[Historiana] - Kajian tentang pandangan Majapahit terhadap negeri-negeri lain di Asia Tenggara dan sebaliknya, baru dilakukan oleh Agus Aris Munandar dalam Berkala Arkeologi Vol.40 Edisi No.1 Mei 2020.. Sementara ini, para peneliti baru menelaah yang telah dilakukan hanya membicarakan kedudukan masing-masing kerajaan tersebut secara umum, misalnya yang dilakukan oleh D.G.E.Halldalam bukunya Sejarah Asia Tenggara (1988), hanya menyebutkan tentang perkembangan dan keruntuhan kerajaan-kerajaan sezaman di Asia Tenggara. Begitu pun karya Renee Hagesteijn Cirles of Kings: Political dynamics in early continental Southeast Asia (1989), menguraikan pertumbuhan dan pergantian raja-raja di Asia Tenggara daratan, tanpa membincangkan pengaruh dari kerajaan lain di kepulauan Asia Tenggara.
Karya Paul Michel Munoz, dalam bukunya Kerajaan-kerajaan Awal Kepulauan Nusantara dan Semenanjung Malaysia: Perkembangan Sejarah dan Budaya Asia Tenggara (Jaman Prasejarah—Abad XVI) (2009) memang menguraikan dengan agak panjang terbentuknya kerajaan-kerajaan yang paling awal di kawasan Asia Tenggara hingga abad ke-16, namun tidak menyertakan adanya pandangan antar kerajaan tersebut terhadap sesamanya. Dengan demikian terdapat peluang untuk membicarakan permasalahan yang diajukan dalam telaah ringkas ini, yaitu tentang interaksi dan pandangan antar kerajaandi Asia Tenggara, India, dan Cina, terutama pandangan Majapahit terhadap kerajaan-kerajaan lain yang sezaman di kawasan yang sama. Tentu saja tujuan kajian ini adalah untuk menggenapi pengetahuan tentang Kerajaan Majapahit, jadi tidak hanya membincangkan tentang pelaksanaan pemerintahan dalam negerinya saja, namun juga berupaya menjelaskan bagaimana hubungan timbal balik antara Majapahit dengan negeri-negeri lain pada periode yang kurang lebih sama.
Majapahit dan Daerah-daerah Nusantara
Mengenai hubungan Majapahit dengan daerah-daerah lainnya di Nusantara, artinya di pulau lain di luar Majapahit, disebutkan dalam kitab Nāgarakŗtāgama pupuh 13—14 (Pigeaud,1960, hlm. 11--12 dan hlm.16-17) yaitu beberapa daerah yang kerapkali mengirimkan utusan ke Majapahit. Daerah-daerah di Pulau Sumatera yang disebutkan oleh Mpu Prapanca antara lain Malayu, Jambi, Palembang, Karitang, Teba (Muaro Teba), Dharmmasraya, Minangkabwa, Siyak, Parlak, Pane, Mandahiling, Tamihang, Barus, dan Lampung.
Di Pulau Kalimantan disebutkan daerah-daerah Tanjung-Nagara, Kapuhas, Katingan, Sampit, Kuta-Lingga, Kuta-Waringin, Sambas, Lawai (Muara Labai), Kadangdangan, Landa, Samedang, Sedu, Buruneng, Saludung, Pasir, Baritu (Barito), Tunjung-Kute, dan Tanjung-Puri.
Di Semenanjung Melayu disebutkan beberapa daerah, yaitu Pahang, Hujung Medini (Johor), Langkasuka (Lengkawi), Kalanten, Tringgano, Pakamuwar (Muwar), Keda, Jere (Bukit Jerai), dan Tumasik.
Wilayah-wilayah di timur Pulau Jawa yang disebut dalam Nāgarakŗtāgama antara lain adalah Bali, Badahulu, Lwa Gajah, Gurun (Nusa Penida), Taliwang, Dompo, Sanghyang Api (Gunung Api, atau Pulau Sangeang), Bhima, Sheran (Seram), Lombok-Mirah, Saksak, Luwuk, Makasar, Butun (Buton), Salaya, Sumba, Wandan, Ambwan, Wwanin (Onin), Seran, dan Timor (Pigeaud,1962, hlm.30-34).
Daerah-daerah itu agaknya yang dikenali oleh orang-orang Majapahit sehingga Mpu Prapanca menyantumkan nama daerah-daerah itu dalam Nāgarakŗtāgamanya. Dalam kitab Sejarah Melayu diberitakan bahwa terdapat hubungan antara Majapahit, Tanjungpura, Malaka, dan Bukit Siguntang tempat asal puak Melayu. Suatu ketika raja Majapahit meninggal, tidak mempunyai putera mahkota, lalu oleh patih Gajah Mada dirajakan anak perempuannya yang bernama Galoh (Galuh) Wi Kusuma. Puteri ini menikah dengan anak raja Tanjungpura piut Sang Maniaka dari Bukit Siguntang. Menikahlah Wi Kusuma dengan Ki Mas Jiwa anak raja Tanjungpura tersebut melahirkan anak perempuan bernama Galuh Candrakirana. Raja Tanjungpura sangat bergembira mendengar anaknya dapat menjadi raja di Majapahit, ia pun mengirimkan utusan ke Jawa, dan kemudian masyurlah bahwa raja Majapahit adalah anak Raja Tanjungpura. Adapun Galuh Candrakirana menikah dengan Sultan Mansur Syah dari Malaka, maka terjadilah hubungan keluarga antara Majapahit dan Malaka.
