[Historiana] - "Awalnna karuhun urang teh ti laut, kulantaran tilelep jadi we hiber ka gunung-gunung" (Awalnya leluhur kita itu dari laut, karena terendam air jadilah terbang ke gunung-gunung). Ini kisah yang penulis dengar dari Uyut penulis tahun 1979-an. Penulispun tertawa karena merasa aneh. "Uyut, apakah leluhur kita dari laut selatan atau laut utara?" tanya penulis saat itu. Si Uyut malah bingung sambil tersenyum dengan pipinya yang kempot karena giginya sudah tidak ada lagi. "Ah teuing atuh timana? (Ah nggak tahu darimana ya?)" jawab Uyut sambil menyeruput kopi sambil merebahkan badan di bale-bale bambu depan rumahnya.
Legenda tersebut sudah tidak lagi Penulis dengar sejak tahun 90-an ke atas. Bahkan kisah Aji Saka dan Dewata Cengkar yang dahulu dipelajari di buku-buku Sekolah Rakyat tahun 50-an sudah tidak ada lagi dan tidak populer, khususnya di Jawa Barat.
Konon, kisah "terbang-nya" leluhur Jawa dari kampung halamannya yang tenggelam disebut-sebut sekarang sebagai bagian dari Atlantis di Laut Jawa yaitu Paparan Sunda atau Sundaland. Para orang tua dahulu yang penulis dengar memaparkan bahwa istilah "terbang" maksudnya "naik". Kadang kedua istilah itu saling dipertukarkan satu sama lain.
Popularitas Negeri kita sebagai Atlantis yang hilang itu akibat mencuatnya buku karya Profesor Arysio Santos (geolog dan fisikawan nuklir dari Brazil). Menyatakan bahwa Benua Atlantis yang senantiasa menjadi pembicaraan hangat dunia semenjak diungkapkan oleh Plato, ternyata terletak di INDONESIA (dan region sekitarnya). Hal ini didasarkan pada penelitiannya selama 30 tahun, membuat peta bawah laut, mengkaji mitologi, arkeologi, dan sebagainya. Meskipun demikian, para geolog Indonesia belum dapat menerima teori ini secara ilmiah.
Sekali lagi kita diarahkan bahwa "kampung halaman" leluhur kita yang terendam itu berada di laut Utara Jawa yakni laut Jawa. Namun tidakkah kita coba memikirkan kemungkinan "kampung halaman" leluhur kita itu berasal dari Laut Selatan Jawa. Ada banyak Legenda dan Mitos terkait dengan Laut Selatan atau Segoro kidul di Pulau Jawa dan Sumatera. Selama berabad-abad legenda adanya Kerajaan di Segara Kidul. Apakah hanya sekedar Legenda dan Mitos atau sebenarnya kisah historis?
Profesor Arysio Santos itu menyandarkan beberapa informasi berdasarkan mitologi dunia yang diramu sedemikian rupa. Hal yang membuat penulis cukup terkejut sebagai orang awam adalah betapa kuatnya penggunaan telaah mitologi dunia yang digunakan oleh Profesor Santos dalam melakukan penelitiannya. Padahal, selama ini, saya menganggap bahwa mitologi, legenda, cerita rakyat, hanya bisa bermanfaat dalam ranah sastra. Penulis tidak menyangka, bahwa sebuah penelitian ilmiah pun bisa menggunakan mitologi dan legenda yang kesannya hanya khayalan atau takhayul. Padahal, ternyata, di sana tersembunyi kode-kode atau pesan-pesan rahasia dari nenek moyang yang coba diwariskan pada generasi selanjutnya. Sungguh sayang, Profesor Santos amat sedikit menggunakan sumber mitologi Indonesia, mengingat kesimpulan akhir dari penelitian beliau adalah bahwa Atlantis berada di Indonesia.
Lalu mengapa kita tidak mencoba meneliti sejarah purba bangsa dengan prosedur yang sama? Ada banyak mitologi dan legenda di Pulau Jawa. Mungkin pula ada banyak kode atau pesan rahasia dari leluhur kita untuk keturunannya sekarang ini. Misalnya sekarang ini, LIPI meneliti Tsunami purba di daerah Yogyakarta dengan mencermati mitologi Ratu Kidul dan Segoro Kidul menyapu perkampungan di sana. Mitologinya mungkin dikaitkan dengan pelanggaran adat atau hal lain yang bersifat politis, Namun yang pasti, menurut peneliti LIPI bahwa tsunami benar-benar terjadi saat itu. Fakta dibuktikan dengan adanya endapan pasir pantai jauh di daratan yang berhasil diteliti LIPI.
Siapakah Orang Jawa itu?
