Cari

Tembang Sunda Cianjuran - Nataan Gunung | Beda Kawih dan Tembang

Aki Dadan - Mamaos Cianjuran


[Historiana] - Mendengar istilah Tembang, kita langsung mengenali sebagian nyanyian dalam Bahasa Sunda. Tembang Cianjuran, nyanyian atau lagu dari Cianjur. Betul memang.

Sebagian kalangan masyarakat menganggap tembang sama dengan kawih. Meskipun demikian, sebenarnya istilah tembang dan kawih dapat dibedakan.

Terutama terhadap istilah kawih dan tembang, masyarakat telanjur membedakannya hanya karena kawih merupakan struktur melodi berirama tandak atau memiliki ketukan, sedangkan tembang merupakan struktur melodi berirama merdeka atau tidak memiliki ketukan.

Definisi ini cukup membingungkan. Istilah kawih tidak harus dinegasikan dengan istilah tembang. Jika harus menelisik periha struktur melodi, sesungguhnya kawih pun sudah mencakup irama merdeka sekaligus irama tandak. Adapun makna dari tembang adalah nyanyian Sunda berdasarkan puisi dangding. Sama sekali tidak ada unsur yang harus dikonfrontasikan antara tembang dan kawih. Tembang sendiri sejatinya merupakan unduhan dari seni karawitan Jawa sejurus dengan masuknya genre dangding kedalam wilayah puisi Sunda.

Dalam sebuah dokumentasi tertulis, naskah Sunda kuno Sanghyang Siksa KandaNg Karesian (SSKK, 1518) jelas tersurat bahwa kawih adalah seni vokal Sunda. Definisi ini, jika ditafsir dan ditarik hingga rentang waktu saat ini, merupakan seni vokal Sunda yang didalamnya terdapat kawih sisindiran, kawih rancag, pupujian, kawih murangkalih, kawih pantun, tembang macapat, tembang wawacan, kawih degung, celempungan, kliningan, kawih kacapian, kawih calung, bahkan pop Sunda.

Cianjuran
Istilah Ciajuran merujuk pada seni vokal tradisional Sunda yang berasal dari Cianjur. Penamaan Cianjuran disematkan masyarakat di luar Cianjur. Masyarakat Cianjur sendiri menyebut seni vokal yang diroduksi itu sebagai lagu pantun atau lagu pajajaran. Dikemudian hari, masyarakat Cianjur dan luar Cianjur kerap menyebutnya papantunan dan itu bertahan hingga kini. Disebut papantunan karena sang juru sanggi (kreator, komposer) menggubah lagu-lagu papantunan itu berdasarkan cerita yang terdapat dari carita pantun Mundinglaya di Kusumah. Pantun itu merupakan khazanah seni asli milik Sunda. Terdapat belasan lagu papantunan yang digubah dari carita pantun Mungdinglaya di Kusumah, diantaranya "Pangapungan", "Mupu kembang", "Kaleon", "Mangu-mangu", "Layar Putri", "Rajamantri", "Balagenyat", "Manyeuseup", serta "Nataan Gunung".

Lagu-lagu tersebut satu sama lain dibedakan berdasarkan melodi lagu serta liriknya. Ciri lagu papantunan,diantaranya, memiliki nada dominan pada nada la(5). Karakter serta suasana lagu terasa sakral dan agung. Dari lagu papantunan ini kemudian muncul varian baru yang melodinya didominasi nada barang (1=da). Karakter lagu terasa lebih cair serta romantis.

Varian baru ini kemudian dinamakan pantun barang atau di kemudian hari disebut jejemplangan.

Selain dari seni pantun, para juru sanggi saat itu masih berkreasi pula dari sumber lain, yakni seni degung. Maka, kemudian muncul dedegungan di samping papantunan dan jejemplangan. Selanjutnya, para kreator saat itupun masih mengunduh sumber lain dari kawih rancag, cigawiran, atau ciawian. Liriknya menggunakan dangding. Kenapa dangding? Mikihiro (Semangat Baru, 2005) mencurigai karena pada masa itu keberadaan dangding begitu populer serta dominan, terutama di kalangan bangsawan. Maka, lagu rancag yang berlirik dangding tersebut di kemudian hari disebut sebagai rarancagan, lebih tepatnya tembang rancag.

Satu hal, masyarakat Cianjur menyebut lagu papantunan, jejemplangan, dedegungan, serta rarancagan sebagai seni mamaos. Sementara masyarakat di luar Cianjur kemudian menyebutnya cianjuran.

