![]() |
Prasasti Ciaruteun. Foto: kemdikbud.go.id |
Prasasti Ciaruteun atau prasasti Ciampea ditemukan di tepi sungai Ciaruteun, tidak jauh dari sungai Ci Sadane, Bogor. Prasasti tersebut merupakan peninggalan kerajaan Tarumanagara.
Prasasti Ciaruteun terletak di Desa Ciaruteun Ilir, kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor; tepatnya pada koordinat 6°31’23,6” LS dan 106°41’28,2” BT. Lokasi ini terletak sekitar 19 kilometer sebelah Barat Laut dari pusat kota Bogor. Prasasti ini teregistrasi secara nasional dengan nomor RNCB.20151009.01.000040 dan SK penetapan Menteri SK Menteri No139/M/1998 dan No 185/M/2015 dengan peringkat cagar budaya nasional. Pengelolanya di bawah Balai Pelestarian Cagar Budaya Serang.
Tempat ditemukannya prasasti ini merupakan bukit (bahasa Sunda: pasir) yang diapit oleh tiga sungai: Ci Sadane, Ci Anten dan Ci Aruteun. Sampai abad ke-19, tempat ini masih dilaporkan sebagai Pasir Muara, yang termasuk dalam tanah swasta Tjampéa (= Ciampea, namun sekarang termasuk wilayah Kecamatan Cibungbulang). Tak jauh dari prasasti ini, masih dalam kawasan Ciaruteun terdapat Prasasti Kebonkopi I.
Menurut Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara parwa 2, sarga 3, halaman 161 disebutkan bahwa Tarumanagara mempunya rajamandala (wilayah bawahan) yang dinamai "Pasir Muhara".
Pada tahun 1981 Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengangkat dan memindahkan prasasti batu ini agar tidak terulang terseret banjir bandang. Selain itu prasasti ini kini dilindungi bangunan pendopo, untuk melindungi prasasti ini dari curah hujan dan cuaca, serta melindunginya dari tangan jahil. Replika berupa cetakan resin dari prasasti ini kini disimpan di tiga museum, yaitu Museum Nasional Indonesia dan Museum Sejarah Jakarta di Jakarta dan Museum Sri Baduga di Bandung.
Prasasti Ciaruteun dibuat dari batu kali atau batu alam. Batu ini berbobot delapan ton dan berukuran 200 cm kali 150 cm.
Prasasti Ciaruteun bergoreskan aksara Pallawa yang disusun dalam bentuk seloka bahasa Sanskerta dengan metrum Anustubh yang terdiri dari empat baris dan pada bagian atas tulisan terdapat pahatan sepasang telapak kaki, gambar umbi dan sulur-suluran (pilin) dan laba-laba.
vikkrantasyavanipat eh srimatah purnnavarmmanahtarumanagarendrasyavisnoriva padadvayamTerjemahan:
“Inilah (tanda) sepasang telapak kaki yang seperti kaki Dewa Wisnu (pemelihara) ialah telapak yang mulia sang Purnnawarmman, raja di negri Taruma, raja yang gagah berani di dunia”.
Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan raja atas daerah tempat ditemukannya prasasti tersebut. Hal ini berarti menegaskan kedudukan Purnawarman yang diibaratkan Dewa Wisnu maka dianggap sebagai penguasa sekaligus pelindung rakyat. Penggunaan cetakan telapak kaki pada masa itu mungkin dimaksudkan sebagai tanda keaslian, mirip dengan tanda tangan zaman sekarang. Hal ini mungkin sebagai tanda kepemilikan atas tanah.
Prasasti tinggalan Kerajaan Tarumanagara adalah: