Cari

Piramida Gunung Padang Bukan Peninggalan Orang Sunda

Gunung Padang. Foto: grahamhancock.com
Benarkah Piramida Gunung Padang Bukan Peninggalan Orang Sunda? 
Kok begitu? Lantas, peninggalan siapa?

[Historiana] - Judul tulisan ini agak menohok atau provokatif? mungkin iya mungkin juga tidak Pertanyaan mengenai apakah orang-orang Nusantara, Sunda khususnya, merupakan bangsa tua di dunia, kerap terbersit dari pikiran banyak orang begitu mengunjungi situs megalitik Gunung Padang di Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Cianjur, Jawa Barat.

Jawabannya yang membangun Piramida Gunung Pada bukan orang Sunda seperti saya atau Anda yang diklasifikasikan sebagai etnis Sunda Jawa Barat (Karena kita mewarisi Sejarah Sunda-Galuh-Pajajaran). Bahkan Kerajaan yang lebih tua pun, seperti Salakanagara (Abad ke-2 Masehi) di Jawa Barat tak dapat mengklaim situs ini sebagai peninggalan karuhun orang Sunda yang kita kenal sekarang. 

Ini berkaitan dengan usia gunung Padang yang diperkirakan warisan Megalitik Indonesia. Orang Sunda modern, seperti Anda dan Saya, adalah penyebutan bagi orang Sundapura awalnya. Sama dengan orang Majapahit, Orang Mataram, orang Sriwijaya, yang dimaksudkan menyebut nama negara/kerajaannya. Sama halnya kita menyebut identitas diri sekarang sebagai orang Indonesia, mengidentifikasi orang Barat sebagai orang Amerika, orang Inggris, Orang Belanda dan lain-lain.

Jadi... Piramida milik leluhur Nusantara? tunggu dulu...

Para arkeolog percaya bahwa Situs Megalitik Gunung Padang adalah situs megalitik terbesar di Asia Tenggara.

Situs itu diperkirakan dibangun kira-kira 2.000 tahun sebelum Masehi atau sekitar 2.400 tahun sebelum kerajaan Nusantara pertama berdiri di Kutai, Kalimantan, atau kira-kira 2.800 tahun sebelum Candi Borobudur dibangun.

Melihat susunan batu dan pemilihan panorama lingkungan sekitar situs, siapa pun akan takjub pada betapa tingginya kebudayaan Nusantara purba.

Sumber material bangunan dan kualitasnya yang terpilih, serta orientasinya pada simbol-simbol keilahian khas era purbakala, seperti gunung dan samudera, membuat pengunjung menerawang bahwa betapa agung dan berperspektifnya peradaban purba Nusantara.

Tegak lurus dari situs, berdiri Gunung Gede yang sejak Kerajaan Pajajaran sudah dianggap sakral, atau jangan-jangan masyarakat Pajajaran hanya mewarisi tradisi kuno puak megalitik.

Jika dicermati lebih dalam, situs berisi serakan batu hitam bermotif itu, ternyata memuatkan keteraturan geometris, selain pesan kebijaksanaan kosmis yang tinggi, sebelum agama-agama modern masuk ke Nusantara.

Peninggalan "Bangsa Sundaland"
Hingga hari ini, kita baru mengenal Paparan Sunda (Sunda Land) yang meliputi bagian Barat Indonesia (Jawa, Sumatera, Kalimantan) yang masih meliputi daratan, tergabung dengan benua Asia. Arkeolog mulai memasukan sebagai Benua Sundaland. Apakah Sundaland Benua Atlantis yang terkenal itu? mengenai Atlantis akan kita kupas pada tulisan tersendiri.

Bangsa Sundaland bahkan kini diakui sebagai Leluhur Bangsa Jepang. Baca: Atlantis: Bangsa Jepang Turunan Jawa Sundaland? - Out of Sunda? Provenance of the Jōmon Japanese. Masa prasejarah Jepang diantaranya zaman Jomon Jepang. Zaman Jomon berlangsung dari 30.000 SM sampai dengan tahun 700 Sebelum Masehi. Anda dapat membaca buku: "An Archaeological History of Japan, 30,000 B.C. to A.D. 700" karya Koji Mizoguchi.Juga buku-buku lain yang banyak dikutip pada tulisan yang link-nya saya tuliskan tersebut.

Sebuah kisah sejarah ini berkembang menjadi wacana sejarah di antara orang Jepang, bahwa budaya yang unik telah ada di kepulauan Jepang sejak pemukiman manusia pertama lebih dari 30.000 tahun yang lalu. Gagasan tentang budaya Jepang digambarkan sebagai "Japanese-orang Jepang sekarang," berawal dari masa prasejarah mereka. Berdasarkan bukti arkelogi sebagai bahan penelitian mulai dari kebun batu Zen Buddha dan peralatan upacara minum teh, artefak arkeologi seperti patung-patung tanah liat Jomon prasejarah. Sebuah Sejarah Arkeologi Jepang menantang gagasan ini dengan kritis memeriksa bukti-bukti arkeologi serta cara telah ditafsirkan.


