Cari

Kalingga ! Salah Satu Kerajaan Tertua di Jawa Timur


[Historiana] - Kesinambungan sejarah masa lampau rupanya memiliki keterkaitan satu sama lain. Demikian puzzle sejarah yang mulai terungkap bahwa antar-wilayah di Pulau Jawa saling terkait. Di Jawa Timur telah dikenal sebagai lokasi lahirnya kerajaan-kerajaan besar Nusantara. Berikut ini beberapa kerajaan Tua di wilayah Jawa Timur.

Kerajan Kalingga  (訶 陵Hēlíng atau 闍 婆Dūpó dalam sumber-sumber Cina) adalah kerajaan yang eksis pada abad ke-6 Masehi di pantai utara Jawa Tengah, Indonesia. Itu adalah kerajaan Hindu-Budha yang paling awal di Jawa Tengah, dan bersama dengan Kutai dan Tarumanagara adalah kerajaan tertua dalam sejarah Indonesia. Tiga raja awal Kerajaan Kalingga, yaitu: Wasumurti, Wasugeni dan Wasudewa. Kedudukan Kalingga dalam pemerintahan 3 raja awal tersebut berlokasi di Jawa Timur. Ada yang menyebukan bahwa lokasinya di Keling Kepung Kediri (Jawa Timur). Sementara, menurut Ali Sastramidjaja lokasi Kalingga di Jawa Timur kemudian bergeser ke Jawa Tengah.

Keberadaan peradaban di Jawa timur juga disinggung dalam Naskah Carita Parahyangan. Dikisahkan bahwa Sang guru resi, yaitu Maharesi Manikmaya. Setidaknya Wilayah Jawa Timur telah memiliki kerajaan. Maharesi Manikmaya adalah Raja Pertama Kerajaan Kendan. Sang Resiguru Manikmaya datang dari Jawa Timur. Ia berasal dari keluarga Calankayana, India Selatan.  Sebelumnya, ia telah mengembara, mengunjungi beberapa negara, seperti: Gaudi (Benggala), Mahasin (Singapura), Sumatra, Nusa Sapi (Ghohnusa) atau Pulau Bali, SyangkaYawana, Cina, dan lain-lain. Resiguru Manikmaya menikah dengan Tirtakancana, putri Maharaja Suryawarman, penguasa ke-7 Tarumanagara (535-561 M).

Temuan arkeologis dan catatan sejarah dari periode ini langka, dan lokasi persis ibukota kerajaan tidak diketahui. Diperkirakan ada suatu tempat di antara Pekalongan atau Jepara saat ini . Sebuah tempat bernama Kecamatan Keling ditemukan di pantai utara Kabupaten Jepara , namun beberapa temuan arkeologis di dekat Kabupaten Pekalongan dan Batang menunjukkan bahwa Pekalongan adalah pelabuhan kuno, menunjukkan bahwa Pekalongan mungkin merupakan nama yang diubah dari Pe-Kaling-an. Kalingga ada antara abad ke-6 dan ke-7, dan itu adalah salah satu kerajaan Hindu-Buddha paling awal yang didirikan di Jawa. Catatan sejarah kerajaan ini langka dan tidak jelas, dan sebagian besar berasal dari sumber-sumber Cina dan tradisi lokal.


Catatan dari zaman Dinasti Tang

Cerita pada zaman Dinasti Tang (618 M - 906 M) memberikan tentang keterangan Kalingga sebagai berikut.
  • Kalingga atau disebut Dhawa terletak di Lautan Selatan. Di sebelah utaranya terletak Ta Hen La (Kamboja), di sebelah timurnya terletak Po-Li (Pulau Bali) dan di sebelah barat terletak Pulau Sumatera.
  • Ibukota Kalingga dikelilingi oleh tembok yang terbuat dari tonggak kayu.
  • Raja tinggal di suatu bangunan besar bertingkat, beratap daun palem, dan singgasananya terbuat dari gading.
  • Penduduk Kerajaan Kalingga sudah pandai membuat minuman keras dari bunga kelapa
  • Daerah Kalingga menghasilkan kulit penyu, emas, perak, cula badak dan gading gajah.
Catatan dari berita Dinasti Tang ini juga menyebutkan bahwa sejak tahun 674, rakyat Kalingga diperintah oleh Ratu Hsi-ma (Shima). Ia adalah seorang ratu yang sangat adil dan bijaksana. Pada masa pemerintahannya Kerajaan Kalingga sangat aman dan tentram.

