Prasasti Kalasan |
[Historiana] - Prasasti Kalasan adalah prasasti peninggalan Wangsa Sanjaya dari Kerajaan Mataram Kuno yang berangka tahun 700 Saka atau 778 M. Prasasti ini menyebutkan, bahwa Guru Sang Raja berhasil membujuk Maharaja Tejahpura Panangkarana (Kariyana Panangkara) yang merupakan mustika keluarga Sailendra (Sailendra Wamsatilaka) atas permintaan keluarga Syailendra, untuk membangun bangunan suci bagi Dewi Tara dan sebuah biara bagi para pendeta, serta penghadiahan desa Kalasan untuk para sangha (komunitas kebiarawan dalam Agama Buddha). Bangunan suci yang dimaksud adalah Candi Kalasan.
Prasasti Kalasan dipahat pada batu berbentuk persegi panjang dengan ukuran tinggi 69 cm, lebar 44 cm, dan tebal 10 cm. Prasasti yang ditemukan di sekitar area Candi Kalasan tersebut ditulis menggunakan aksara sidhham, bahasa Sanskerta, dan dikeluarkan pada tahun 700 Saka atau 778 Masehi. Kini Prasasti Kalasan menjadi koleksi di Museum Nasional Indonesia dengan nomor inventaris D. 147.
Alih aksara:
Namo bhagavatyai āryātārāyai
- yā tārayatyamiduhkhabhavādbhi magnam lokam vilokya vidhivattrividhair upayaih Sāvah surendranaralokavi bhūtisāram tārā diśatvabhimatam jagadekatārā
- āvarjya mahārājam dyāh pañcapanam panamkaranām Śailendra rājagurubhis tārābhavanam hi kāritam śrīmat
- gurvājñayā kṛtajñais tārādevī kṛtāpi tad bhavanam vinayamahāyānavidām bhavanam cāpyāryabhiksūnām
- pangkuratavānatīripanāmabhir ādeśaśastribhīrājñah Tārābhavanam kāritam idam api cāpy āryabhiksūnam
- rājye pravarddhamāne rājñāh śailendravamśatilakasya śailendrarajagurubhis tārābhavanam kṛtam kṛtibhih
- śakanṛpakālātītair varsaśataih saptabhir mahārājah akarod gurupūjārtham tārābhavanam panamkaranah
- grāmah kālasanāmā dattah samghāyā sāksinah kṛtvā pankuratavānatiripa desādhyaksān mahāpurusān
- bhuradaksineyam atulā dattā samghāyā rājasimhena śailendrarajabhūpair anuparipālyārsantatyā
- sang pangkurādibhih sang tāvānakādibhih sang tīripādibhih pattibhiśca sādubhih, api ca,
- sarvān evāgāminah pārthivendrān bhūyo bhūyo yācate rājasimhah, sāmānyoyam dharmmasetur narānām kāle kāle pālanīyo bhavadbhih
- anena punyena vīhārajena pratītya jāta arthavibhāgavijñāh bhavantu sarve tribhavopapannā janājinānām anuśasanajñāh
- kariyānapanamkaranah śrimān abhiyācate bhāvinṛpān, bhūyo bhūyo vidhivad vīhāraparipālan ārtham iti.
Alih Bahasa:
Hormat untuk Bhagavatī Ārya Tārā
- Setelah melihat makhluk-makhluk di dunia yang tenggelam dalam kesengsaraan, ia menyeberangkan (dengan) Tiga Pengetahuan yang benar, Ia Tārā yang menjadi satu-satunya bintang pedoman arah di dunia dan (tempat) dewa-dewa.
- Sebuah bangunan suci untuk Tārā yang indah benar-benar telah disuruh buat oleh guru-guru raja Śailendra, setelah memperoleh persetujuan Mahārāja dyāh Pancapana Panamkarana
- Dengan perintah guru, sebuah bangunan suci untuk Tārā telah didirikan, dan demikian pula sebuah bangunan untuk para bhiksu yang mulia ahli dalam ajaran Mahāyana, telah didirikan oleh para ahli
- Bangunan suci Tārā dan demikian juga itu (bangunan) milik para bhiksu yang mulia telah disuruh dirikan oleh para pejabat raja, yang disebut Pangkura, Tavana, Tiripa.
- Sebuah bangunan suci Tārā telah didirikan oleh guru-guru raja Śailendra di kerajaan Permata Wangsa Śailendra yang sedang tumbuh
- Mahārāja Panangkarana mendirikan bangunan suci Tārā untuk menghormati guru pada tahun yang telah berjalan 700 tahun
- Desa bernama Kalasa telah diberikan untuk Samgha setelah memanggil para saksi orang-orang terkemuka penguasa desa yaitu Pangkura, Tavana, Tiripa
- Sedekah “bhura” yang tak ada bandingannya diberikan untuk Sangha oleh “raja yang bagaikan singa” (rājasimha-) oleh raja-raja dari wangsa Śailendra dan para penguasa selanjutnya berganti-ganti
- Oleh para Pangkura dan pengikutnya, sang Tavana dan pengikutnya, sang Tiripa dan pengikutnya, oleh para prajurit, dan para pemuka agama, kemudian selanjutnya,
- “Raja bagaikan singa” (rājasimhah) minta berulang-ulang kepada raja-raja yang akan datang supaya Pengikat Dharma agar dilindungi oleh mereka yang ada selama-lamanya
- Baiklah, dengan menghibahkan vihara, segala pengetahuan suci, Hukum Sebab Akibat, dan kelahiran di tiga dunia (sesuai) ajaran Buddha, dapat difahami
- Kariyana Panangkarana minta berulang-ulang kepada yang mulia raja-raja yang akan datang senantiasa melindungi vihara yang penting ini sesuai peraturan.
Jejak peninggalan Kerajaan Mataram Kuno lainnya:
- Prasasti Canggal (732 AD)
- Prasasti Kelurak (782 AD),
- Prasasti Sojomerto (792 AD),
- Prasasti Kayumwunan atau Prasasti Karangtengah (842 AD)
- Prasasti Ligor (775 AD)
- Prasasti Nalanda (860 AD)
- Prasasti Mantyasih (907 AD)
- Prasasti anjuk ladang
Referensi
- Boechari. 2012. "Melacak Sejarah Kuno Indonesia lewat Prasasti". Jakarta: Penerbit KPG (Kepustakaan Populer Gramedia).
- Casparis, J.G.de, 1950. Inscriptie Uit de Sailendra-tijd (Prasasti Indonesia I). Bandung: Sumur.
- Casparis, J.G.de. 1956. Selected Inscription from the 7th to the 9th Century AD. Bandung: Masa Baru.
- Kusen. 1991-1992. “Alih Aksara dan Terjemahan Prasasti Manjusrigrha”, dalam Candi Sewu Sejarah dan Pemugarannya, (Anom, eds). hal 93-94. Proyek Pelestarian/Pemanfaatan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah.
- Chandra, L. 1994. The Sailendra of Java, Journal of the Asiatic Society of Bombay, volume 67-68 (New Series).
- Poesponegoro, M.D., dan Notosusanto, N. 1993. Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta: Balai Pustaka.
- Santiko, H. 2010. “Sifat Keagamaan Candi Sewu dan Candi Prambanan”, dalam Menjaga Warisan Umat Manusia, Pameran Candi Prambanan dan Candi Sewu.
- Sarkar, H.B. 1971. Corpus of the Inscription of Java (up to 928 AD), vol I, Calcutta: Firma K.LMukhopadhyaya.
- Van Naerssen. 1947. “The Sailendras Interregnum, dalam India Antiqua,” hal.249.