Berikut contoh Tembang Cianjuran "Nataan Gunung".
Nataan gunung
Rumpaka (Lirik) & Lagu: RAA Kusumaningrat (Dalem Pancaniti)
Panembang: Ayi Satrianah Bustomi, Tata Sutaryat, Nunung Sunarti, Endoe S Apandi, Iceu Ali Djajakusumah
Kacapi: Tata Sutaryat
Suling: Asep BP, Natamihardja

Raden...
Gunung Tanpa Tutugan (gening)

Gunung galunggung kapungkur
Gunung Sumedang katunjang
Lain Sumedang di wetan
Baheula Sumedang Larang (gening)

Sumedang Sasaka Domas
Lain gunung tanpa omas
Itu gunung naon... raden?

Nu ngayapak tebeh wetan
Ari Gunung ciremai teh
Tetengger nagara mana...

Lain Cirebon di wetan
Cirebon baheula larang
Cirebon sasaka domas
Itu gunung naon.. raden?

Gunung Cupu Mandalahayu
Hayu soteh hayu mulang
Mulang ti pangumbaraan... juragan

Ari Gunung Tangkuban Parahu teh, Raden
Tetengger nagara mana
Itu gunung naon... raden?

Lain Bandung Cikapundung
Lain Sumedang di wetan
Talaga Sakawayana Rangkecik
di tengah leuweung.. juragan

ulah pundung ku disungkun
Ulah sungkan ku diteang
narima raga wayahna
ngancik di nagara deugeun

Gunung pangrango ngajogo
Ngadagoan kuring mulang
Mulang ti pangumbaraan... juragan

Ari gunung pangrango teh.. raden
tetengger nagara mana?
itu gunung naon... raden?

Gunung Gede ngajengjehe
Jiga-jiga anu nande
Nandean ka badan kuring
mulang ti pangumbaraan (gening)

Ari Gunung gede teh Raden
Tetengger nagara mana
Itu gunung naon... Raden

Kuring kirim Gunung Bubut
Dipasieup dipasagikeun
Turiang urang balangkeun... Raden

Kuring kirim nu puguh
pasini urang jadikeun
duriat urang kambangkeun

Gunung Kendeng nunjang ngidul
Paratna ka Papandayan
Putri nu ngabengreng koneng
Megatan jalan ka Jampang... Raden


----------------------
Terjemahan (meskipun sulit untuk diterjemahkan, karena lagu mengandung unsur murwakanti). Setidaknya penerjemahan ini untuk adik-adik kita, anak-anak kita kalangan milenial agar lebih mengenal basa Sunda:

Raden...
Gunung Tanpa dasar (gening). Maksudnya "tiada berakhir"

Gunung galunggung di belakang
Gunung Sumedang di depan
Bukan(kah) Sumedang di timur
Dahulu Sumedang Larang (gening)

Sumedang Sasaka Domas
Bukan(kah) gunung tanpa omas
Itu gunung apa... Raden?

Yang nampak di kejauahan sebelah timur
Gunung Ciremai itu
Ciri-ciri negara mana...

Buka(kah) Cirebon di timur
Cirebon dahulu larang. Maksudnya dahulu Cirebon Larang
Cirebon sasaka domas
Itu gunung apa.. raden?

Gunung Cupu Mandalahayu
Marilah mari pulang
pulang dari pengembaraan... juragan

Kalau Gunung Tangkuban Parahu itu, Raden
Ciri-ciri negara mana
Itu gunung apa... raden?

Bukan(kah) Bandung Cikapundung
Bukan(kah) Sumedang di timur
Talaga Sakawayana Rangkecik
di tengah hutan... juragan

Jangan merajuk karena ditanya
Jangan sungkan karena dicari tahu
Nerima raga maklumlah
Bermukin di negara asing

Gunung Pangrango menjulang
Menanti aku pulang
pulang dari pengembaraan... juragan

Kalau gunung pangrango itu.. raden
Ciri-ciri negara mana?
Itu gunung apa... raden?

Gunung Gede terbaring
Seolah-olah yang menanti
Menanti tubuh aku
Pulang dri pengembaraan (gening)

Kalau Gunung Gede itu, Raden
Ciri-ciri negara mana
Itu gunung apa... Raden

Aku kirim Gunung Bubut
Dipercantik  dikotakan
Turiang kita lemparkan... Raden. Note: Turiang adalah tanaman padi yg tumbuh liar.

