Cari

Kerajaan Medang (Mataram Kuno) yang Menakjubkan 732 - 1019 Masehi

 
Situs Liyangan. Foto: tempo.co


[Historiana] - Medang, atau Kerajaan Mataram, adalah kerajaan Hindu-Budha pertama di Jawa Tengah. Pada 732 M, dalam sebuah prasasti yang ditulis dalam bahasa Sanskerta, seorang penguasa lokal bernama Sanjaya membuat 'klaim pertama sebagai raja' yang dikenal dari wilayah tersebut (Reid, 2015). Selama beberapa abad berikutnya, penggantinya akan memperluas pengaruhnya di wilayah yang cocok untuk pertanian padi irigasi di dataran tinggi Jawa Tengah. Kerajaan Medang terkenal dengan proyek-proyek bangunan sakral skala besar, seperti situs ziarah Budha Borobudur (berbentuk teras batu berundak yang dihiasi dengan relief batu dan atasnya dengan stupa) dan Prambanan, kompleks candi Hindu (Hall, 2010).

Perdebatan yang berlangsung lama tentang suksesi dinasti di akhir milenium 1 Masehi di Jawa Tengah masih belum terselesaikan (Miksic, 2016), menunjukkan bahwa masih ada banyak celah dalam pemahaman kita tentang kerajaan. Beberapa sarjana berpendapat bahwa ada dua dinasti yang bersaing, Sailendras Buddha dan keturunan Shaivite dari Raja Sanjaya, sementara yang lain percaya bahwa para penguasa yang disebutkan dalam prasasti adalah dua cabang dari keluarga yang sama. Pada awal abad ke-10 M, pusat kekuasaan kerajaan bergeser dari dataran tinggi vulkanik di Jawa Tengah ke timur pulau itu, menandakan semakin pentingnya perdagangan maritim bagi negara (Hall, 2010).

Populasi dan organisasi politik


Raja Sanjaya dan penggantinya mengambil legitimasi mereka dari konsep-konsep agama India,  mengabdikan diri mereka kepada dewa-dewa Hindu (terutama Siwa) dan juga mendukung praktik-praktik Buddha. Mereka menghimpun berbagai sumber daya dengan baik. Sumberdaya manusia dikelola dan mengambil sebagian hasil kerja mereka lam bentuk pajak beras dan barang-barang lainnya dan penggunaan tenaga kerja buruh (Hall, 1992). Para penguasa lokal, yang dikenal sebagai rarkryan, dan lembaga vihara dapat diberikan hak untuk memungut pajak dari masyarakat dalam sebidang tanah tertentu: hibah pajak sima ini adalah cara yang berguna bagi raja-raja Medang untuk memberi penghargaan dan memastikan kesetiaan (Zakharov, 2012). Demikian juga pendapat Zakarov ini sama dengan pendapat dari FH van Naerssen, dalam “The Economic and Administrative History of Early Indonesia.”

Perkiraan penduduk Kerajaan Medang pada awal abad ke-11 M, pemukiman Jawa Timur di Cane, Patakan dan Baru masing-masing memiliki populasi lebih dari 1000 orang (Christie, 1991) . Dalam demografi Peter McDonald percaya bahwa populasi pulau secara keseluruhan pada abad ke-14 bisa mencapai lima juta (McDonald, 1980 dalam Christie, 1991). Bukti dari prasasti Jawa menunjukkan bahwa pada saat ini, tingkat populasi kerajaan-kerajaan di Jawa Timur telah meningkat 'cukup konsisten' sejak awal abad ke-10 (Christie, 1991).


Asal usul nama Medang

Data dikompilasi dan diperiksa ole John Miksic (variabel Ritual, Agama atau Sistem Ideologi Normatif) John Miksic dan Vesna Wallace (data kunci yang diverifikasi mengenai penampilan paling awal dari dewa-dewa moralisasi / ritual doktrinal)

Nama alternatif

  1. Kerajaan Sailendra 
  2. Kerajaan Mataram
Kerajaan Mataram adalah nama yang digunakan untuk merujuk pada periode di mana ibukota kerajaan terletak di Jawa Tengah, antara 732 dan 918. Nama ini tidak dapat digunakan untuk merujuk pada periode selanjutnya, ketika ibukota bergeser ke Jawa Timur. Itu juga harus dibedakan dari pemerintahan Islam yang eksis jauh kemudian hari,  yaitu Kesultanan Mataram (Miksic, 2004).

