[Historiana] - Ramalan Jayabaya memiliki kemiripan dengan kondisi saat ini. Jayabaya adalah Raja Daha, Kediri:
“Ono Ratu kinuyo-kuyo, mungsuhe njobo njero, ibarat endhog ingapit selo gampang pecahe. Nanging rinekso Hyang Suksmo. Mungsuhe kaweleh-weleh. Ratu mau banget teguhe. Kinuyo-kuyo ora rinoso, malah suko raharjo kaesi mbelani negoro sigar semangka. Hambek utomo tan duwe pamrih. Ratu mau putrane mbok rondho kasiyan.”.“Ada pemimpin yang dikejar-kejar/dicari cari kesalahannya. Lawannya ada di luar dan di dalam lingkaran kepemimpinannya. Ibarat telur dijepit batu mudah pecah. Namun dia dijaga Yang Mahakuasa (sehingga) lawannya satu demi satu terbuka aibnya. Pemimpin tersebut sangat teguh (meski) dicari-cari kesalahannya, tidak dirasakan justru menebar sukacita tenteram bahagia. Demi membela negara (supaya tidak) terbelah. Sifatnya berbudi utama tanpa pamrih. Pemimpin tersebut anaknya seorang janda.”
Sejarah Indonesia tidak lepas dari perjuangan para raja-raja Nusantara, salah satunya, Raja Daha Kediri, menyampaikan pesan untuk direnungi.Raja Kediri Jayabaya yang hatinya jernih, mampu menembus (mererawang keadaan) ratusan tahun sesudahnya.
Maharaja Jayabhaya adalah Raja Kediri yang memerintah sekitar tahun 1135-1157. Nama gelar lengkapnya adalah Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa.
Pemerintahan Jayabhaya dianggap sebagai masa kejayaan Kediri. Peninggalan sejarahnya berupa prasasti Hantang (1135), prasasti Talan (1136), dan prasasti Jepun (1144), serta Kakawin Bharatayuddha
Jayabaya turun takhta pada usia tua. Ia dikisahkan moksha di desa Menang, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri. Tempat petilasannya tersebut dikeramatkan oleh penduduk setempat dan masih ramai dikunjungi sampai sekarang.
Prabu Jayabaya adalah tokoh yang identik dengan ramalan masa depan Nusantara. Terdapat beberapa naskah yang berisi “Ramalan Joyoboyo”, antara lain Serat Jayabaya Musarar, Serat Pranitiwakya, dan lain sebagainya.
Nah, naik turunnya peradaban sebenarnya sudah banyak dianalisis, bahkan sejak ratusan tahun lalu. Di antaranya oleh Gibbon (Decline and Fall, 1776), Toynbee (A Study of History), atau Jared Diamond. Intinya sederhana. Manusia atau bangsa, bisa berubah. Manusia bisa lupa, dan sebaliknya juga bisa belajar. Bangsa bisa bangkit, hancur, dan bisa juga bangkit lagi.
Di zaman kegelapan, selalu ada saja orang yang belajar. Di antarabanyak orang lupa, selalu ada saja orang baik. Bahkan walau cuma satu orang. Kadang, kerusakan itu justru membakar jiwanya untuk berbuat sesuatu. Belajar, berjuang, berkorban. Seperti Soekarno yang melihat bangsanya diinjak-injak. Mereka lalu berjuang menyelamatkan bangsanya.
Ramalan Jayabaya mungkin bisa dipahami secara ilmiah, bahwa manusia dan peradaban memang selalu bisa bangkit, hancur, dan bangkit lagi. Dan mungkin karena Jayabaya menyadari manusia bisa lupa, dia sengaja menulis ini sebagai peringatan agar manusia tidak lupa. Dan itulah satu tanda kearifan sang Prabu Jayabaya. Mungkin, ini juga dorongan pada manusia agar selalu berbesar hati, optimis. Bahwa di saat yang paling berat sekalipun, suatu hari akhirnya akan datang juga Masa Kesadaran, Masa Kebangkitan Besar, Masa Keemasan Nusantara.
lihat juga versi videonya
Referensi
- "Psan Raja Jayabaya Tetap Aktual". Pikiran-rakyat.com Diakses 26 Juli 2019.
- Jayabaya Wikipedia.org