Cari

Runtuhnya Majapahit Akibat Diserang oleh Gabungan Pasukan Asing?

[Historiana] - Majapahit adalah Kerajaan terbesar di Asia Tenggara pada zamannya. Kekuasaannya membentang begitu luas, namanya disegani berbagai kerajaan di Asia, namun setelah sekitar dua abad kerajaan terbesar di Asia Tenggara itu pun akhirnya runtuh. Setelah ditinggal pemimpin yang membawanya kepada kejayaan, Hayam Wuruk, kerajaan Majapahit perlahan tapi pasti berakhir menuju keruntuhan.

 

Masa-masa kemamuran dan kejayaan Majapahit berakhir.  Sebab-sebab runtuhnya Majapahit masih menjadi polemik. Runtuhnya Kerajaan Majapahit ini tidak saja dilihat dari sisi arkeologis-historis namun juga sosio-ideologis. Jadi wajar ada banyak kepentingan dalam menyimpulkannya. 


Baca juga: Kenapa Majapahit Runtuh? Berikut Beberapa Teorinya

 

 Sejarah runtuhnya Majapahit, secara garis besar terbagi 2 yaitu: 

  1. Akibat Serangan Girindrawardhana dan
  2. Akibat serangan Raden Patah dari Demak. 

Pendukung kehancuran Majapahit oleh Girindrawardhana adalah NJ Krom, versi H.J De Graaf, dan versi Tradisi Lisan Demak. Sedangkan pendukung runtuhnya Majapahit akibat serangan demak adalah Serat Kandha, Babad Tanah Jawi, Babad Jaka Tingkir, Babad Demak, Babad Cirebon, Darmogandul dan versi Dr Slamet Muljana.


Awalnya Penulis teratri dengan artikel berjudul "Terungkap, Penyerangan Demak ke Majapahit melibatkan Banyak Negara" dari laman internet historyofcirebon.id (27 April 2017). Uraian tentang adanya bangsa asing dalam kisah penyerangan Kerajaan Demak ke Majapahit berdasarkan Naskah Mertasinga Cirebon.



Komposisi pasukan yang dipersiapkan demak untuk menyerang Majapahit melibatkan banyak pasukan dari negeri lain. Duta yang bertugas untuk perekrutan tentara asing (foreign combatant) menurut Naskah Mertasinga adalah :


Sumber historyofcirebon.id


 

Konflik politik di Pulau Jawa berujung pada perang antara suku Jawa demi legitimasi kekuasaan kerajaan. Inilah perang saudara sesama suku Jawa paling dasyat karena adanya turut campur dari pihak asing. Perang ini melibatkan Kerajaan Daha di Kediri, yang mengklaim penerus Majapahit padahal merekalah yang menghancurkan Trowulan, Ibukota Majapahit dan memindahkan ke Daha, di wilayah Kediri saat ini.

Di pihak lain ada Demak, kerajaan baru yang dipimpin Raden Fatah, putra Raja Brawijaya , raja  terakhir Majapahit yang bertahta di Trowulan tapi dari ibunya berstatus selir dari Campa.

Demak yang pernah meminta bantuan Turki untuk menyerang Majapahit. Kisah keterlibatan pihak asing dalam perang Jawa ini memang tidak banyak diceritakan. Sekitar 600 tahun lalu, Indonesia telah banyak berinteraksi dengan dunia internasional, khususnya di bidang perdagangan. Orang Tionghoa, India, Arab, hingga Eropa pernah berkunjung ke Negara yang kaya akan rempah-rempah ini. Saat itu Majapahit masih berkuasa dan menjadi Negara yang sangat kaya berkat perdagangan rempah-rempah dan tambang emas. Namun rupanya kejayaan itu tidak berlangsung lama. Kekayaan Majapahit membuat orang bernafsu untuk menguasainya. Hingga akhirnya perang pun tidak dapat dihindari.

Lihat juga versi videonya...


 


Menurut Kasori Mujahid, kandidat doktor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta (republika.co.id) mengungkapkan bahwa Pada abad ke-11, sudah banyak orang Turki Seljuk yang pergi ke Nusantara, termasuk Jawa. Menurut dia, Makam Fatimah binti Maimun yang ditemukan di Gresik pada abad ke-11  memiliki nisan diduga bergaya Turki Seljuk. Dia menjelaskan, orang Turki pergi ke Jawa karena sudah mengetahui jika pulau itu merupakan daerah kaya yang dihuni banyak manusia. "Orang di Jawa itu paling ramai. Sawah begitu terhampar. Kalau Sumatra itu, menurut beberapa riwayat, seperti Ibnu Faqih, Al Masudi, banyak binatang. Disana tinggal gajah-gajah yang besar," kata dia.