Zaman Keemasan

Puncak kejayaan atau zaman keemasan Kerajaan Mataram pada tahun 850 M. Periode antara 732 dan 918 dikatakan sebagai masa keemasan budaya Jawa - pucaknya adalah proyek pembangunan candi dan dengan demikian menunjukkan pesatnya perkembangan seni dan arsitektur (Miksic dalam Ooi, 2004, hal. 863).

-Politik Sentralisasi dan Desentralisasi

Sentralisasi Politik sulit dicapai, meskipun hampir tidak ada hambatan geografis, karena pengaruh elit lokal di kawasan tersebut. Aktor-aktor politik utama adalah para pemimpin dewan kawasan lingkungan yang mengoordinasi penanaman padi. "Kerajaan Mataram" mulai terbentuk di dataran padi melalui struktur aliansi (Hall dalam Tarling, 1993, hal. 205).

-Hubungan Kekuasaan Kerajaan

Kekuasaan berbentuk Aliansi selama tahun 732-800 M: aliansi Dharaindra (r. 780-800) naik menjadi Maharaja Sriwijaya. Sifat hubungan kekerabatan Sailendra dengan Kerajaan Sriwijaya (kerajaan tetangga) bersifat kompleks. Tampaknya pada masa-masa sebelumnya, keluarga Sailendra berada dalam mandala Srivijaya (lingkup pengaruh), dan kemudian raja Sailendra bangkit untuk menjadi pemegang pengaruh melalui kekuatan Kerajaan Sriwijaya. Tidak pasti apakah ini karena kampanye militer atau aliansi kekerabatan (Muljana, 2006, hal. 209). Tampaknya selama abad kesembilan, aliansi apa pun hancur, karena pada 990 Medang melancarkan ekspedisi militer melawan Sriwijaya, yang pada akhirnya menyebabkan jatuhnya Medang pada 1006 (Muljana, 2006, hal. 246).

Hubungan supra-budaya

Hubungan dengan Pemerintahan Sebelumnya

Rakai Sanjaya, pendiri Kerajaan Medang, adalah cicit dari raja Kalingga yang terkenal, Ratu Shima. Pemerintahan Kerajaan Kahuripan dibawah Airlangga berhasil menyatukan kembali Jawa bagian tengah dan timur setelah disintegrasi menjadi beberapa kerajaan kecil setelah kehancuran ibu kota Medang pada tahun 1006  (Jordaan, 2007, hal. 326).

Ibu Kota

  1. Mataram, 
  2. Mamrati, 
  3. Poh Pitu, 
  4. Tamwlang, 
  5. Watu Galuh, 
  6. Wwatan
Ungkapan "Mdaŋ i Bhûmi Matarâm" ditemukan dalam prasasti yang berarti "Medang di tanah Mataram", yang berarti nama kerajaan adalah Medang dengan ibukotanya di Mataram (Muljana, 2006).  Ibukota itu pada pertengahan abad kesembilan berpindah-pindah di Jawa Tengah, Mamrati, dan kemudian lagi sekitar setengah abad kemudian ke Poh Pitu (Poesponegoro dan Notosusanto 2008).  Ketika Medang pindah ke Jawa Timur sekitar tahun 929, ibukota ditempatkan pertama kali di Tamwlang untuk waktu yang sangat singkat, dan kemudian pindah ke Watu Galuh (Brown, 2004).  Akhirnya pindah ke Wwatan (Boechari, 1976).

Medang i Bhumi Mataram (zaman Sanjaya) Medang i Mamrati (zaman Rakai Pikatan) Medang i Poh Pitu (zaman Dyah Balitung) Medang i Bhumi Mataram (zaman Dyah Wawa) Medang i Tamwlang (zaman Mpu Sindok) Medang i Watugaluh (zaman Mpu Sindok) Medang i Wwatan (zaman Dharmawangsa Teguh).