Catatan I-Tsing

Catatan I-Tsing (tahun 664/665 M) menyebutkan bahwa pada abad ke-7 tanah Jawa telah menjadi salah satu pusat pengetahuan agama Buddha Hinayana. Di Kalingga ada pendeta bernama Hwining, yang menerjemahkan salah satu kitab agama Buddha Hinayana ke dalam Bahasa Cina. Ia bekerjasama dengan pendeta Jawa bernama Janabadra. Kitab terjemahan itu antara lain memuat cerita tentang Nirwana.

Prasasti

Prasasti Tukmas

Prasasti Tukmas ditemukan di ditemukan di lereng barat Gunung Merapi, tepatnya di Dusun Dakawu, Desa Lebak, Kecamatan Grabag, Magelang di Jawa Tengah. Prasasti bertuliskan huruf Pallawa yang berbahasa Sanskerta. Prasasti menyebutkan tentang mata air yang bersih dan jernih. Sungai yang mengalir dari sumber air tersebut disamakan dengan Sungai Gangga di India. Pada prasasti itu ada gambar-gambar seperti trisula, kendi, kapak, keong (instrumen), cakra dan bunga teratai yang merupakan lambang keeratan hubungan manusia dengan dewa-dewa Hindu.

Prasasti Sojomerto

Prasasti Sojomerto ditemukan di Desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Prasasti ini beraksara Kawi dan berbahasa Melayu Kuno dan berasal dari sekitar abad ke-7 masehi. Prasasti ini bersifat keagamaan Siwais. Isi prasasti memuat keluarga dari tokoh utamanya, Dapunta Selendra, yaitu ayahnya bernama Santanu, ibunya bernama Bhadrawati, sedangkan istrinya bernama Sampula. Prof. Drs. Boechari berpendapat bahwa tokoh yang bernama Dapunta Sailendra adalah cikal-bakal raja-raja keturunan Wangsa Sailendra yang berkuasa di Kerajaan Mataram Hindu. Kedua temuan prasasti ini menunjukkan bahwa kawasan pantai utara Jawa Tengah dahulu berkembang kerajaan yang bercorak Hindu Siwais. Catatan ini menunjukkan kemungkinan adanya hubungan dengan Wangsa Sailendra atau Kerajaan Medang yang berkembang kemudian di Jawa Tengah Selatan.

Candi dan situs bersejarah

  • Candi Angin Candi Angin ditemukan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
  • Candi Bubrah Candi Bubrah ditemukan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
  • Situs Puncak Sanga Likur Gunung Muria. Di Puncak Rahtawu (Gunung Muria) dekat dengan Kecamatan Keling di sana terdapat empat arca batu, yaitu arca Batara Guru, Narada, Togog, dan Wisnu. Sampai sekarang belum ada yang bisa memastikan bagaimana mengangkut arca tersebut ke puncak itu mengingat medan yang begitu berat. Pada tahun 1990, di seputar puncak tersebut, Prof Gunadi[4] dan empat orang tenaga stafnya dari Balai Arkeologi Nasional Yogyakarta (kini Balai Arkeologi Yogyakarta) menemukan Prasasti Rahtawun. Selain empat arca, di kawasan itu ada pula enam tempat pemujaan yang letaknya tersebar dari arah bawah hingga menjelang puncak. Masing-masing diberi nama (pewayangan) Bambang Sakri, Abiyoso, Jonggring Saloko, Sekutrem, Pandu Dewonoto, dan Kamunoyoso.


Pekalongan sebagai Pelabuhan Utama Kalingga?