Abad ke-16 merupakan awal Turki Utsmani menjadi kekhalifahan. Tepatnya, pada 1517 imperium yang berada di bawah kekuasaan Sultan Salim Khan I baru berkuasa secara resmi atas Samudra India dan negeri-negeri Islam. Ketika Sulaeman Al Qanuni memegang tampuk kekuasaan Utsmani, hubungan tersebut meningkat. Hubungan yang sebelumnya hanya sebatas perdagangan dan dakwah menjadi hubungan diplomatik. Ketika itu, Syarif Makkah sebagai ibu kota di Hijaz dan salah satu provinsi di bawah Turki Utsmani menjadi rujukan para penguasa nusantara untuk meminta gelar sultan.

Bukti lainnya ada pada catatan seorang pengelana asal Portugis, yakni Mendez Pinto. Saat Demak menyerang Pasuruan pada 1545, Pinto mengungkapkan, Sultan Trenggono dibantu oleh sekitar 3.000 pasukan asing dari luar Jawa yang berasal dari Zanzibar, India, Turki, dan Aceh. Pasukan tersebut bahu membahu membantu Demak menggempur Pasuruan yang bersekutu dengan Portugis.


Pada akhirnya, perang ini pun bukan hanya pembalasan dendam dan perebutan tahta, tetapi juga perang agama. Kerajaan Turki Ottoman menganggap perang ini akan menjadi awal bagi Islam untuk menyebar lebih jauh hingga ke seluruh Pulau Jawa. Itu salah satu alasan mengapa mereka setuju untuk membantu Demak di samping mereka menginginkan hubungan perdagangan yang lebih erat.

Jika kita dalami lagi sejarah kerajaan-kerajaan di Indonesia, banyak sekali pihak asing yang bersekutu dengan raja-raja untuk berperang melawan satu sama lain. Inilah yang kemudian menciptakan devide et impera.


Bila informasi Naskah Mertasinga benar, maka komposisi pasukan yang kurang lebih sama yang menyerang Sunda Kalapa tahun 1527. Namun demikian, sumber-sumber ini bukanlah suatu kepastian alur sejarah tanpa mengkritisinya lebih lanjut.



Pengaruh Turki dalam Sejarah Jawa

Sastra Jawa disebut mengalami deindianisasi pada masa Mataram. Penulis Buku 'Sang Pangeran dan Janissary Terakhir' Ustaz Salim A Fillah bahkan mengungkapkan jika para pujangga Mataram Islam melakukan Ottomanisasi kepada sastra Jawa setelah Hindu-Buddha selama berabad-abad menjadi inspirasi Nusantara (republika.co.id)


Nama Utsmani juga ditemukan dalam Serat Paramoyoga karya Ranggawarsita. Serat tersebut menceritakan tentang peran Sultan Al Gabah dari Utsmani mendakwahi Jawa. Versi lainnya tentang kehadiran Turki Utsmani di Jawa bisa ditemukan dalam kitab Djangka Djajabaja "Musarar".


Pada Pupuh I Tembang Asmaradana bait 4-5, ditemukan nama Rum (Turki). Berikut kutipannya yang diambil dari buku Jejak Kekhalifahan Turki Utsmani di Nusantara karya Deden A Herdiansyah.

Maksihe bapa Anenggih Langkung suka ingkang rama Sang Prabu Djajabahe Duk samana tjinarita Pan arsa katamijan Raja Pandita saking Rum Nama Sultan Maolana Ngali Samsudjen

Bait tersebut bermakna:

Prabu Jayabaya memiliki seorang guru yang berasal dari Rum. Namanya Sultan Maolana Ngali Samsudjen (Maulana Ali Samsudin). Di antara kisah di dalamnya disebutkan jika sang guru berkata kepada Prabu Jayabaya jika Dewa Wisnu yang ada dalam dirinya hanya tinggal tiga kali menitis di tanah Jawa. Setelah itu, tanah Jawa akan dikuasai oleh umat Islam.


Pada kisah lainnya, yakni pembukaan Pulau Jawa oleh orang-orang Turki Utsmani. Kisahnya mirip dengan Aji Saka dan terdapat dalam Serat Jayabaya Syekh Subakir. Tokoh utama dalam kitab ini bukanlah Ajisaka, melainkan Syekh Subakir.

Dikisahkan jika Sultan Ngerum (Turki) berkeinginan untuk mengisi Pulau Jawa yang saat itu tidak berpenghuni. Namun, ekspedisi pertama yang dikirimkannya mengalami kegagalan karena diserang oleh bangsa setan yang menghuni Pulau Jawa. Sang Sultan pun mengutus Syekh Subakir untuk mengatasi gangguan dari makhluk gaib tersebut. Akhirnya, Syekh Subakir berhasil mengalahkan bangsa setan itu. Pulau Jawa pun saat itu mulai dapat ditinggali bangsa manusia.