- Bahasa

Bahasa Sanskerta Jawa Kuno. Sailendra dalam bahasa Sanskerta yang artinya ‘Dewa Gunung" (Jordaan 2007, hal. 4). Bahasa mengantarkan terjemahan epik Hindu Ramayana dan Mahabharata ke dalam bahasa Jawa kuno berlangsung selama era Kerajaan Medang dan Kediri (Jordaan, 2007).

Kompleksitas Sosial

Menurut perhitungan Skala Sosial, luas wilayah Teritorial kerajaan diperkirakan sekira 100.000 hingga 150.000 km2

Berbasis di Jawa. Mayoritas wilayah Indonesia secara keseluruhan saat ini dicakup oleh pemerintahan lain, Sriwijaya (Sedyawati, 2004, hal.134-135) .

- Populasi

Populasi Kerajaan Mataram kuno diperkirakan 250.000 hingga 350.000 Orang. Dasar perkiraannya pada Perkiraan penduduk Indonesia saat itu (minus Papua dan Papua Barat): 2,8 juta pada tahun 700 Masehi, 3,0 juta pda tahun 800 M, 3,4 juta pada tahun 900 M, 3,75 juta dalam 1000 M (McEvedy dan Jones, 1978, hal. 196-201).

Mayoritas wilayah Indonesia saat ini dicakup oleh Sriwijaya. Total wilayah Indonesia (kurang dari Papua Barat) 1.500.000 km2. Medang memiliki sekitar 10% dari daerah ini (Poerbatjaraka, 1958, hal. 254-264). Berdasarkan wilayah kami dapat memperkirakan untuk Medang: 280.000 pada tahun 700 M, 300.000 pada tahun 800 M, 340.000 pada tahun 900 M, 375.000 pada tahun 1000 M.

-Populasi Pemukiman Terbesar 1.000 Penduduk. 

Permukiman Cane, Patakan, dan Baru, terletak tepat di sebelah selatan Surabaya, masing-masing tampaknya telah mendukung populasi melebihi seribu orang pada awal abad kesebelas (Christie, 1991, hal. 28-29).

- Jarak Komunikasi Terpanjang 400 - 500 KM

Ini mungkin ide yang agak berlebihan, tetapi penulis Arab Abu Zaid menulis bahwa 500 km adalah jarak suksesi desa-desa di wilayah Brantas yang tak terputus dan teratur (Christie, 1991, hal. 28). Contohnya: Sungai Brantas memiliki panjang 525 km

Kompleksitas Hirarki


Tingkat Hierarki - Wilayah (Settlement)

1. Kota besar (1000 orang)
Permukiman Cane, Patakan, dan Baru, terletak tepat di sebelah selatan Surabaya, masing-masing tampaknya telah mendukung populasi melebihi seribu orang pada awal abad kesebelas (Christie, 1991).

2. Desa

Prasasti Kaladi berangka tahun 831 Çaka atau 909 M, dengan menggunakan aksara Kawi tipe standard dengan variasi serta menggunakan bahasa Jawa Kuno yang dituliskan dalam bentuk prosa. Prasasti ini dipahatkan di atas tembaga (tamra praśasti) yang berjumlah 10 lempeng, akan tetapi yang 2 lempeng hilang, yaitu lempeng nomor 3 dan 5. Sekarang yang 8 lempeng prasasti Kaladi disimpang di Museum Nasional Jakarta dengan nomor inventaris E71.

Prasasti Kaladi ditemukan di area Gunung Penanggungan, Jawa Timur. Prasasti Kaladi berasal dari masa Mataram Kuno dalam masa kepemimpinan Śrī Maharāja Rakai Watukura Dyah Balitung Śrī Dharmmodaya Mahāsambhu. Dyah Balitung merupakan raja yang memerintah Mataram Kuno setelah Rakai Kayuwangi.

Dalam prasasti ini juga disebutkan perihal nama-nama pejabat dan juga pasak-pasak yang diberikan kepada para pejabat, dan sapata bagi yang melanggar sīma tersebut. Selain itu, prasasti ini juga menjelaskan mengenai adanya kasus perbanditan.

