Cari

Ngaji Diri - Puseur Bumi - Papat Kalima Pancer


[Historiana] - Oleh Alam Wangsa Ungkara. Sering kita mendengar kata "ngaji diri". Apa itu? Sebagian orang menganggap orang yang ngaji diri adalah orang egois, seenake dewek. Padahal bukan itu. Apakah istilah ini sama dengan pemahaman umum 'mengaji' atau 'pengajian'? Bisa iya bisa tidak.

Mari kita telisik asal mula kata ngaji atau mengaji. Kata Aji dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
  1. berharga sekali dan dianggap bertuah (tentang benda keramat);
  2. tidak ternilai kehormatan dan kedudukannya sehingga orang merasa wajib mengagungkan dan menghormati
Menurut lektur.id
Adjektiva (kata sifat)
  1. Berharga sekali dan dianggap bertuah (tentang benda keramat)
  2. Tidak ternilai kehormatan dan kedudukannya sehingga orang merasa wajib mengagungkan dan menghormati
Nomina (kata benda)
  1. Daerah di provinsi sumatra selatan
  2. Dialek bahasa komering yang dituturkan di daerah aji
  3. Baginda
  4. Raja
Sementara dalam kamus bahasa Jawa adalah nilai, harga. Demikian pula dalam pengertian bahasa Sunda, Aji adalah nilai atau inti (aci). Kata ngaji atau mengaji adalah 'menilai'. Dengan demikian, ngaji diri adalah menilai diri. Definisi secara luas adalah menilai dan mengukur serta memahami diri. Jadi.. sangat terlihat definisi ngaji diri bukan bentuk egois seenake dewek ya!

Istilah "Maca ka Kitab, Ngaji ka Diri" mungkin jarang kita dengar lagi, selain ngaji diri saja. Kitab atau buku dimaksud adalah hukum atau ajaran agama dan darigama (hukum negara). Maca ka Kitab secara harfiah membaca kitab hukum keagamaan atau hukum negara. Dalam budaya Sunda Buhun, aturan itu dibaca dalam arti luas. Membaca secara harfiah bukan hanya melihat aksara dan bahasanya, tetapi memahami secara kognitif melalui proses mendengar dan mendengarkan. Sedangkan mengaji adalah menginternalisasikan secara mendalam secara rasa (afeksi). Oleh karena itu,  dalam budaya Sunda Buhun ada proses lanjutan dari proses setelah mengetahui sebuah aturan kemudian diinternalisasikan dalam diri untuk diejawantahkan dalam perilaku (behavior).

Secara ilmiah, konsepsi ngaji diri adalah proses pembentukan sikap. Dalam sikap terdiri dari Kognisi, Afeksi, dan Konasi (Behavior). Sikap yang diharapkan adalah sikap baik dan bajik sesuai dengan aturan agama jeung darigama.

Papat Kalima Pancer dan Ngaji Diri

Sejak jaman dulu masyarakat dan spiritual Jawa meyakini bahwa setiap manusia mempunyai saudara-saudara halus yang mendampinginya. Mereka tidak kelihatan oleh mata biasa. Mereka tergolong sebagai roh-roh halus. Saudara-saudara halus ini banyak yang menyebutnya dengan istilah Saudara Kembar, atau disebut juga Roh Sedulur Papat.

Manusia diciptakan/dilahirkan tidak sendirian. Roh Sedulur Papat adalah yang diberikan kepada manusia sebagai pendampingnya. Roh Sedulur Papat mempunyai sebutan Kakang Kawah (paling tua), Adi Ari-ari (paling muda), Getih (darah), dan Pusar, sedangkan kita sendiri disebut Pancer.

Sedulur yang ada disisi timur disebut Tirtanata, sedulur yang ada di sisi utara disebut Warudijaya, sedulur yang ada di sisi selatan disebut Purbangkara dan sedulur yang ada di sisi barat disebut Sinotobrata. Sedangkan Pancer adalah diri sendiri atau hati nurani. Ada juga yang menamakannya: Watman, Wahman, Rahman, dan Ariman.

Seseorang yang mampu menggali potensi Sedulur Papat Kalima Pancer akan menjadi seseorang yang sukses seutuhnya. Pada tingkat kesadaran tertentu orang tersebut bahkan dipercaya dapat mencapai “kesaktian” yang supranatural.

Dalam persepsi moralitas dan spiritualitas, orang yang memiliki kesadaran Sedulur Papat Kalima Pancer dapat dimaknai sebagai orang yang memiliki etika tinggi. Etika ini mencakup seluruh aspek kehidupan manusia dalam berbagai hubungan dan perannya dalam masyarakat. Dalam keluarga, pekerjaan, pendidikan, kerohanian, kesehatan maupun hubungan-hubungan sosial lainnya.

Dalam kajian modern dikenal Konsep Diri dalam Psikologi Komunikasi. Anda bisa membaca buku itu, Diri atau aku atau dalam bahasa Sunda adalah Kuring. Dalam diri terdapat jirim dan jisim. Jirim adalah tubuh fisik (waruga atau carangka atau kurungan). Sedang Jisim adalah sosok personal/pribadi jiwa atau hati nurani.

