Cari

Ternyata Sistem Pemerintahan Kerajaan Pajajaran Sangat Maju


[Historiana] - Teks Fragmen Carita Parahyangan yang tertuang dalam naskah lontar yang berbahasa dan beraksara Sunda Kuno isinya cenderung sangat bernuansahistoris. Didalamnya memperlihatkan gambaran system pemerintahan dalam kerajaan Sunda pada masa lampau. Berkaitan dengan hal tersebut, ada dua hal penting yang tersirat di dalam teks Fragmen Carita Parahyangan ini, yakni gambaran konsep sebagai sarana untuk melaksanakan kekuasaan raja secara berkesinambungan serta untuk melindungi keutuhan wilayah kerajaan.

Konsep yang dimaksud, antara lain ialah konsep kosmologis yang cenderung bersifat magis-religius. Hal ini tampak dalam pribadi raja yang dilegitimasi sebagai keturunan para leluhur yang dianggap suci atau dewa. Peranan demikian tidak hanya menentukan dalam pembenaran dan pengukuhan kekuasaan raja, tetapi juga dalam memperjelas hubungan antara raja dengan rakyatnya. Konsep lainnya adalah yang bersifat praktis sebagai sarana untuk untuk mencapai tujuan raja. Dalam teks Fragmen Carita Parahyangan, hjal ini terlihat dalam teknis birokrasi kerajaan yang terdisentralisasi ke dalam wilayah-wilayah kerajaan yang terkait oleh pangwĕrĕg. Tampak pula adanya system aturan yang bersifat materiil guna menjamin kelangsungan kesejahteraan kerajaan yang tertuang dalam pamwatan, yang didasarkan atas prinsip-prinsip otonomi.

Di samping itu, kelangsungan kerajaan didasarkan kepada sistem pembagian kekuasaan yang disebut Tri Tangtu di Buana ‘tiga unsur penentu kehidupan di dunia’, terdiri atas prÄ•bu, rama dan rÄ•si . Prebu adalah pemimpin roda pemerintahan (eksekutif) yang harus ngagurat batu ‘berwatak teguh’. Rama adalah golongan yang dituakan sebagai wakil rakyat (legislatif) yang harus ngagurat lemah ‘berwatak menentukan hal yang mesti dipijak’. Resi adalah golongan yang bertugas memberdayakan hukum agama dan darigama ‘negara’ (yudikatif) yang harus ngagurat cai ‘berwatak menyejukkan dalam peradilan’.

Berdasarkan uraian tadi ternyata isi teks Fragmen Carita Parahayangan ini telah mampu memberikan sebagian gambaran bahwa masyarakat Sunda di masa lampau telah memiliki satu taraf kehidupan sosial yang cukup teratur, seperti juga sebagian masyarakat lainnya yang ada di Nusantara. Masyarakat lama telah mewariskan sesuatu yang mungkin sama sekali di luar perhitungan dan perkiraan kita saat ini. Masalahnya, antara lain, kurangnya pengetahuan dan pengenalan kita terhadap khazanah pernaskahan bangsa kita sendiri. Terbukti, banyak hal yang saat ini sedang menjadi urusan besar, namun telah terbiasa bagi masyarakat masa silam. Apalagi pada saat seluruh sistem politik tampaknya berada dalam perputaran perkembangan baru dengan adanya era globalisasi, suatu penelaahan mengenai dasar-dasar filosofis dari sistem pemerintahan tradisional bukanlah tidak pada tempatnya. Malahan mungkin saja akan merupakan penarik perhatian yang melebihi minat teoritis semata-mata. Keyakinan historis ini secara psikologis tak hanya akan memberikan kebanggaan, tetapi keteguhan untuk memelihara dan mengolah nilai-nilai luhur dari tradisi besar bangsa.

Sumber:
Undang Ahmad Darsa, dkk. "Tinjauan Filologis Terhadap Fragmen CaritaParahyangan: Naskah Sunda Kuno Abad XVI Tentang Gambaran Sistem Pemerintahan Masyarakat Sunda" Jurnal Unpad. pdf