Tingkat - Keagamaan (Religi)

Pengadilan Sailendra menarik para cendekiawan Buddhis dari jauh dan merupakan pusat ziarah dan pembelajaran Buddhis internasional (Miksic 1993-1994 dalam Hall, 2011: hal. 123).
Tiga kompleks candi utama - Borobudur (Buddha, dibangun sekitar 825), Prambanan (Hindu - Siwa, dibangun sekitar 850), dan Dieng (Hindu - Siwa, diselesaikan antara pertengahan abad ketujuh dan akhir abad ke delapan). Selain itu, banyak kuil yang lebih kecil dibangun oleh koalisi regional, dan setiap konstituen lokal menyumbangkan bagian-bagian dari candi (Hall, 1992).

Tingkat Militer

Kita dapat menyimpulkan keberadaan militer yang terorganisasi dengan baik. Ada bukti untuk baju besi (Draeger, 1972, hal. 23)  dan kavaleri (Gaukroger dan Scott 2009,  hal.134)  yang menunjukkan spesialisasi, dan kampanye militer diluncurkan melawan Sriwijaya (Muljana, 2006, hal. 246). Gajah digunakan dalam peperangan (Gaukroger dan Scott, 2009, hal. 134) dan penunggangnya disebut maliman (Hall, 2000, hal. 65).

1. Raja (Pengambil keputusan)

2. Jendral Perang

    Ekspedisi militer diluncurkan melawan Sriwijaya (Muljana, 2006, hal. 246).
3. Komandan tentara - bisa lebih dari satu tingkat
    Ada bukti adanya baju besi (Draeger, 1972, hal. 23) dan kavaleri yang menunjukkan spesialisasi
    (Gaukroger dan Scott, 2009, hal. 134).
 4. Prajurit
     Gajah digunakan dalam perang (Gaukroger dan Scott, 2009, hal. 134)  dan penunggangnya disebut maliman(Hall, 2000, hal. 65).

Level Administratif

Lever administrasi Pemerintahan Kerajaan Mataram kuno periode 732 CE - 899 M dan  899 - 1019 M, dirinci sebagai berikut:

1. Raja
    Pemerintah-pengadilan

2. Ketika kerajaan berkembang pada abad kesepuluh, pada masa pemerintahan Balitung, lebih banyak pejabat negara menciptakan lebih banyak tingkat administrasi di bawahnya (Rahardjo, 2002, hal. 111).

Pemerintah Provinsi

  1. Wanua tersebar (tuan tanah regional)
  2. Pemimpin desa?

Profesi

- Soldiers

Tentara khusus terbentuk di Kerajaan Mataram kuno. Istilah zaman sekarang pasukan organik. Kita dapat menyimpulkan keberadaan militer yang terorganisasi dengan baik. Ada bukti untuk baju besi (Draeger, 1972, hal. 23)  dan kavaleri (Gaukroger dan Scott, 2009, hal.134) yang menunjukkan spesialisasi, dan ekspedisi militer diluncurkan melawan Sriwijaya (Muljana, 2006 hal. 246). Gajah digunakan dalam peperangan (Gaukroger dan Scott 2009, hal. 134) dan penunggangnya disebut maliman (Hall, 2000, hal. 65).

- Kependetaan

Hadir Pengadilan Sailendra menarik para cendekiawan Buddhis dari jauh dan merupakan pusat ziarah dan pembelajaran Buddhis internasional (Miksic 1993-1994 dalam Hall, 2011, hal. 123).

- Perwira Militer

Terdapat tingkatan pemimpin tiap satuan tentara kerajaan. Kita dapat menyimpulkan keberadaan militer yang terorganisasi dengan baik. Berdasarkan bukti untuk baju besi (Draeger, 1972) dan kavaleri  (Gaukroger, dkk. 2009) yang menunjukkan adanya spesialisasi, danpentingnya posisi pemimpin tiap satuan (komandan) terutama kampanye militer yang tercatat dalam sejarah ketika melawan Sriwijaya (Muljana, 2006).

Karakteristik birokrasi

-Gedung Pemerintah

Ketika kerajaan tumbuh pada abad ke-10, pada masa pemerintahan Balitung, lebih banyak pejabat negara menciptakan lebih banyak tingkat administrasi (Herbert dkk, 2002).

-Sumber Penghasilan Birokrat

Ketika kerajaan tumbuh pada abad ke-10, pada masa pemerintahan Balitung penarikan pajak dari tiap tingkatan wilayah dilakukan oleh para pemegang kekuasan wilayah masing-masing yang dicatat (Herbert dkk, 2002).