Masa keemasan Pekalongan ketika menjadi sentral Pulau Jawa dengan kemajuan pelabuhan sebagai pusat perdagangan. David Ricardo tahun 1817 dalam buku yang berjudul Principle of Political Economy and Taxation menyimpulkan bahwa Pekalongan memang memiliki sebuah keunggulan dibandingkan daerah lain.

Catatan sejarah yang menempatkan Pekalongan sebagai pelabuhan kuno yang besar bagi kerajaan-kerajaan di Jawa menjadi tanda bahwa kemajuan wilayah Pekalongan memang sangat diperhitungkan. Daratan yang sekarang  menjadi wilayah administrasi Kota Pekalongan masih berupa lautan. Dalam peta gugusan pantai kuno disebutkan bahwa wilayah-wilayah pegunungan pedesaan seperti Bandar, Doro (wilayah Pekalongan Selatan), dulunya masih berupa pantai. Kedalaman pantai kuno masa itu mencapai sekitar 150 meter, sehingga memungkinkan kapal-kapal seperti jung atau cadik yang seperti digambarkan dalam relief Candi Borobudur bisa berlabuh, Sangat besar kemungkinannya dulu wilayah ini menjadi pelabuhan kuno yang besar, yang menjadi pintu masuk persebaran dan jalur perdagangan kuno antara Jawa dengan negeri luar (Cina, India, Arab).

Wilayah bagian selatan Pekalongan (daerah Dataran Tinggi Dieng/Banjarnegara) yang konon menjadi pusat Kerajaan Kalingga, kerajaan yang berdiri sekitar abad 6 M, yang menjadi cikal bakal raja-raja keturunan Sanjaya dan Syailendra. Sanjaya yang lantas mendirikan Kerajaan Mataram Kuno. Borobudur itu menurut para sejarawan dibangun pada masa Syailendra.

Kedatangan penghuni Kerajaan Kalingga yang bermigrasi dari India tak mungkin tiba-tiba berada di Dataran Dieng (kalaupun daerah dataran tinggi Dieng memang dulunya pusat Kerajaan Kalingga) tanpa melewati pintunya Jawa bagian tengah, yaitu Pekalongan. Adapula para sejarawan masih memperkirakan keberadaan ibukota kerajaan Kalingga itu terletak disekitar antara Pekalongan dan Jepara.

Lokasi Pelabuhan Kuno Pekalongan di Kalingga
Besar kemungkinan, kedatangan imigran dari India ke wilayah Jawa tengah selanjutnya membaur dengan warga asli. Bukti arkeologi memberikan gambaran bahwa sejak zaman prasejarah, wilayah Galuh Purba telah berpenghuni. Temuan megalitik terdapat di Jawa Tengah seperti di Pekalongan, Pemalang, Tegal, Brebes, Rembang, Pati dan daerah tengah seperti Klaten, Magelang, Karanganyar, Blora dan Gunung Kidul (Yogyakarta) (Prasetyo, 2006: 284) serta Purworejo dan Purbalingga (Sudiono, 2000). Dengan demikian, saat kedatangan imigran India, di wilayah tersebut telah ada masyarakat megalitik dan telah membangun tempat-tempat suci megalitik sebagai pusat religinya.

Pada abad 12 M, dalam naskah Wai-Tai-Ta dari Tiongkok, Cou-Ju-Kua menyebutkan bahwa Chepo (Jawa) disebut juga Poe-Chua-lung. Menurut perkembangan Sinologi dan bahasa, para ahli bahasa mengatakan bahwa Poe-Chua-lung sama dengan pekalongan, Poe-Chua-lung merupakan penamaan sebuah daerah pelabuhan di pantai utara Jawa pada masa dinasti Tsung.

Tahun 1439 M, Laksamana Cheng Ho dari Dinasti Ming singgah di Pekalongan. Dia menyebut Poe-Chua-lung dengan Wu-Chueh yang berarti pulau yang indah. Pertengahan abad 15 M. Catatan H Ma-Huan sekertaris Cheng-Ho didalam Yang-Yai-Sheng-Lan (pemandangan yang indah-indah) .