Membahas asal-usul suku-suku di Indonesia selalu menarik, termasuk Jawa. Akibat modernisasi sulit melihat perbedaan antara orang Jawa dan suku lain. Buku Asal-usul dan Sejarah Orang Jawa mencoba menjawab siapa orang Jawa. Di dalamnya juga ditulis berbagai budaya Jawa yang sarat falsafah hidup. Hal ini sebagai pijakan dan bekal orang Jawa mengarungi kehidupan.Banyak pandangan tentang asal-usul orang Jawa. Para sejarawan mengatakan, sejak 3.000 sebelum Kristus hingga era kerajaan-kerajaan Jawa, orang Jawa bukan hanya penduduk lama yang tinggal di tanah Jawa, tetapi juga para pendatang dari suku Lingga, Tiongkok Daratan, Yunan atau Funan. Ada juga dari Kasi (India Selatan), Dinasti Kusana (India), keturunan Thailand (Siam), Turki, Arab, dan Campa. Dalam perjalanannya, orang-orang Jawa didominasi keturunan Tiongkok dan India.
Dikutip dari buku "Asal-usul dan Sejarah Orang Jawa" karya Sri Wintala Achmad. Pendapat ini bisa dibuktikan secara ilmiah dari tes deoxyribonucleic acid (DNA). Di mana DNA orang Jawa tidak jauh berbeda dengan DNA orang Tiongkok dan India. Selain itu, meskipun masih dalam perdebatan, definisi orang Jawa tidak terbatas hanya pada orang yang lahir dan bertempat tinggal di Pulau Jawa, khususnya Provinsi Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur yang senantiasa berbahasa, berbudaya, berfilsafat, dan berkepribadian Jawa.
Baca juga: Siapakah Leluhur Bangsa Indonesia?
Seseorang berkelahiran di Jawa atau keturunan orang Jawa, namun tinggal di luar wilayah Jawa tetap dianggap orang Jawa. Asalkan, orang tersebut memiliki kepribadian Jawa, yang senantiasa menerapkan bahasa, budaya, dan filsafat Jawa. Namun, orang yang sekadar lahir dan bertempat tinggal di wilayah Jawa, tetapi tidak berkepribadian Jawa dianggap bukan orang Jawa sesungguhnya
Bila menilik sejarah, orang-orang Jawa tidak hanya berasal dari satu wilayah, bahkan negara, sehingga menghasilkan salah satu ciri kepribadian orang Jawa bisa berbaur dengan orang-orang dan bangsa lain, tanpa memerhatikan suku, agama, dan ras. Contoh, dari kepribadian ini salah satunya dapat ditemukan di Yogyakarta.
Di wilayah yang dikenal sebagai miniatur Indonesia itu, orang Jawa dapat berbaur dan bersaudara dengan orang-orang dari Jawa Timur, Jawa Barat, Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, dan lain-lain. Bahkan, orang-orang Jawa bisa bergaul dengan para pelancong mancanegara.
Kumari Kandam = Kerajaan Segoro Kidul?
Legenda dan Mitos di Pulau Jawa kerap berhubungan dengan sosok Nyai Roro Kidul atau Ibu Ratu Kidul, Sang Penguasa Kerajaan Laut Kidul (Segoro Kidul). Kisah ini populer sejak zaman Kerajaan Mataram dan terkait dengan Panebahan Senopati awalnya hingga berlanjung ke raja-raja Mataram Islam seterusnya. Ritual penobatan yang konon harus pula menjadi suami Ratu Pantai Selatan atau lebih dikenal dengan Nyai Roro Kidul.
Dikisahkan Panembahan Senapati, yang memerintah Mataram Islam 1585-1601, pergi ke Pantai Selatan untuk bersemedi memohon petunjuk untuk memenangkan peperangan melawan Sultan Pajang di Prambanan. Konon ketekunannya membuat Laut Selatan bergolak. Istana ratu Pantai Selatan yang berada didasarnya porak poranda karena kekuatan doa Panembahan Senapati.
Ratu Kidul pun keluar sarang, muncul di permukaan lautan. Dia tertegun melihat seorang pemuda gagah tengah bersemedi. Dia langsung jatuh hati dan bersimpuh di kaki Panembahan Senapati. Setelah bercinta tiga hari tiga malam di istana bawah Laut Selatan, ratu Pantai Selatan pun berjanji akan membantu Senapati memenangkan peperangan.
Senapati pun bergegas menuju palagan Prambanan dengan dibantu pasukan arwah dari Pantai Selatan. Panembahan Senapati menang gemilang.
Siapakah Nyi Roro Kidul? Ada beberapa versi. Robert Wessing dalam “A Princess from Sunda: Some Aspects of Nyai Roro Kidul,” Asian Folklore Studies Vol. 56 tahun 1997, menyatakan bahwa Ratu Kidul ini mulanya adalah putri dari Kerajaan Galuh, sekira abad 13. Ada pula versi yang menyebut dia adalah keturunan penguasa Pajajaran. Kemudian ada yang mengatakan dia keturunan Raja Airlangga dari Kahuripan, bahkan masih ada yang mengaitkannya dengan Raja Kediri Jayabaya.
