Prasasti Cidanghiang Lebak Banten. Foto: kemdikbud.go.id |
Keberadaan Prasasti Cidanghiang pertama kali berasal dari laporan kepala Dinas Purbakala Toebagoes Roesjan pada tahun 1947. Pada tahun 1954, ahli epigrafi dari Dinas Purbakala datang ke tempat prasasti ini ditemukan yaitu di tepi Sungai Cidanghiang, Lebak, Munjul, Pandeglang.
Prasasti Cidanghiang dipahatkan pada batu andesit berukuran 3 x 2 x 2 meter, tulisan sebanyak 2 baris dalam aksara Pallawa, berbahasa Sansekerta, dan dengan metrum anustubh. Beberapa bentuk huruf pada prasasti ini mirip dengan huruf yang dipahatkan pada Prasasti Tugu. Saat ini huruf Prasasti Cidanghiang yang berukuran relatif besar masih cukup jelas terbaca walaupun beberapa sudah menampakkan keausannya dan hampir seluruh permukaannya tertutup lumut. Bagian atas sebelah kanan batu prasasti ini sudah pecah dan ada beberapa huruf yang hilang.
Alih aksara:
- vikranto ‘yam vanipateh | prabhuh satyapara[k]ramah
- narendraddhavajabhutena | srimatah purnnavarmanah
Alih bahasa:
“Inilah (tanda) keperwiraan, keagungan dan keberanian yang sesungguhnya dari Raja Dunia, Yang Mulia Purnnawarman, yang menjadi panji sekalian raja-raja”.
Prasasti tinggalan Kerajaan Tarumanagara adalah:
- Prasasti Ciaruteun
- Prasasti Kebon Kopi
- Prasasti Tugu
- Prasasti Jambu
- Prasasti Muara Cianten
- Prasasti Cidanghiyang
- Prasasti Pasir Awi