Cari

Cara Mengetahui Tanda Bencana Gempa Bumi


[Historiana] - Bercana alam silih berganti dan menimpa bangsa Indonesia di sepanjang tahun 2018. Bencana letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir, gempa bumi dan tsunami. Selalu saja derai air mata menyertai setiap peristiwa bencana itu. Dari setiap peristiwa bencana itu pun, kita juga selalu mendapati tebaran tulisan di media sosial "semoga kita mendapatkan hikmahnya". Apa itu hikmah bencana? baca: Hikmah Dari Bencana Tsunami, Apa Itu Hikmah? Adakah cara agar bisa meminimalisir korban bahkan jika bisa menghindari korban?

Bencana alam seperti letusan gunung berapi telah dapat dipahami, diketahui dan diprediksi kejadiannya. Oleh karena itu, korban jiwa telah dapat dihindarkan atau setidaknya dapat diminimalisir. Badan Vulkanologi dapat memberikan peringatan dini atas terjadinya letusan gunung berapi. Namun tidak semua peristiwa bencana alam, masyarakat diberikan peringatan. Misalnya bencana tanah longsor, banjir bandang, gempa bumi dan tsunami.

Bencana tsunami dapat diketahui secara sains dan teknologi dari perangkat yang ditempatkan pada lokasi tertentu di lautan. Namun sayang, tidak setiap peristiwa tsunami terprediksi dengan baik dan masyarakat tidak dapat peringatan dini. korban jiwa pun berjatuhan. Dua peristiwa tsunami tahun 2018 menjadi pelajaran (hikmah) bagi kita. Tsunami Palu tidak ada peringatan sebelumnya kepada masyarakat, demikian pula tsunami Selat Sunda.

Prediksi Bencana

Di zaman modern ini, masayakat kita memercayakan hidupnya pada teknologi. Kita yakin teknologi dapat membantu kebutuhan hidup kita, termasuk peringatan bahaya dari bencana alam. Namun demikian, kita tidak menyadari bahwa teknologi tidak selamanya dapat diandalkan. Alat dapat rusak. Sistem dan metode peringatan berlomba cepat dengan bencana akhirnya menimbulkan korban. Contoh tsunami Selat Sunda, Andaipun ada peringatan tsunami dari lembaga BMKG, para ahli menyebukan bahwa masyarakat tidak sempat mengevakuasi diri. Penyebabnya adalah jarak kejadian dan lokasi yang akan terpapar tsunami terpaut waktu hanya 10-20 menit. Masyarakat tak sempat menyelamatkan diri.

Di zaman dahulu, leluhur kita hidup lebih mandiri. Tidak semua hal diserahkan kepada pemerintah. Bahkan kini menjadi pandangan biasa dengan berdiam diri seolah-olah benar, bencana diserahkan kepada Tuhan. Benar, memang semua bencana terjadi atas kehendak-NYa. Padahal adalah kewajiban kita dalam memahami makna pesan Tuhan di alam semesta ini termsuk dari peristiwa bencana. Agar manusia mendapatkan hikmat/hikmah/pelajaran dari alam lingkungannya.

Leluhur bangsa Nusantara telah memahami alam lingkungannya. Tidak ada peristiwa di alam marcapada (dunia ini) yang terjadi kebetulan. Semua dipahami sebagai hukum kausalitas atau sebab akibat. Hukum sebab akibat ini abadi dan tak pernah meleset. Hanya pemahaman dan perkiraan manusisa sajalah yang meleset.

Hukum sebab akibat yang dipahami para leluhur kita juga ada yang bersifat didaktif-religius. Artinya dikaitkan dengan perbuatan dosa akibat melanggar larangan Tuhan yang disebut Pamali atau Tabu. Ada juga hukum sebab akibat ini dipandang secara ilmiah di zamannya. Misalnya hutan gundul menyebabkan banjir dan tanah longsor. Bangunan rumah yang terlalu ringan mudah disapu angin puting beliung. Hikmah yang leluhur kita dapatkan adalah bertambahnya pengetahuan. Mereka membuat aturan tak tertulis bahwa hutan tidak boleh ditebang melalui adanya hukum pamali atau tabu menebang pohon di hutan lindung (leuweung tutupan). Pun demikian, pengetahuan bahwa rumah harus dipasang pemberat agar tidak mudah terbang tersapu angin dengan membuat pemberat pada atap yaitu genting yang terbuat dari tanah liat sebagai pengganti daun ilalang (rumbia) atau ijuk.

Rumah juga dibangun dari kayu atau bambu. Mereka membuatnya demikian bukan karena tak sanggup membangun dinding tembok atau batu. Mereka sangat ahli dalam membuat batu bata dan mengukir batu. Buktinya candi-candi yang terbuat dari batu bata merah dan batu gamping juga adalah karya mereka, tetapi tidak mereka gunakan bahan tersebut untuk rumah. Mengapa? ya, karena leluhur kita sangat memahami alam lingkungannya yang rawan gempa. Bukti bahwa leluhur kita sangat akrab dengan bencana gempa bumi adalah adanya istilah Lini atau Lindu di pulau Jawa yang dikenal masyarakat sejak ribuan tahun yang lalu.


Prediksi Gempa Bumi Majalengka 1990 dan Tsunami Selat Sunda 2018

Bagaimana membaca tanda-tanda alam? Banyak sumber kuno di Nusantara yang memberikan petunjuk awal datangnya bencana. Sayangnya malah generasi sekarang ini mengabainya pengetahuan leluhur kita. Kitab yang ditulis Ronggowarsito misalnya, malah dijadikan rujukan Geolog Belanda Arthur Wichmann dengan karyanya Katalog Gempa 1918.

Rupanya Wichmann menjadikan kearifan lokal di Pulau Jawa sebagai salah satu sumber rujukannya. Peristiwa masa lalu yang dialami leluhur penduduk Pulau Jawa tercatat dalam berbagai media tradisional.

Ini berkaitan dengan pengalaman penulis. Setiap bencana ada tanda-tandanya di alam. Bagi kita sebagai masyarakat biasa yang tidak memiliki teknologi pengamatan bencana dapat menggunakan tanda alam. Sebagai contoh, gerakan lapisan mantel bumi akan dirasakan oleh hewan tertentu. Penyebab gerakan tanah dapat berupa tekanan magma di gunung atau tekanan lempeng bumi daerah dataran yang luas. Adakah kucing berkeliaran ketika gempa bumi terjadi? kita sering menyaksikan hewan-hewan banyak yang selamat dari peristiwa gempa bumi.

Prediksi bencana gempa bumi hingga hari ini belum dapat diketahui para ahli ilmu kebumian (geologist). Sementara itu kita dihadapkan pada bencana gempa bumi setiap saat, karena kita berada di bumi Nusantara yang terletak di Ring of Fire (Cincin api dunia). Setidaknya bagi kita sebagai masayakat dapat mencari alternatif terdekat dengan lingkungan kita. Dalam Kitab Sanghyang Siksa Kandang Karesian, disebutkan di zaman Pajajaran telah ada ahli Grempa (Ahli gempa) yang disebut Bujangga.
    "Hayang nyaho di dawuh nalika ma: bulan gempa, tahun tanpa te(ng)gek, tanpa sirah, sakala lumaku, sakala ma(n)deg, bumi kape(n)dem, bumi grempa; sing sawatek nyaho di carek /ma/ nu beuheula, bujangga tanya."  
    (Bila ingin tahu tentang perhitungan waktu, seperti: bulan gempa, tahun tanpa tenggek, tanpa sirah, sakala lumaku, sakala mandeg. bumi kapendem, bumi grempa: segala macam pengetahuan warisan leluhur, tanyalah bujangga).
Kajian tanda-tanda alam telah lama penulis amati. Meskipun penulis bukanlah ahli geologi, namun merasa penting memahami tanda ini sebagai hikmah (pelajaran) agar dapat menyelamatkan diri sendiri, keluarga, saudara dan tetangga terdekat. Contohnya pada kejadian gempa bumi tektonik di Majalengka pada 6 Juli 1990. Ahli geologi menyebutkan penyebabnya adalah gerakan pada patahan (sesar) Baribis. Saat itu, satu minggu sebelum kejadian beberapa orang mengatakan hewan-hewan gelisah. Monyet-monyet di gunung Ceremai turun ke pemukiman. Monyet-monyet di Gunung Panten Majalengka pada turun dari atas pohon dan berkumpul di atas tanah.

Tanda lainnya adalah adanya kilasan cahaya dilangit seperti sinar senter raksasa (flash light). Kemunculan flash light ini sangat singkat, hanya beberapa detik bahkan 1-2 detik. Tidak semua orang melihatnya. Apalagi jika tanda tersebut di siang hari. Arah sinar dari bawah (cakrawala bumi) menuju ke atas. Rentang waktu tanda ini dengan kejadian gempa bumi terlalu singkat. Biasanya kurang dari 30 menit. Namun bagi lembaga pemerintah seharusnya waktu yang cukup untuk memberikan peringatan dini. Jika seandainya benar ada satelit di luar angkasa sana yang mengawasi bumi 24 jam, seharusnya akan terekam dengan baik. Rekaman satelit itu bisa menjadi bahan pengambilan keputusan lembaga pemerintah.

Selain itu, penulis mencoba memahami ajaran leluhur untuk "mendengarkan alam". Terbukti melalui Uga atau informasi supranatural bahwa akan terjadi gempa bumi pada esok hari, saat itu (6 Juli 1990). Terjadilah gempa bumi sekira pukul 06 pagi hari. Peristiwa itu penulis paparkan di: "Sesar Baribis dan Gempa Bumi Majalengka 1990 - Pusat Gempa Jakarta".

Tsunami Selat Sunda didapatkan prediksi melalui supranatural terjadi dalam rentang waktu antara tanggal antara 22 sampai dengan 26 Desember 2018. Kejadian tsunami di Selat Sunda sekira pukul 21.30 WIB pada tanggal 22 Desember 2018. Pesan transendental ini dapat diketahui dan dipahami oleh orang yang masih menggunakan sistem leluhur.  Penulis yakin bahwa para pinisepuh, inohong dan para pandhita Sunda juga Romo Kejawen telah mendapatkan informasi ini. Namun sangat sulit memberitahukan kepada orang lain. Setidaknya keluarga dan sanak saudara dapat diselamatkan.

Anda yang mengklaim diri termasuk generasi milenial (seperti anak saya), dapat mendalaminya dengan metode yoga atau cara lain. Kitab panduan bencana di tanah Jawa disebut Primbon (Jawa) atau Paririmbon (Sunda). Kitab Primbon kini dianggap sumber syirik dan hukumnya dosa. Maka terserah Anda....

*CAg*
Baca Juga

Sponsor