Dengan menggabungkan teknik penyelidikan arkeologi tradisional dengan alat teori sosiologi dan antropologi kritis kontemporer, Sebuah Sejarah Arkeologi Jepang mengungkapkan, sifat refleksif penduduk prasejarah pulau-pulau Jepang mengidentifikasi diri mereka sebagai hasil perjalanan sejarah panjang lingkungan sosial dan budaya mereka. 

Koji Mizoguchi menunjukkan bahwa proses identifikasi diri menjalani transformasi sebagai masyarakat dan teknologi berubah, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan intrinsik mengikat kini Jepang dengan orang-orang dari masa lalu. Ya sama sekali orang Jepang zaman Prasejarah Jomon dan Jepang sekarang berbeda.

Kembali ke bahasan kita, Sunda sekarang sebagai etnis, berbeda dengan orang atau bangsa Sundaland di zaman prasejarah Nusantara-Indonesia. Seperti yang terjadi di Jepang. Meskipun hal menarik, dari buku karya Edwina Palmer: Out of Sunda? Provenance of the Jōmon Japanese, bahwa lelhur Jepang dan Lelhur bangsa Indonesia, bahkan seluruh umat manusia di dunia berawal dari Sundaland. Sungguh penelitian yang luar biasa! Kita sangat bangga dan penelitian tentang SUndaland kini banyak diseponsori pihak yang sangat tertarik mengungkapnya. 


Japanese-Javanese Connection. Hubungan antara Jepang dan jawa.
Sumber: lias.asia (International Institute for Asian Studies)


Bangsa Sundaland
Sundaland (juga disebut wilayah Sunda) merupakan wilayah biogeografi Asia Tenggara yang meliputi selat Sunda, bagian dari landas kontinen Asia yang terkena selama periode glasial terakhir dari Pleistosen, dari sekitar 110.000 sampai 12.000 tahun yang lalu. Wilayah ini mencakup Semenanjung Malaya Malaysia di daratan Asia, serta pulau-pulau besar Kalimantan, Jawa, dan Sumatera dan pulau-pulau sekitarnya.
Paparan Sunda (Sundaland) dan Sahul.
Foto: wikipedia

Batas timur Sundaland adalah Garis Wallace, diidentifikasi oleh Alfred Russel Wallace sebagai batas timur kisaran tanah fauna Asia, dan dengan demikian batas dari Indomalaya dan Australasia.. Pulau-pulau timur dari garis Wallace dikenal sebagai Wallacea, dan dianggap sebagai bagian dari Australasia.

Laut Cina Selatan dan daratan telah diteliti oleh para ilmuwan seperti Molengraaff dan Umbgrove. Kemudian menyimpulkan bahwa ada peradaban kuno yang sekarang terendam, terdapat sistem drainase. Selanjutnya Tjia pada tahun 1980 menjelaskan secara lebih rinci adanya delta sungai, dataran banjir dan rawa. Ekologi selat Sunda telah diteliti dengan menganalisis dasar selat sunda dibor ke dasar laut. Serbuk sari yang ditemukan di inti telah mengungkapkan sebuah ekosistem yang kompleks telah ada waktu itu. 


Banjir Sundaland memisahkan spesies yang pernah menghuni lingkungan yang sama seperti sungai threadfin (Polydactylus macrophthalmus, Bleeker 1858), yang pernah berkembang dalam sistem sungai yang sekarang disebut "Sungai Utara Sunda" atau "sungai Molengraaff" atau "Sungai Sunda Besar".. ikan sekarang ditemukan di Sungai Kapuas di pulau Kalimantan, dan di Musi dan Batanghari sungai di Sumatera adalah sama. Bahkan di Asia Tenggara sebagai Bukti pernah adanya sistem sungai yang mempersatukan pulau-pulau Sunda Besar dan benua Asia adalah ditemukannya bebagai spesies ikan air tawar Asia Tenggara di berbagai pulau yang kini terpisah oleh laut, misalnya ikan mas, gurame, dan ikan gabus.

Digambarkan secara terperinci dalam karya Edwina Palmer:  Out of Sunda? Provenance of the Jōmon Japanese bahwa sebelum banjir Sundaland, wilayah ini telah dihuni manusia dengan peradaban tinggi yang kelak bermigrasi hingga ke Jepang sebagai leluhur mereka. Dan juga leluhur bangsa-bangsa lain di dunia. Sebuah teori yang memutarbalikan pikiran kita. Dalam pengetahuan, tidak selalu bahwa yang diyakini sekarang telah benar. Sifat pengetahuan ilmiah adalah Nisbi-relatif.