Raja-raja Kerajaan Keling (Kalingga)

Kalingga di Keling Kepung Kediri (sekarang adalah bagian wilayah jawa timur). Berikut raja--raja Kalingga yang disebutkan bahwa raja-raja awal yang berkuasa adalah sebagai berikut:
  • Prabhu Wasumurti

Prabhu Wasumurti bertahta dari tahun 516 – 527 Caka (622 – 633 Masehi). Ia berkuasa selama 11 tahun. Prabu Wasumurti memiliki 2 orang anak yaitu: (1) Wasugeni (2) Dewi Wasundari, selanjutnya menikah dengan Kirathasinga. Periode kekuasaan Prabhu Wasumurti ini sezaman dengan Kertawarman adalah raja Kerajaan Tarumanagara yang kedelapan. yang memerintah antara tahun 561 - 628 Masehi di Jawa Barat - Banten Sekarang. Setelah Prabhu Wasumurti mangkat, tahta dilanjutkan oleh Wasugeni.
  • Prabhu Wasugeni
Tahun 527 Prabhu Wasugeni naik tahta dan berkuasa dari tahun 527 ‑ 554 Çaka (633 ‑ 659 M). Ia memerintah selama 27 tahun. Wasugeni menikahi Dewi Paramita, sebagai permaisuri. Dewi Paramita adalah putri raja dinasti Pallawa di negeri Bharata dari istri dari istrinya yang kedua. Dari pernikahannya ini, Wasugeni dan Dewi Paramita dikaruniai 2 orang anak, yaitu: (1) Wasudewa (2) Dewi Sima, Wasuwari, bersuami Kartikeyasinga. Setelah Prabhu Wasugeni mangkat, tahta dilanjutkan oleh putranya yaitu Wasudewa.
  • Prabhu Wasudewa
Prabu Wasudewa naik tahta pada tahun 554 dan berkuasa hingga tahun 574 Çaka(659 ‑ 678 M). Ia memerintah selama 20 tahun.
  • Prabhu Wasukawi
  • Prabhu Kirathasingha
  • Prabhu Kartikeyasingha sang mokteng Mahamerwacala
Pemerintahan Kartikeyasingha masih di Jawa Timur. Ia adalah mantu Prabhu Wasugeni karena menikasi Dewi Shima atau Wasuwari. Tidak diketahui penebabnya mengapa ia memerintah menjadi raja ke-5 di Kalingga. Berdasarkan gelarnya Sang Mokteng Mahamerwala tahun 674 menjelaskan bahwa di didharmakan (Mokteng = moksa ing) di suatu tempat bernama Mahamerwala.

  • Sri Maharani Mahisasuramardini Satyaputikeswara (Dewi Shimha)
Tidak diketahui juga dengan jelas, masa pemerintahan Dewi Shimha/Sima ini menjadi Ratu yang memerintah di kalingga pada urutan ke-6. Dimasa ini Ibukota Kerajaan Keling Kalingga Di Pindah Ke Sekitar Jepara. Adanya kepindahan lokasi ibukota pemerintahan (purasaba) Kalingga biasanya disebabkan oleh hal yang besar. Mungkin perang, bencana alam atau wabah penyakit. 

Dewi Shima bersuamikan Kertakeyashinga dan memiliki 2 orang anak, yaitu: Dewi Parwati dan Narayana (Iswara). Dewi Parwati kelak menikah dengan Mandiminyak, Raja Galuh ke-2. Baca juga: Rahyang Mandiminyak (Prabhu Suraghana) - Raja Galuh Penguasa Jawa. Kemudian memiliki anak bernama Dewi Sannaha. Kelak Sannaha menikah dengan Sana atau Senna atau Bratasenawa (putra Mandiminyak dari Pwah Rababu, Istrinya Sempak Waja di Galuh). Lihat juga: Purbasora Dan Perebutan Tahta Kerajaan Galuh. Dari pernikahan Sanaha dan Senna, lahirlah Sanjaya yang kelak menjadi Raja di Bhumi Mataram. Kisah Sanjaya banyak diceritakan dalam Naskah Carita Parahyangan