Wujud atau waruga manusia adalah saripati (acining) air-api-angin-bumi. Kita sering menemukan istilah terkait papat kalima pancer. Maksudnya menerangkan wujud atau waruga yang berasal dari 4 unsur yang di-panceran (kalima) oleh kuring atau ingsun. Ingsun mesti jadi pancer sebab 4 unsur dalam diri ini membawa nafsu-nafsu mengenai keduniawian, kehewanan, dan kesetanan.

Pusat makro kosmos dan mikro kosmos adalah diri kita.  Pancer-nya dunia yaitu diri. Hal ini mengenai batasan arah mata angin bahwa istilah utara-selatan-barat-timur (kaler-kidul-kulon-wetan), atas-bawah (luhur-handap) itu kata diri. Coba saja bila diri kita berada di Dago Bandung, menyebut Gedung Sate berada di selatan, tetapi bila diri kita berada di Buah Batu, posisi Gedung Sate disebutkan berada di utara. Begitu pula jika diri kita berada di pesawat terbang bahwa awan itu berada di bawah, tetapi bila kita sedang berdiri di atas tanah, awan berada di atas. Dalam tembang Cianjuran "Nataan Gunung" menyebut Gunung Galunggu di belakang dan Gunung Sumedang di depan, Cirebon di timur. Darimana pemosisian wilayah itu sebagai belakang-depan-timur? Ya.. dari posisi orang yang berujar. Sebab bagi orang yang berada di Tegal, Cirebon berada di Barat dan Sumedang di selatan menurut orang yang berada di Subang. Jadi, diri disebut sebagai pancer-nya dunia menurut diri masing-masing. Dapat dimengerti bila saudara kita di Kanekes (Baduy) menyebutkan pancerna dunya berada di kanekes, sebab di kanekes ada "wewengkon nu nyilibkeun pangartian diri manusa" disebut 'Sasaka Domas'. Di Sasaka Domas Kanekes itu disebut pusatnya atau tiangnya bumi.

Puser Bumi atau yang biasa dikenal dengan sebutan bahasa jawa Wudel Lemoh ada di beberapa tempat. Diantaranya di atas puncak Gunung Jati, Cirebon. Lemah Sagandu Sasaka Domas Sumedang. Tidak hanya itu, di puncak Gunung Tidar Jawa Tengah, juga ada Puser Bumi. Di Kebumen ada Sendang Puser Bumi. Di Bali ada Pura Kahyangan Luhur Puser Bumi.

Sendang Puser Bumi, Kebumen Jawa Tengah


Pura Kahyangan Luhur Puser Bumi

Puser Bumi Gunung Jati Cirebon

Dalam diri ada tubuh fisik yaitu Jirim atau waruga atau carangka atau kurungan (Carangka teh sami hartosna sareng kurung atanapi waruga atanapi diri sakujur). Para pinisepuh dahulu mengatakan bahwa carangka/waruga manjing curiga yang artinya bahwa kita harus memiliki kecurigaan/kekhawatiran (kasieun), jangan-jangan kurung tidak tepenuhi kebutuhannya dan jangan-jangan carangka/kurung dipakai melakukan sesuatu yang bukan untuk keperluan kuring (kurung migawe nu lain keur kaperluan kuring) yang welas-asih.

Jelas sekali bahwa kurung merupakan alat dari kuring untuk mengetahui dan menjalanu hidup di dunia. Jelas bahwa kurung itulah yang mengantarkan keinginan kuring. Jika telah mampu ngaji diri, akan memiliki rasa-rumasa (rasa-merasakan). Ketahulilah apa yang dibutuhkan kurung supaya kurung bisa mengantarkan keinginan kuring; kalau lapar berilah makan, kalau haus berilah minum, kalau kepanasan berteduhlah, kalau kedinginan hangatkanlah. Karena sesungguhnya kurung lah yang mengerjakan namun memang harus diketahui dan disayangi oleh kuring.

Setelah mampu ngaji diri, bakal menyayangi diri (nyaah ka diri), jika sudah bisa nyaah ka diri, artinya sudah nyaah ka Gustina (Sembah Hyang). Bila telah memiliki rasa rumasa, sudah barang tentu menyayangi ke dirinya (sembah hyang), tentu bakal nyaah ka diri batur (sayang kepada sasama). Bila telah mampu menyayangi (mikanyaah) kepada sasama, istilahnya nulung kanu butuh - nalang kanu susah - nganteur kanu keueung - nyaangan kanu poekeun (membantu yang membutuhkan, menolong yang susah, menemani orang yang ketakutan dan menerangi yang sedang kegelapan). Akhirnya bakal tercipta karukunan hidup.

Kesimpulannya kita mesti memiliki rasa-rumasa, nyaah ka diri, nyaah ka sasama, terciptalah kerukunan hidup (ini tujuan manusia di dunia). 

Cag
Tabe Pun. Leuwih Lwangan, Kurang Tinabeuhan. Pun

Sponsor