Cari

Gelar Rakryan dan Sakyan di Zaman Kuno | Rakean dan Sakean di Pajajaran

Arca Prabu Siliwangi

 

[Historiana] - Gelar Rakryan sering kita dapatkan dalam pembahasan kerajaan kuno di Pulau Jawa. Tahukah Anda, disamping gelar Rakryan ada juga gelar Sakyan? Apakah itu?


Pada masa Mataram Kuno atau lebih tepatnya Kerajaan di Jawa Tengah, terdapat sebuah gelar yang banyak termaktub dalam prasasti-prasasti dari abad ke-8 hingga abad ke-10, satu diantaranya yaitu raka atau rakai (kadang ditulis rake). Sesudah masa itu, gelar rakai cenderung tidak lagi dipakai, diganti dengan rakryan, yang tingkatnya sepadan dengan gelar rakai.

Penggunaan gelar rakryan mulai rajin dipergunakan pada masa Pu Sindok abad ke-10 di Jawa Timur dan berlangsung hingga zaman Kerajaan Kadiri, Singasari, dan Majapahit. Raka adalah seorang pemimpin atau penguasa yang telah berhasil menguasai sejumlah wanua (komunitas desa) yang disebut watak.

Ada pun wanua adalah wilayah kecil yang dipimpin oleh seorang rama (bapak desa), dan gabungan dari sejumlah wanua disebut watak di mana namanya diberikan pada raka. Dewan yang terdiri atas para rama disebut karaman (arti harfiahnya “tanah para rama”).

Cukup banyak nama penguasa dan raja Jawa yang bergelar raka, misalnya Raka i Pikatan (Raka dari wilayah Pikatan) dan Raka i Mataram Sang Ratu Sanjaya (raka dari Mataram yang bernama Ratu Sanjaya).

Ada pun gelar rakryan (kadang ditulis rake[y]an) kemungkinan besar merupakan gabungan dari kata raka dan aryan dan merajuk kepada gelar jabatan administrasi kerajaan.

Misalnya, rakryan mapatih i hino, rakryan mapatih i halu, dan rakryan mapatih i

Arca Sakyan Ambetkasih

sirikan yang hanya dijabat oleh para-putra raja, atau rakryan kanuruhan yang dipakai oleh pejabat setingkat perdana menteri, atau rakryan binihaji untuk menyebut istri raja. Sementara itu di Jawa Barat ada sebutan Sakyan untuk istri raja. Menurut Naskah Daluwang (kulit Kayu) Cariosan Prabu Siliwangi yang ditulis tahun 1435 M, ada 2 orang istri Pamanahrasa (Sri Baduga Maharaja) bergelar Sakyan yaitu Sakyan Ambetkasihdan Sakyan Kentring Manik Mayang Sunda (putri Raja Sunda Prabu Susuktunggal). Bila Rakryan disebut juga Raka i atau Rake, maka Sakyan disebut pula Saka i dan Sakean/kean atau Saken/Ken. Contohnya Ken Padmawati, seorang putri sepupu Sakyan/Ken Ambetkasih. Ada lagi contoh dalam Naskah Bujangga Manik, terdapat tokoh yang bernama Sakean Kilat Bancana. Bujangga Manik sendiri dipanggil ibunya dengan sebutan Rakaki Bujangga Manik dan Rakean Ameng Layaran.

 

Ada beberapa tokoh dalam sejarah Sunda menggunakan nama Sake seperti Pangeran Sake. Apakah nama Sake diambil dari gelar kebangsawan dari garis ibu? Masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

 

Baca juga: Misteri Istri Pertama Prabu Siliwangi - Nhay Ambetkasih atau Nyai Rambutkasih | Cariosan Prabu Siliwangi | Kerajaan Dayeuh Luhur & Pasir Luhur 

 

Gelar Sakyan atau Sake dalam sejarah Sunda selanjutnya menghilang. Gelar atau sebutan kepada istri raja dengan gelar Nhay atau Nyai. Sebutan lainnya Nyai Mas atau Nyi Mas yang lebih dipengaruhi bahasa Jawa Kesultanan Mataram. Semantara beberapa pihat juga menyebut gelar Dewi kepada istri raja Sunda, meskipun tidak ada rujukannya dalam prasasti maupun catatan dalam naskah lontar tentang gelar Dewi kepada sosok istri raja. Kecuali dalam sumber naskah yang lebih muda seperti babad, kidung dan serat yang menyebutkan gelar Dewi, seperti Dewi Ambetkasih dan Dewi Kentring Manik Mayang Sunda.




 

Kembali ke susunan gelar kebangsawanan kerajaan Medang, Rakryan kanuruhan, selain dapat menerima perintah dari raja atau rakai maha mantra, juga bisa memberikan anugerah sima kepada pejabat desa. Hingga kini, kata raka masih digunakan oleh sejumlah penduduk Jawa Barat, Tengah, dan Timur, dengan arti yang menyempit, yakni panggilan untuk kakak kandung.


Namun, untuk masa selanjutnya, terutama era Singasari dan Majapahit, jabatan rakryan (sebagai pengganti rakai) mahamantri tidak lagi harus dipegang kerabat atau putra raja.

 


Referensi

  1. "Gelar Rakai dan Rakryan; Pejabat Jawa Kuno" dgraft.com Diakses 16 September 2020. 
  2. "Naskah Asli Cariosan Prabu Siliwangi" digitalisasi EFEO pada flip book maker Diakses 7 Agustus 2020. 
  3. Sunarto H. & Viviane Sukanda-Tessier (Ed). 1983. "Cariosan Prabu Siliwangi". Lakarta; Bandung: Lembaga Penelitian Perancis untuk Timur Jauh ; Ecole francaise d'Etreme-Orient. (EFEO)
Baca Juga

Sponsor