Setelah Ratu Shimha wafat, Kemudian Kerajaan Kalingga dibagi dua: Kerajaan Bhumi Sambhara (Keling) dan  Kerajaan Bhumi Mataram (Medang)Bagian Utara dipimpin Dewi Parwati bersama suaminya Mandiminyak dari Galuh. Sedangkan Bagian Selatan dipimpin adiknya, yaitu Narayana atau Prabhu Iswarakesawalingga Jagatnata Bhuwanatala yang berkuasa dari 695-742 M. Berikut ini nama raja-raja yang berkuasa di kedua pecahan kerajaan Kalingga.

A. Kerajaan Bhumi Sambhara (Keling) 
  1. Rakryan Narayana Prabhu Iswarakesawalingga Jagatnata Bhuwanatala 695-742 
  2. Rakryan Dewasingha Prabhu Iswaralingga Jagatnata 742-760 
  3. Rakryan Limwana Prabhu Gajayanalingga Jagatnata 760-789 
  4. Dewi Satyadarmika (Uttejana!) menikah dengan Rakai Panangkaran 
B. Kerajaan Bhumi Mataram (Medang) 
  1. Rani Dewi Parwati Tunggalpratiwi 695-709 
  2. Dewi Sannaha 709-716 
  3. Sang Bratasennawa (Sanna) 716-732 
  4. Prabhu Sanjaya Ksatrabhimaparakrama Yudhenipuna Bratasennawaputra (Rakai Medang Sang Ratu Sanjaya) 732-754 
  5. Sri Maharaja Rakai Panangkaran Dyah Sangkara Tejahpurnapana Panangkarana 754-782 
Sejak pemerintahan Sanjaya, ia menjadi cikal bakal wangsa sanjaya. Di saat bersamaan muncul wangsa Sailendra. Meskipun demikian, ada Sejarawan yang menganggap Wangsa Sanjaya tidak ada, Namun keduanya termasuk Wangsa Sailendra. Yang jelas, setelah Raja Rakai Panangkaran, raja berikutnya dari wangsa Sailendra yang memerintah di Bhumi Mataram.


Wangsa Sailendra
Prasasti Kota Kapur
Berikut ini adalah kemunculan para raja dari wangsa Sailendra. Mungkin terkait dengan penaklukan bhumi Jawa oleh Sriwijaya yang dikenal dari wangsa Sailendra. Prasasti Kota Kapur  menjelaskan penyerangan Sriwijaya ke Bhumi Jawa yang disebutkan sulit ditaklukan.