- Birokrat Pengabdi

Saat kerajaan tumbuh pada abad kesepuluh, pada masa pemerintahan Balitung, lebih banyak pejabat negara menciptakan lebih banyak tingkat administrasi yang teratur dengan tugas yang jelas (Herbert dkk, 2002).

Hukum

- Aturan Hukum Formal

Airlangga dikatakan sebagai orang pertama yang menyusun hukum Jawa pada periode setelah Medang, meskipun ada dokumen hukum tertulis yang tersedia sejak abad kesembilan (Christie, 1991). Dokumen hukum tertulis sangat menyiratkan ada proses hukum formal.

-Pengadilan

Relief Borobudur menggambarkan pendopo berjenis atap bertingkat yang dulunya melindungi institusi kerajaan Jawa kuno, seperti pengadilan, pendeta, istana, dan untuk penampilan publik raja dan menterinya (Schoppert, 1997). 

Bangunan Khusus (dimiliki oleh pemerintah)

Bangunan Simbolik

Tiga kompleks candi utama - Borobudur (Buddha, dibangun sekitar 825), Prambanan (Hindu - Siwa, dibangun sekitar 850), dan Dieng (Hindu - Siwa, diselesaikan antara pertengahan abad ketujuh dan akhir abad ke delapan). Selain itu, banyak kuil yang lebih kecil dibangun oleh koalisi regional, dan setiap konstituen lokal menyumbangkan bagian-bagian dari candi (Hall dalam Tarling 1993, 204).  NB Kuil tidak dianggap sebagai bangunan simbolis karena tidak murni simbolis. Beralih ke "disimpulkan" hadir karena kehadiran bangunan simbolis tampaknya relatif, tetapi ini harus dikonfirmasi oleh seorang ahli.

Bangunan Komunal

Ratu Boko (istana yang dibentengi) juga berisi paseban (balairung) balai-balai (balai publik) sebuah kolam renang dan kompleks berdinding yang dinamai oleh penduduk setempat sebagai kaputren atau bangunan bagi kaum perempuan  (Millet dalam Miksic, 2003, hal. 74).

- Pengetahuan / Pusat Informasi

Kerajaan Mataram Kuno terkenal sebagai pusat pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Pengadilan Sailendra menarik cendekiawan Buddhis dari jauh dan merupakan pusat ziarah dan pembelajaran Buddhis internasional (Miksic 1993-1994 dalam Hall, 2011, hal. 123).

- Utilitas Publik

Gudang Penyimpanan Makanan. Sebagai negara yang aktivitas pelabuhannya padat, diperlukan gudang penyimpanan sebelum dikapalkan. Harus memiliki ruang atau bangunan penyimpanan setidaknya untuk melakukan perdagangan. Namun demikian, belum ada informasi jelas apakah  dibangun oleh negara atau perorangan?

- Pasar

Hubungan antara produsen desa (wilayah) dan pedagang internasional yang dimediasi oleh empat lapis pedagang dan pasar: beras, garam, kacang-kacangan, dan zat warna dibawa oleh produsen ke pasar. Petani; pedagang membeli hasil bumi dan menyerahkannya ke pedagang perantara; kemudian diteruskan ke pedagang di pantai yang mengirimkannya ke pelabuhan; kemudian dikirim ke pedagang internasional (Hall, 1992).

-Sistem irigasi

Jaringan sistem drainase telah ada di Kerajaan Mataram kuno (Christie, 1991).

-Infrastruktur transportasi

Pelabuhan
Terkait denga pasar di atas. Hubungan saat ini antara produsen desa dan pedagang internasional yang dimediasi oleh empat lapisan pedagang dan pasar: beras, garam, kacang-kacangan, dan zat warna dibawa oleh produsen ke pasar petani; pedagang membeli hasil bumi dan menyerahkannya ke pedagang perantara; kemudian diteruskan ke pedagang di pantai yang mengirimkannya ke pelabuhan; kemudian dikirim ke pedagang internasional (Hall dalam Tarling 1993, 203) .

Jembatan
Adanya jembatan di masa Kejayaan Mataram kuno (Hall dalam Tarling, 1993, hal. 206).