Referensi


  1. Atja,. 1968. Tjarita Parahijangan: Titilar Karuhun Urang Sunda Abad ka-16 Masehi. Bandung: Jajasan Kebudajaan Nusalarang.
  2. _____,1970 . Tjarita Ratu Pakuan: Tjarita Sunda Kuno dari Lereng Gunung Tjikuraj. Bandung: Lembaga Bahasa dan Sedjarah.
  3. _____, 1986. Carita Purwakarta Caruban Nagari : Karya Sastra sebagai Sumber Pengetahuan Sejarah. Bandung: Proyek Pengembangan Permuseuman Jawa Barat
  4. Atja dan Sakeh Danasasmita, 1981, Carita Parahyangan: Transliterasi, Terjemahan dan Catatan. Bandung: Proyek Pengembangan Permusieuman Jawa Barat.
  5. __________________________, 1981, Sanghyang Siksakanda ng Karesian: Naskah Sunda Kuno Tahun 1518 Masehi. Bandung: Proyek Permusieuman Jawa Barat.
  6. __________________________, 1981, Amanat Dari Galunggung: Kropak 632 dari Kabuyutan Ciburuy, Bayongbong-Garut. Bandung: LKUP.
  7. Ayatrohaedi, 1975. “ Masyarakat Sunda Sebelum Islam”, BJ. 86:412-423.
  8. Bachtiar, Warsja W. 1974. “Filologi dan Pengembangan Kebudayaan Nasional” dalam Budaja Djaja No. 68, Tahun VII.
  9. Dam, H . ten, 1957 “Verkenningen rondom Padjadjaran”, Indonesie 10:290-310.
  10. Darsa, Undang A. & Edi S. Ekadjati, 1995 . Fragmen Carita Parahyangan dan Carita Parahyangan (Kropak-406): Pengantar dan Transliterasi. Jakarta: Yayasan Kebudayaan Nusantara.
  11. Holle, K.F. 1982 “DeBatoe-Toelis te Buitenzorg “, TBG XXVIII.
  12. Fox, James 1971 “A Rotinese Dynastic Genealogy: Structure and Event”, The Translation of Culture:33-77’ London.
  13. Juynboll, H.H, 1899 Catalogus van Maleische en Soendaneeche Handschriften der leidsche Universitteits Bibliotheek. Leiden: E.J. Brill.
  14. _____________, 1912 Suplement op den Catalogus de Soendaneesche Handscriften der Leidsche Universiteits Bibliotheek. Leiden: E.J. Brill.
  15. Kern, R.A..., Catalogus der Soendaneesche Handacriften van Snouck Hurgronje (belum diterbitkan). Tersimpan di bagian koleksi naskah kamar Oosterse Handschriften UBL negeri Belanda dalam bentuk kartu (dua bundel) dan dalam bentuk naskah: Lor. 8923/Mal.3366.
  16. Moertono, Soemarsaid, 1985. Negara dan Usaha Bina-Negara di Jawa Masa Lampau: Studi tentang Masa Mataram II, Abad XVI sampai XIX. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
  17. Molen, J. van der, 1981 “Aims and Method of Javanese Philology”, Indonesia Cyrcle 26: 5-12.
  18. _________________, 1983 “Javaanse Tekstkritiek: Een overzicht en een nieuwe benadering geillustreed aan de Kunjarakarna”. VKI 102. Dordrecht/Cinnaminson N.J. Foris Publications Holland/USA.
  19. Noorduyn, J., 1962 “Over het Eerste Gedeelte van de Oud-Soendase Tjarita Parahjangan”, BKI 118: 374-383.
  20. ____________, 1965. “Enige Nadere Gegeven over Tekst en Inhoud van de Tjarita Parahjangan”, BKI 122: 366-374.
  21. Pigeud, Th. G. 1967-1980. Literature of Java. Vol. I-IV. KITLV the Hague, Martinus Nijhoff.
  22. Pleyte, C.M. 1911. “Het Jaartal op den Batoe-Toelis nabij Buitenzorg”, (Een Bijdrage tot de Kennis van het Oud Soenda),” TBG 53: 155-220.
  23. Poerbatjaraka, R,M.Ng. 1919-1921. “De Batoe-Toelis bij Buetenzorg”, TBG LIX.
  24. Robson, S.O., 1978 . Pengkajian Sastra-sastra Tradisional Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdikbud.
  25. Soebadio, Haryati, 1975. “Penelitian Naskah Lama Indonesia”, Bulletin Yaperna: Berita Ilmu-ilmu Sosial dan Kebudayaan. No.7 Tahun II, Juni. Jakarta.
  26. Sutrisno, Sulastin, 1981. Relevansi Studi Filologi (Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Filologi pada Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas Gajah Mada). Yogyakarta.
  27. Teew, A., 1982 . Khazanah Sastra Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 
  28. ________, 1984 . Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
  29. Worsley, P.J. 1972. Babad Buleleng: A Balinese Dynastic Genealogy. The Hague:
  30. Martinus-Nijhoff.
Baca Juga

Sponsor