Mataram Kuno atau Mataram (Hindu) merupakan sebutan untuk dua dinasti, yakni Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra, yang berkuasa di Jawa Tengah bagian selatan. Dinasti Sanjaya yang bercorak Hindu didirikan oleh Sanjaya pada tahun 732. Beberapa saat kemudian, Dinasti Syailendra yang bercorak Buddha Mahayana didirikan oleh Bhanu pada tahun 752. Kedua dinasti ini berkuasa berdampingan secara damai. Nama Mataram sendiri pertama kali disebut pada prasasti yang ditulis di masa raja Balitung. Di bawah ini (yang tanpa nomor adalah raja-raja Mataram dari Wangsa Sailendra). Kemudian kembali lagi ke Wangsa Sanjaya (nomor 6 dan selanjutnya).
  • Sri Maharaja Dharanindra Sang Prabhu Sri Wirawairimathana (raja daerah di Bhumisambara 755-782) 782-801
  • Sri Maharaja Samaratungga (Samaragrawira) 801-846
  • Pramodawardhani (Sri Kahulunan) menikah dengan Rakai Pikatan
  1. Rakai Panunggalan Lingganagarottama (Prabhu Dyah Panunggalan Bhimaparakrama Linggaprawita Jawabhumandala) 782-800
  2. Rakai Warak Dyah Watukura Lingganarottama Satyajayabhumi 800-819
  3. Rakai Garung Dang Rakarayan Patapan Pu Palar 819-840
  4. Rakai Pikatan Dyah Kamulyan Sang Prabhu Linggeswara Sakalabhumandala 840-856
  5. Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala (Sri Maharaja Kayuwangi Tunggalkawasa Sakalabhumi / Sri Maharaja Rakai Kayuwangi Sri Sajanotsawatungga) 856-886
  6. Sri Maharaja Gurunwangi Dyah Saladu & Rakai Gurunwangi Dyah Ranumanggala 886-890
  7. Sri Maharaja Rakai Limus Dyah Dewendra 890-896
  8. Sri Maharaja Rakai Watuhumalang (Pu Tguh!) 896-898
  9. Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Sri Dharmodaya Mahasambhu (Sri Iswarakesawa Samarottungga) 898-910
  10. Sri Maharaja Sri Daksottama Bahubajra Pratipaksaksaya (Rakai Kalungwarak Pu Daksa) 910-919
  11. Sri Maharaja Rakai Layang Dyah Tulodong Sri Sajjana Sanmattanuragatunggadewa 919-924
  12. Sri Maharaja Rakai Pangkaja/Sumba Dyah Wawa Sri Wijayalokanamotungga 924-929
  13. Sri Maharaja Rakai Hino Pu Sindok Sri Isanawikramadharmotunggadewa 929-947
  14. Rani Sri Isanatunggawijaya & Sri Lokapala 947-960!
  15. Sri Maharaja Makutawangsawardhana 960!-980!
  16. Sri Isana Dharmawangsa Teguh Anantawikramottunggadewa (Sang Apanji Wijayamertawardhana) 980!-1016
  17. Sri Maharaja Rakai Halu Sri Lokeswara Dharmawangsa Airlangga Anantawikramotunggadewa 1019-1043 
Pemerintahan raja ke-22, Maharaja Airlangga, Kerajaan dibagi 2, yaitu: (1) Pangjalu/Panjalu dan (2) Janggala. Ini adalah periode Kahuripan sebagai penerus Kalingga berakhir. Berdasarkan Prasasti Kota Kapur, Kerajaan Kalingga dan Tarumanagara (Saat itu sudah bernama Sunda) runtuh akibat serangan Kerajaan Sriwijaya.  Berdasarkan prasasti ini Sriwijaya diketahui telah menguasai bagian selatan Sumatra, Pulau Bangka dan Belitung hingga Lampung. Prasasti ini juga menyebutkan bahwa Sri Jayanasa telah melancarkan ekspedisi militer untuk menghukum "Bhumi Jawa" yang tidak berbakti (tidak mau tunduk) kepada Sriwijaya. Peristiwa ini cukup bersamaan waktunya dengan perkiraan runtuhnya Taruma di Jawa bagian barat dan Holing (Kalingga) di Jawa bagian tengah. Ada kemungkinan hal tersebut akibat serangan Sriwijaya. Sriwijaya tumbuh dan berhasil mengendalikan jalur perdagangan maritim di Selat Malaka, Selat Sunda, Laut Cina Selatan, Laut Jawa, dan Selat Karimata.

Artikel terkait, baca juga: Raja Airlangga & Maharaja Sri Jayabupati | Tragedi Dan Pergumulan Bathin

Prasasti Kota Kapur ini, beserta penemuan-penemuan arkeologi lainnya di daerah tersebut, merupakan peninggalan masa Sriwijaya dan membuka wawasan baru tentang masa-masa Hindu-Budha pada masa itu. Prasasti ini juga membuka gambaran tentang corak masyarakat yang hidup pada abad ke-6 dan abad ke-7 dengan latar belakang agama Buddha.