Sistem penulisan

-Catatan tertulis

Dokumen-dokumen hukum yang ada saat ini yang disimpan di atas lempengan tembaga atau batu tetap menjadi sumber data terbaik terkait dengan perkembangan demografis dan ekonomi (Christie, 1991).  Pengadilan Sailendra menarik para cendekiawan Buddha dari jauh dan merupakan pusat ziarah dan pembelajaran Buddhis internasional (Hall, 2011).

Alfabet -Fonetik

Sanskrit adalah fonetik - yang diucapkan dan tertulis selalu cocok (Poesponegoro dan Notosusanto, 2008, hal. 159).

Jenis-jenis Dokumen Tertulis

- Teks Suci

Terdapat Terjemahan Hindu-Budha ke dalam teks-teks suci Jawa Kuno misalnya Ramayana (Hooykaas, 1955).

- Literatur Agama

Traktat dan risalah keagamaan tertua dapat berasal dari abad kesepuluh - ini adalah kompilasi dari teks-teks Mahayana, yang disebut Sang Hyang Kamahayanikan (De Casparis, dan Mabbett. 1992).

- Filsafat

Pengadilan Sailendra menarik para cendekiawan Buddhis dari jauh dan merupakan pusat ziarah dan pembelajaran Buddhis internasional (Miksic 1993-1994 dalam Hall 2011, hal. 123).

- Sastra Praktis

Airlangga dikatakan sebagai orang pertama yang menyusun hukum Jawa pada periode setelah Medang, meskipun ada dokumen hukum tertulis yang tersedia sejak abad kesembilan (Christie 1991, hal. 25).

- Sejarah

Pengadilan Sailendra menarik para cendekiawan Buddhis dari jauh dan merupakan pusat ziarah dan pembelajaran Buddhis internasional (Miksic 1993-1994 dalam Hall, 2011, hal. 123).

Kalender

Meskipun istilah Sanjayawangsa tidak pernah dijumpai dalam prasasti mana pun, namun istilah Sanjayawarsa atau “Kalender Sanjaya” ditemukan dalam prasasti Taji Gunung dan prasasti Timbangan Wungkal.

Kedua prasasti tersebut dikeluarkan oleh Mpu Daksa dengan tujuan untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah keturunan asli Sanjaya, sang pendiri kerajaan. Tahun 1 Sanjayawarsa sama dengan tahun 717 Masehi. Tidak diketahui dengan pasti apakah tahun 717 ini merupakan tahun kelahiran Sanjaya, ataukah tahun berdirinya kerajaan. .

-Fiksi

Teks-teks Jawa kuno mengandung karya-karya puisi besar dan sastra prosa (De Casparis dan Mabbett dalam Tarling, 1993, hal.278).

Uang

Terdapat mata uang Koinasli karya Kerajaan Mataram kuno. Tidak diketahui pada periode 732 - 800 M. Ditemukan koin peninggalan tahun 800 - 1019 M. 'Munculnya koin perak Bunga Cendana di Jawa tengah selatan pada akhir abad ke delapan memberikan indikasi paling awal dari transaksi uang di Asia Tenggara yang terpencil'.  Nama mata uang = Masa dan tahil. (Wicks, 1992).

Hutang dan kredit

Menurut Christie, adanya perdagangan internasional sehingga ada kemungkinan skema asuransi (Christie 1991, hal. 25). Jaminan diperlukan dalam pengiriman barang antara negara melalui pelabuhan-pelabuhan yang dikelola kerajaan.

Kurir

Surat begitu penting menjadi salah satu sumber yang dipercaya dalam sejarah. Mengutip Thomas Mellon, seorang penulis Amerika dalam bukunya Yours Ever, People On Their Letter (2009), surat merupakan denyut nadi dari sejarah, detak jantung sebuah biografi.. Ketika kerajaan tumbuh pada abad kesepuluh, pada masa pemerintahan Balitung, lebih banyak pejabat negara menciptakan lebih banyak tingkat administrasi (Rahardjo, 2002, hal. 111). Ini bukan bukti untuk kurir khusus tetapi sistem administrasi mungkin menggunakannya.