Analisis Historiografi

Brawijaya adalah nama raja terakhir Kerajaan Majapahit versi naskah-naskah babad dan serat, misalnya Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda. Nama ini sangat populer dalam masyarakat Jawa namun tidak memiliki bukti sejarah yang kuat, misalnya prasasti. Oleh karena itu perlu diselidiki dari mana asalnya para pengarang babad dan serat memperoleh nama tersebut. Nama Brawijaya diyakini berasal dari kata Bhra Wijaya, yang merupakan singkatan dari Bhatara Wijaya. Menurut Suma Oriental tulisan Tome Pires, pada tahun 1513 ada seorang raja bernama Batara Vigiaya yang bertakhta di Dayo, namun pemerintahannya dikendalikan oleh Pate Amdura. Batara Vigiaya merupakan ejaan Portugis untuk Bhatara Wijaya, sedangkan Dayo bermakna Daha. Dari prasasti Jiyu diketahui bahwa Daha diperintah oleh Dyah Ranawijaya pada tahun 1486. Dengan kata lain, Brawijaya alias Bhatara Wijaya adalah nama lain dari Dyah Ranawijaya. Identifikasi Brawijaya raja terakhir Majapahit dengan Ranawijaya cukup masuk akal, karena Ranawijaya juga diduga sebagai raja Majapahit. Kerajaan Dayo adalah ejaan Portugis untuk Daha, yang saat itu menjadi ibu kota Majapahit. Menurut Babad Sengkala pada tahun 1527 Daha akhirnya dikalahkan oleh Kesultanan Demak.

Ingatan masyarakat Jawa tentang kekalahan Majapahit yang berpusat di Daha tahun 1527 bercampur dengan peristiwa runtuhnya Majapahit yang berpusat di Mojokerto tahun 1478. Akibatnya, Bhra Wijaya yang merupakan raja terakhir tahun 1527 oleh para penulis babad “ditempatkan” sebagai Brawijaya yang pemerintahannya berakhir tahun 1478. Akibatnya pula, tokoh Brawijaya pun sering disamakan dengan Bhre Kertabhumi, yaitu raja Majapahit yang memerintah pada tahun 1474-1478. Padahal, tidak ada bukti sejarah yang menyebut bahwa Bhre Kertabhumi juga bergelar Brawijaya. Baca juga: Kenapa Majapahit Runtuh? Berikut Beberapa Teorinya


Hampir semua sumber Sejarah klasik di Nusantara, khususnya Kerajaan-kerajaan zaman klasik di Pulau Jawa diambil dari naskah Babad atau Serat. Sumber itu termasuk sumber historiografi tradisional yang seringkali sulit dibuktikan. Kajian arkeologis pasca kemerdekaan semakin mendekati nilai kebenaran historiografisnya. Oleh karena itu, untuk menguji kebenaran sejarah runtuhnya Majapahit yang telah lama diyakini teorinya itu akan terungkap bila Ibukota bekas Kerajaan Majapahit ditemukan.



Referensi

    1. "Turki Utsmani Menginspirasi Sastra Jawa". Republika.co.id 11 Apr 2020 Diakses 3 September 2020.
    2. "Bangsa Turki ke Jawa Sejak Era Demak?" republika.co.id 11 Apr 2020 Diakses 3 September 2020.
    3. Fillah , Salim A. 2019. "Sang Pangeran & Janissary Terakhir: Kisah, Kasih dan Selisih Perang Diponegoro". Sebuah Novel. Yogyakarta: Pro-U Media
    4. Kasori. 2020. "Di Bawah Panji Estergon: Hubungan Kekhalifahan Turki Utsmani Dengan Kesultanan Demak Pada Abad XV-XVI M". Doctoral Thesis, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. digilib.uin-suka.ac.id/39838.
    5. Putri, Aisyah. "Peristiwa Turki Membantu Demak Memenangkan Perang Jawa yang Tak Banyak Diketahui" boobastis.com Diakses 3 September 2020.
    6. Ziyadi, A. 2017. "Peran Turki dalam Perang Jawa Antara Majapahit dan Demak" militermeter.com Januari 26, 2017 Diakses 3 September 2020.
    7. "Kondisi Nusantara Setelah Kekuasaan Majapahit Runtuh" nationalgeographic.grid.id 25 Juli 2015 Diakses 3 September 2020.
    8. "Terungkap, Penyerangan Demak ke Majapahit melibatkan Banyak Negara". historyofcirebon.id 27 April 2017 Diakses 3 September 2020.

Sponsor