Ada hal yang lebih tua kisah Segoro kidul berasal dari Srilanka, yaitu adanya Benua yang tenggelam di Selatan Pulau Jawa. Tak tanggung-tanggung benua tersebut membentang dari Madagaskat melewati Pulau-pulau di Selatan Indonesia hingga Australia.
Baca juga: Selain Atlantis, Kumari Kandam - Negeri yang Hilang ke Dasar Samudera Hindia
Kumari Kandam (dalam bahasa Tamil: குமரிக்கண்டம்) mengacu pada benua yang hilang secara mistis dengan peradaban Tamil kuno, yang terletak di selatan India saat ini di Samudra Hindia. Nama dan ejaan alternatif termasuk Kumarikkantam dan Kumari Nadu.
Pada abad ke-19, beberapa sarjana Eropa dan Amerika berspekulasi keberadaan benua yang tenggelam yang disebut Lemuria, untuk menjelaskan kesamaan geologis dan kesamaan lainnya antara Afrika, Australia, India, dan Madagaskar. Suatu bagian dari kaum revivalis Tamil mengadaptasi teori ini, menghubungkannya dengan legenda Pandyan tentang tanah yang hilang ke lautan, seperti yang dijelaskan dalam literatur Tamil dan Sanskerta kuno. Menurut para penulis ini, sebuah peradaban Tamil kuno ada di Lemuria, sebelum hilang ke laut dalam bencana. Pada abad ke-20, para penulis Tamil mulai menggunakan nama "Kumari Kandam" untuk menggambarkan benua yang terendam ini.
Berbagai karya Tamil dan Sanskerta kuno dan abad pertengahan memuat kisah-kisah legendaris tentang tanah di India Selatan yang hilang ke lautan. Diskusi eksplisit paling awal tentang katalkol ("perampasan oleh laut", mungkin tsunami) dari tanah Pandyan ditemukan dalam komentar tentang Iraiyanar Akapporul. Komentar ini, dikaitkan dengan Nakkeerar, berasal dari abad-abad milenium pertama Masehi. Disebutkan bahwa raja Pandyan, sebuah dinasti Tamil awal, mendirikan tiga akademi sastra (Sangams): Sangam pertama berkembang selama 4.400 tahun di sebuah kota bernama Tenmaturai (Madurai Selatan) yang dihadiri oleh 549 penyair (termasuk Agastya) dan dipimpin oleh para dewa seperti Siwa, Kubera dan Murugan. Sangam kedua berlangsung selama 3.700 tahun di sebuah kota bernama Kapatapuram, dihadiri oleh 59 penyair (termasuk Agastya, lagi). Komentar menyatakan bahwa kedua kota itu "direbut oleh laut", mengakibatkan hilangnya semua karya yang diciptakan selama dua Sangam pertama. Sangam ketiga didirikan di Uttara (Utara) Madurai, di mana dikatakan telah berlangsung selama 1.850 tahun.
Banyak kuil Hindu Tamil memiliki kisah legenda tentang selamat dari banjir yang disebutkan dalam mitologi Hindu. Ini termasuk kuil-kuil terkemuka Kanyakumari, Kanchipuram, Kumbakonam, Madurai, Sirkazhi, dan Tiruvottiyur. Ada juga legenda kuil yang terendam di bawah laut, seperti Tujuh Pagoda Mahabalipuram. Purana menempatkan awal dari mitos banjir Hindu yang paling populer - legenda Manu - di India Selatan. Bhagavata Purana yang berbahasa Sanskerta (bertanggal 500 SM-1000 M) menggambarkan protagonis Manu (alias Satyavrata) sebagai Dewa Dravida (India Selatan). Matsya Purana (tanggal 250-500 M) juga dimulai dengan Manu berlatih tapa di Gunung Malaya, India Selatan. Manimeghalai (bertanggal sekitar abad ke 6 M) menyebutkan bahwa kota pelabuhan Chola kuno, Kaverippumpattinam (sekarang Puhar) dihancurkan oleh banjir. Disebutkan bahwa banjir ini dikirim oleh dewa Hindu Indra, karena raja lupa untuk merayakan festival yang dipersembahkan untuknya.
Menurut pendukung Kumari Kandam, benua itu tenggelam ketika zaman es terakhir berakhir dan permukaan laut naik. Orang-orang Tamil kemudian bermigrasi ke tanah lain, dan bercampur dengan kelompok-kelompok lain, yang mengarah pada pembentukan ras, bahasa, dan peradaban baru. Beberapa juga berteori bahwa seluruh umat manusia adalah keturunan dari penduduk Kumari Kandam. Kedua narasi sepakat pada poin bahwa budaya Tamil adalah sumber dari semua budaya beradab di dunia, dan Tamil adalah bahasa ibu dari semua bahasa lain di dunia. Menurut sebagian besar versi, budaya asli Kumari Kandam bertahan di Tamil Nadu.