Sebahagian cerita rakyat dan mitos hampir memiliki kesamaan dengan yang lainnya, Mitos ini tersebar di seluruh Asia Tenggara, China, Jepang, Korea, dan sekitamya. 
Di Sulawesi terkenal cerita Ogo Amas, di Jawa cerita Jaka Tarub, di Filipina cerita Poyaka, serta di Sumatera cerita Putri Tujuh. Di Jepang ada cerita Ha Goromo kisah bidadari yang kehilangan baju terbangnya; ia menangis dan akhirnya terpaksa menyerah dikawini oleh seorang pemuda si pencuri baju terbangnya itu. Namun tatkala ia telah beranak seorang laki-Iaki dan baju­nya ditemukan kembali, ia terbang kembali ke angkasa. Sang suami menyu­sulnya dengan mengendarai seekor burung rajawali.
Jadi, Siapakah Bangsa Sundaland itu?
Penduduk atau bangsa Sundaland membentang dari sebaran negara di wilayah Asia Tenggara. tentunya seluruh Nusantara yang terdiri dari ribuan pulau. Bukti peradaban mereka hanya bisa ditemukan setelah melarikan diri ke tempat-tempat tinggi yakni gunung-gunung. Perlu penelitian lanjutan untuk menggali peninggalan leluhur kita yang berada di laut selat Sunda dan Selat Karimata dan sekitarnya.

Mengapa penelitian ini tidak dilakukan di Indonesia?
Pertanyaa retoris yang jawabannya... ENTAHlah... terbukti penelitian Situs Gunung Padang, mangkrak sejak Pemerintahan Jokowi.

Gunung Padang yang kotroversial
Nah, kontroversinya adalah Tim Terpadu Penelitian Mandiri menyebutkan berdasarkan analisis geologi atau analisis karbon, Gunung Padang menyimpan ruangan bagian bangunan pada kedalaman 19 meter yang berasal dari masa lebih dari 10.000 sebelum Masehi (SM). Ruangan itu berada di zona yang disebut lapisan budaya tiga dan empat dalam penelitiannya. 


Sebelumnya, tim menduga bahwa Gunung Padang menyimpan bangunan tua. Bangunan tersebut berupa punden berundak yang disebutkan lebih besar dan lebih tua dari situs fenomenal Piramida Giza di Mesir. Menurut riset tim ini, ruangan tersebut membuktikan bahwa bangunan yang dimaksud benar-benar ada.

Riset Tim Terpadu Penelitian Mandiri memang cukup fenomenal dan pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menjadi prioritas penelitian nasional hingga menelan biaya cukup besar. Area penelitian pun yang semula seluas 1,7 hektare, lewat Peraturan Gubernur Jawa Barat dieprluas menjadi 25 hektare.

Sementara itu, Puslit Arkenas menyebutkan bahwa perkiraan usia situs bebatuan Gunung Padang berasal dari masa sekira 2.500-1.500 SM. Menurut Puslit Arkenas, situs megalitik itu hanya teras batu bergaya menhir di puncak bukitnya saja, hasil penelitian dari 1979-2005 yakni situs yang ada di dalam pagar. Namun, Tim Terpadu Mandiri menyebutkan, mungkin seluruh bukit dengan tinggi 100 meter atau paling tidak sekitar sepertiga dari puncak merupakan situs.

Puslit Arkenas dan Tim Terpadu Mandiri juga berbeda pendapat soal tingkat peradaban di sekitar wilayah Gunung Padang. Menurut Arkenas, peradaban di sana seusia situs, masih sangat sederhana atau primitif dari masa sebelum Masehi. Istilah Mahakarya pendapat Arkenas, bermaksud menyebutkan mahakarya dari bangsa primitif. 

Sementara itu, Tim Terpadu Mandiri menyebutkan, Situs Gunung Padang bukan hasil satu generasi, tetapi multigenerasi. Menurut mereka, yang paling atas bergaya menhir mungkin peradaban sederhana, hanya menata ulang reruntuhan batuan yang sudah ada, kemungkinan berumur sekira 600 SM atau lebih muda. Namun, dua meter di bawahnya, diselingi tanah timbun adalah bangunan yang sangat maju yang dibuat dari susunan batu-batu kolom, yang diperlakukan seperti batu bata, tersusun rapi dan diisi atau terbungkus semen. Kemungkinan hal itu berasal dari peradaban sekira umur 4.600 SM dan di bawahnya lagi, masih ada struktur bangunan yang lebih tua.

Menurut Ketua Tim Arkeolog dari Tim Terpadu Mandiri, Dr Ali Akbar, bila terbukti Gunung Padang merupakan bangunan peninggalan peradaban maju, itu akan membangkitkan kebanggan masyarakat Indonesia sebagai bangsa. Seperti halnya keberadaan situs Machu Picchu bagi bangsa Peru. Manchu Picchu usianya lebih muda dari Candi Borobudur dan Borobudur yang megah saat ditemukan hanya berupa onggokan bukit batu yang ditumbuhi semak dan pepohonan. Menurutnya, apalagi Gunung Padang yang memiliki dua versi peradaban, usia 2.500 SM dan 10.000 SM.

Untuk menguak usia dan bentuk Gunung Padang yang sebenarnya, memerlukan sumber daya besar dan waktu yang lama. Namun, situs Gunung Padang membuktikan adanya kemampuan teknologi hingga sosial budaya dari nenek moyang kita, yang sudah jauh lebih modern dari catatan sejarah ilmu pengatahuan dan peradaban yang diyakini selama ini. Oleh karena itu, situs Gunung Padang bisa dijadikan destinasi wisata alam, sejarah, dan juga ilmu pengetahuan

Baca Juga

Sponsor