (pa), pon (po), wagai (wa, wage pada saat ini), kaliwuan (ka, kliwon) dan umanis (u/ma, legi) yang mewakili ke empat (dan lima di tengah sebagai pusat) arah mata angin dengan perwakilan dewa serta warna yang berbeda-beda, yakni:




Siklus hari penulisannya berurutan dari sadwāra (siklus 6 hari) , pañcawāra (siklus 5 hari), saptawāra (siklus 7 hari). Pañcawāra dan sadwāra merupakan perhitungan hari yang tidak dipengaruhi oleh sistem penanggalan India, dan daerah lain di Indonesia. Jika ketiga siklus dikombinasikan (6 x 5 x 7), akan menghasilkan siklus 210 hari. Sadwāra terdiri atas tunglai (tu), haryang (ha), wurukung (wu), paniruan (pa), was (wa), dan mawuku (ma) (Casparis, 1978: 2--3).69Maghā merupakan nama bulan yang mewakili bulan Januari-Februari dalam penanggalan modern. Awal tahun saka dimulai pada bulan Caitra. Dalam tahun Śaka ada 12 bulan yakni: Caitra (Maret-April), Waiśakha (April-Mei), Jyestha (Mei-Juni), Āsādha (Juni-Juli), Śrāwana (Juli-Agustus), Bhadrawāda (Agustus-September), Aśuji (September-Oktober), Kārttika (Oktober-November), Mārgaśira (November-Desember), Posya (Desember-Januari), Maghā (Januari-Februari), dan Phālguna (Maret-April) (Damais, 1990: 11).


Dhārana atau biasa disingkat dhāmerupakan satuan ukuran khusus untuk uang perak. 1 dhārana perak memiliki berat 38,601 gram. Urutan berat perak tertinggi adalah kāti (kā), dhārana (dhā) dan māsa (mā). Adanya keterangan mengenai urutan ini pertama kalinya ditemukan dalam prasasti Kurungan (885 M) yang menyebutkan bahwa Dang Acarrya Munindra membeli sawah milik para rāma di Parhyangan dengan harga 1 kāti perak dan juga ada biaya lainnya berupa pasak pasak 3 dhā, melunasi hutang 7 dhā, pisungsung 1 ekor kambing yang dihargai 4 . Selain di prasasti Kurungan, urutan penyebutan yang sama juga ada di prasasti Lintakan (919 M). Sedangkan penyebutan kupang setelah mā ada di prasasti Tihang (914 M) yang menyebutkan mengenai banyaknya pajak tuhales sebesar pirak 1 ku 1 (Darmosoetopo, 2002: 185—6).


Menurut Stutterheim (1940: 31) perbandingan setiap satuan itu adalah 1 kāti = 16 dhā = 256 mā sehingga 1 dhā = 16 mā. Berat masing-masing satuan ialah: 

  • 1 kāti = 0.61761 kg     
  • 1  dhā= 00,03861 kg 
  • 1 mā= 0,002414 kg. 

 

Mengenai perbandingan kā dengan dhā belum ada dalam sumber prasasti. Hal ini menimbulkan berbagai penafsiran di kalangan pakar. Boechari (Poesponegoro, ed. 1993: 143) menyatakan bahwa perbandingan kādan dhā adalah 1 : 32. Sedangkan Jones (1984: 145) menyatakan perbandingan kā terhadap dhā adalah 1 : 44. 

 

Selain dhārana (dhā), dikenal juga istilah atau māsāka (skrt) yang merupakan satuan ukuran khusus untuk perak dan emas. Satuan ukuran mā hanya dipergunakan oleh prasasti-prasasti yang berasal dari masa Jawa Kuno awal, sedangkan satuan ukuran māsakalebih banyak dipakai pada prasasti prasasti dari masa yang lebih akhir terutama prasasti dari Bali. Urutan satuan berat emas adalah (kāti)—su ( suwarna)—(māsa atau māsaka)—ku (kupang)—(hatak) —(sāga)(Darmosoetopo,2003:181-184).


Baca Juga

Sponsor