Versi Prasasti Wanua Tengah III 830 S (1 Oktober 908)

Menurut Prasasti Wanua Tengah III 830 Caka (1 Oktober 908 M).  Daftar Raja Jawa Menurut Versi Prasasti Wanua Tengah III. Prasasti Wanua Tengah III berupa Lempeng tembaga. Lempeng pertama satu sisi ditulisi 17 baris dan Lempeng kedua sisi depan ditulisi 26 baris dan sisi belakang 18 baris.
  1. Rahyangta ri Mdang (Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya) 
  2. Rahyangta i Hara 
  3. Rakai Panangkaran 7 Oktober 746- 1 April 784 
  4. Rakai Panaraban 1 April 784- 28 Maret 803 
  5. Rakai Warak Dyah Wanara 28 Maret 803- 5 Agustus 827 
  6. Dyah Gula (hanya 6 bulan) 5 Agustus 827- 24 Januari 828 
  7. Rakai Garung 24 Januari 828- 22 Februari 847 
  8. Rakai Pikatan Dyah Saladu 22 Februari 847- 27 Mei 855 
  9. Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala 27 Mei 855- 5 Februari 885 
  10. Dyah Tagwas (hanya 8 bulan) 5 Februari - 27 September 885 
  11. Rakai Panumwangan Dyah Dewendra 27 September 885- 27 Januari 887 
  12. Rakai Gurunwangi Dyah Bhadra (hanya 1 bulan) 27 Januari - 24 Februari 887 
  13. Rakai Limus Dyah Dewindra 887-894 
  14. Rakai Wungkalhumalang Dyah Jbang 27 November 894-23 Mei 898 
  15. Rakai Watukura Dyah Balitung 23 Mei 898- ? 
Seperti dikemukakan diatas, awal kerajaan Kalingga di Kediri Jawa Timur. Kelak di kemudian hari nama kediri selalu terkait dengan kerajaan-kerajaan besar. Pasca kerajaan Panjalu, Janggala kemudian dilanjutkan Tumapel, Singhasari hinnga Majapahit selalu terkait Kediri.

Konon, ketika Majapahit disebut-sebut berakhir pada masa pemerintahan Prabhu Brawijaya V tahun 1478, ternyata kerajaan Majapahit terus berlanjut dalam "pengasingan".Ibu Kota Majapahit dipindahkan ke Daha Kediri yaitu Ibukota Kerajaan Keling/Kalingga di zaman sebelumnya. Nama Kerajaannya Adalah Wilwatikta Jenggala Panjalu Kediri. Pemerintahannya dilanjutkan oleh:
  1. Girindrawarddhana Dyah Wijayakarana Sang Mokta ring Amretawisesalaya (Bhre Mataram) 1478-1482 
  2. Girindrawarddhana Singhawarddhana Dyah Wijayakusuma Sang Mokta ring Mahalayabhawana (Bhre Pamotan) 1483-1486 
  3. Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya (Bhatara Wijaya atau Bhre Kertabhumi) 1486-1527
Peristiwa ini mirip dengan Kerajaan Sunda Pajajaran yang berakhir 1579 Masehi. Bermula dari Kerajaan Salakanagara yang beribukota di di Pulasari, Pandeglang  kemudian menjadi Tarumanagara, Sunda, dan terakhir Pajajaran. Pun pemerintahan terakhir Kerajaan Pajajaran di "pengasingan" Prabhu Suryakencana berakhir di tempat awal leluhurnya yaitu di Pulasari, Pandeglang Banten.

Lihat juga versi videonya...


Referensi

  1. Sudiono. 2000. "Peninggalan Prasejarah di Kabupaten Purworejo" Majalah Kalpataru Majalah Arkeologi 14 29-50. Jakarta: Puslitkernas.
  2. "Kalingga di Keling Kepung Kediri". Blog AgungPambudi72 Diakses 2 Juni 2019
  3. "Pekalongan dari Masa ke Masa" pekalonganisme.com Diakses 2 Juni 2019.
  4. "Prasasti Kota Kapur 'Mendekam' di Museum Belanda". Artikel pada republika.co.id Daring edisi Selasa, 28 Desember 2010
  5. "Kerajaan Tertua di Jawa Timur" oleh Risa Herdahita Putri 16 Januari 2019 historia.id Diakses 2 Juni 2019.
  6. "Situs-situs Megalitik di Daerah Tenggara Gunung Slamet Purbalingga Jawa Tengah: Kajian Linguistik Fisik dan Karakteristik Situs" Skripsi Ary Sulistyo ui.ac.id
Baca Juga

Sponsor