Sumber:
seshatdatabank.info Diakses 28 September 2019


Referensi

  1. Boechari. 1976. "Some Considerations of the Problem of the Shift of Mataram’s Center of Government from Central to East Java in the 10th Century AD." Jakarta: Proyek Pelita Pembinaan
  2. Slatyer, Will. 2014. "Ebbs and Flows of Medieval Empires, AD 900?1400". Singapore: Partrid Publishing. ebook version ISBN 978-1-4828-9455-4. 
  3. Draeger, Donn F. 1972. "The Weapons and Fighting Arts of Indonesia". Rutland, Vermont & Tokyo: Charles E. Tuttle Publishing Co., Inc. Archive.org Diakses 29 September 2019.  Versi pdf lainnya.
  4. Gaukroger, Nik, and Richard Bodley Scott. 2009. "Empires of the Dragon: The Far East at War". Oxford: Osprey. epdf.pub Diakses 29 September 2019.
  5. McEvedy, Colin. Jones, Richard. 1978. "Atlas of World Population History." Penguin Books Ltd. London.
  6. Muljana, Slamet. 2006. "Sriwijaya". PT LKiS Pelanggi Aksara
  7. Miksic, John. 2004. “Mataram.” Edited by Keat Gin Ooi. Southeast Asia: A Historical Encyclopedia, from Angkor Wat to East Timor. Santa Barbara: ABC Clio.
  8. Herbert, Mimi, and Nur S. Rahardjo. 2002. "Voices of the Puppet Masters: The Wayang Golek Theater of Indonesia". Honolulu: University of Hawaiʻi Press.
  9. Christie, Wisseman. Jan. 1991. “States without Cities: Demographic Trends in Early Java.” Indonesia 52: 23–40. Versi online: Cornell.edu pdf.
  10. Schoppert, Peter. 1997. Java Style. London: Thames & Hudson. 
  11. Hall, Kenneth R. 1992. “Economic History of Early Southeast Asia.” In The Cambridge History of Southeast Asia, Vol. I: From Early Times to c. 1800, edited by Nicholas Tarling, 183–275. Cambridge: Cambridge University Press.
  12. _____________. 2000. “Personal Status and Ritualized Exchange in Majapahit Java.” Archipel., 51–96.  versi online researchgate.net Diakses 30 September 2019.
  13. _____________, 2011. A History of Early Southeast Asia: Maritime Trade and Social Development, 100-1500. Lanham, MD: Rowman & Littlefield.
  14. Jordaan, Roy. 2007. 'Exploring the Role of the Sailendras in Early Eastern Javanese History'. Working Paper 129. Melbourne: Monash University Press.
  15. De Casparis, Johannes Gijsbertus, and Ian W. Mabbett. 1992. “Religion and Popular Beliefs of Southeast Asia before c. 1500.” Edited by Nicholas Tarling. The Cambridge History of Southeast Asia 1 (part 1): 330. googlebooks Diakses 29 September 2019.
  16. Kleinmeyer, Cindy. 2004. "Religions of Southeast Asia." Northern Illinois University. niu.edu slide Diakses 29 September 2019.
  17. Poesponegoro, Marwati Djoened, Nugroho Notosusanto, R.P. Soejono, and R.Z. Leirissa, eds. 2008. "Sejarah Nasional Indonesia." Jakarta: Balai Pustaka. 
  18. Reid, Anthony. 2015. "A History of Southeast Asia: Critical Crossroads." Chichester: Wiley-Blackwell. 
  19. Naerssen, F. H. van. 1977. “The Economic and Administrative History of Early Indonesia.” In The Economic and Administrative History of Early Indonesia, by F. H. van Naerssen and R. C. de Iongh, 1–84. Leiden: Brill.
  20. Wicks, Robert S. 1992. "Money, Markets, and Trade in Early Southeast Asia: The Development of Indigenous Monetary Systems to AD 1400." Ithaca, NY: Cornell Southeast Asia Program.
  21. Zakharov, Anton O. 2012. “Epigraphy, Political History, and Collective Action in Ancient Java.” In Connecting Empires and States: Selected Papers from the 13th International Conference of the European Association of Southeast Asian Archaeologists, edited by Mai Lin Tjoa-Bonatz, Andreas Reinecke, and Dominik Bonatz, 82–89. Singapore: NUS Press.  Versi e-book academia.edu [pdf] Diakses 29 September 2019.

Sponsor