Aku kirim yang pasti
Janji kita wujudkan
Hasrat cinta kita kambangkeun

Gunung Kendeng nunjang ngidul
Paratna ka Papandayan
Putri nu ngabengreng koneng
Megatan jalan ka Jampang... Raden


Tembang
Dalam kamus LBSS serta kamus Satjadibrata, tembang berarti puisi dangding menggunakan aturan pupuh. Adapun istilah nembang berarti melagukan tembang. Istilah ini berasal dari Jawa setelah pengaruh Mataram masuk. ke wilayah Sunda pada abad XVII.
Frase tembang Sunda akan berarti melagukan tembang dengan dangdingan berbahasa Sunda. Lebih jelas, lagu-lagu Sunda berdasarkan lirik berupa puisi dangding. Jelas ini bukan milik asli Sunda.

Hanya, setelah berada di wilayah Sunda, materi yang diunduh dari Mataram itu telah dibalut dengan apik dan dibumbui rasa serta saripati Sunda. Inilah yang kemudian menjelma pada lagu rarancagan dalam seni cianjuran. Artinya, cianjuran tidak identik dengan tembang Sunda. Namun, yang pasti, 'tembang Sunda' (baca:rarancagan) berada dalam lingkup seni cianjuran. Maka,  jika cianjuran diidentikkan dengan 'tembang Sunda', itu keliru.

Demikian pula dengan istilah tembang Sunda Cianjuran. Istilah ini lebih membingungkan. Sejatinya istilah tembang Sunda muncul dari Musyawarah Tembang Sunda 1962 untuk merujuk definisi seni vokal di Tatar Pasundan. Para ahli yang terlibat dalam musyawarah saat itu tampaknya terlalu gegabah menggunakan istilah yang diunduh dari bangsa deungeun. Padahal, Sunda telah memiliki istilah kawih seperti yang tersurat pada SSKK.

Namun, sikap gegabah itu bisa juga dimengerti. Sebab, pada saat pelaksanaan musyawarah tembang Sunda, naskah SSKK belum muncul ke permukaan. Penelitian terhadap SSKK baru digali dan dipublikasikan pada dekade 1970-an. Kalau saja tahun 1962 naskah SSKK sudah terpublikasi, jangan-jangan nomenklatur musyawarah yang terjadi saat itu akan berbunyi"musyawarah kawih".

Dikotomi istilah kawih dan tembang. di sini memang perlu dimunculkan. Kebanyakan kalangan penembang Cianjuran kerap memandang minor istilah kawih. Boleh jadi, menurut mereka, istilah tembang lebih bermartabat ketimbang kawih. Dalam pandangan mereka, istilah kawih adalah lagu berirama tandak seperti yang terdapat pada kliningan, celempungan, kawih murangkalih, kawih urang lembur, atau kawih ketuk tiluan, yang semua ini lebih mengakar di kalangan masyarakat biasa.

Sementara itu, tembang adalah apa yang kita kenal sebagai cianjuran, yang penciptaan serta penyebaran awalnya dilakukan oleh golongan menak (kaum bangsawan). Maka, jika ada lagu Cianjuran kreasi baru, dan kebetulan lagu tersebut tidak berkenan di hati kalangan seniman cianjuran, tak jarang terlontar ungkapan bernada sinis, "Ah, itu kawih, bukan tembang."

Sebagai catatan, masyarakat Cianjur hingga kini sangat menghormati lagu-lagu mamaos yang memang diproduksi di Cianjur. Sekali lagi, masyarakat Cianjur tidak menyebut lagu mamaos tersebut sebagai cianjuran. Istilah cianjuran hanya disematkan oleh masyarakat di luar Cianjur.

Dalam perkembangannya, istilah cianjuran kini telah menjadi sebuah konsep dari bentuk genre lagu yang terdapat di Tatar Sunda yang dapat dibedakan dariseni kliningan, celempungan, kawih degung, kawih kacapian, kawih calung, atau kawih pop. Semua seni vokal tersebut menginduk pada seni vokal Sunda yang disebut kawih, bukan tembang Sunda.

Sumber: Dian Hendrayana (Pemerhati Cianjuran). 2010. "Itu Kawih, Bukan Tembang". Kliping Humas Unpad dari laman unpad.ac.id pdf Diakses 16 Juli 2020.
Baca Juga

Sponsor