Sejarah Melayu juga memberitakan bahwa Raja Majapahit menikah dengan puteri raja Bukit Siguntang, mempunyai anak dua laki-laki. Anak yang sulung menggantikan ayahnya menjadi raja di Majapahit. Ia menyerang Singapura yang tidak tunduk kepada Majapahit, namun Singapura tetap dapat bertahan dan tentara Majapahit pun kembali (Sutrisno, 1985, hlm.356-357).
Uraian dari Sejarah Melayu tersebut tentu berbeda atau bertentangan dengan sumber-sumber otentik tentang Kerajaan Majapahit. Akan tetapi naskah tersebut telah mempunyai pandangannya tersendiri terhadap Majapahit, dalam pandangan tersebut kedudukan Majapahit tetap penting, namun mempunyai hubungan yang dekat dengan kerajaan-kerajaan Melayu dan kedudukan Majapahit dengan kerajaan-kerajaan tersebut dalam uraian Sejarah Melayu adalah setara. Hikayat Banjar menyebutkan bahwa setelah Negara-Dipa berdiri, berkembang, dan makmur, banyak niagawan dari berbagai daerah yang datang berniaga di bandarnya.
Pada suatu kesempatan Raja Negara-Dipa berkata:”Sudah kita berbuat nagri sandiri, manurut tahta astilah tjara nagri Majapahit. Maka pakaian kita samuanja pakaian tjara orang Djawa. Maka chabar tjarita orang tuha-tuha dahulu-dahulu kala: manakala orang nagri itu manurut pakaian orang nagri lain nistjaja datangnya sangsara” (Ras,1968, hlm.264).
Dengan jelas uraian Hikayat Banjar meminta seluruh penduduk negeri Negara-Dipa mengikut tatacara peradaban Majapahit, bahkan dipandang bahwa tatacara peradaban Majapahit itulah yang terbaik. Tata cara negeri-negeri lain dianggap tidak baik dan akan membawa kesengsaraan. Uraian tersebut menunjukkan bahwa peradaban di Majapahit telah menjadi acuan bagi pengembangan negeri-negeri baru Nusantara, antara lain Negara-Dipa di Kalimantan bagian selatan. Dalam Silsilah Kutai disebutkan bahwa raja Kutai Batara Agung Dewa Sakti pernah menyabung ayam jantannya ke Majapahit. Sekembali dari Majapahit ia menenggelamkan diri dengan perahunya (mungkin karena ayam jagonya dikalahkan oleh ayam Majapahit). Kedudukannya digantikan oleh anaknya bernama Paduka Nira, raja ini kemudian digantikan oleh anaknya pula berjuluk Maharaja Sultan. Raja baru beserta saudaranya ini pergi ke Majapahit untuk mempelajari adat istiadat dan tata negara Majapahit, mereka mendapat pelajaran dari segala menteri di keraton. Sekembalinya ke Kutai lalu mendirikan istana bergaya keraton Jawa, dengan dilengkapi dengan pintu gerbang yang dibawa dari Majapahit (Sutrisno,1985, hlm.360).
Uraian tersebut kembali menunjukkan bahwa peradaban Majapahit memang layak dijadikan acuan bagi daerah-daerah lain di Nusantara. Contoh bahwa pencapaian peradaban Majapahit yang diapresiasi oleh wilayah lain di Nusantara dan Asia Tenggara adalah tersebarnya kisah-kisah Panji yang berasal dari zaman Majapahit akhir. Diterimanya Kisah Panji oleh masyarakat di negara-negara Asia Tenggara sebenarnya adalah bentuk pengakuan terhadap kejayaan Majapahit itu sendiri. Kisah Panji mempunyai beberapa keistimewaan dalam uraiannya, antara lain: (1) kisah Panji dapat menjadi acuan nilai kepahlawanan, apresiasi kepada kemanusiaan, etik pergaulan yang santun dan setara, serta hubungan diplomasi. Oleh karena itu Kisah Panji dipandang mempunyai nilai universal luar biasa, (2) narasi kisah Panji adalah salah satu bukti karya yang bersifat masterpiece. Kisah itu digubah para pujangga Jawa Kuno bukan cerita dari India, menunjukkan kreativitas sastrawan lokal. Dalam kisah Panji diuraikan setting cerita terjadi di Tanah Jawa dengan tema romantik dan kepahlawan putra-putri raja-raja Jawa Kuno, namun kisah tersebut dapat diterima oleh masyarakat dan kebudayaan di kawasan Asia Tenggara, (3) Dalam uraiannya kisah Panji mendedahkan satu tahapan dalam sejarah kehidupan kemanusiaan. Kisah itu menghasilkan satu bentuk dokumentasi sejarah kebudayaan di Jawa antara abad ke-14-15 yang diterima secara luas oleh masyarakat sezaman Asia Tenggara, (4) Kisah Panji digubah secara otentik tidak ada karya sebelumnya dengan tema yang sama, kisah itu tidak meniru atau menjiplak karya lain. Tema percintaan memang merupakan tema universal, namun dalam kisah Panji tema itu diolah lagi dengan bumbu budaya Jawa Kuno, jadi kisah khas Jawa dan tidak mengacu cerita dari daerah manapun yang telah dikenal terlebih dahulu, (5) dalam periode yang sama dihasilkan juga kisah-kisah lainnya, seperti cerita DewiSri Tanjung, Sudhamala, dan Calon Arang, namun Kisah Panji adalah genre khusus narasi romantika (Munandar,2014, hlm.16-17).
Mengingat kisah tersebut tersebar meluas melampaui tanah kelahirannya di Jawa Timur era majapahit, dapat kiranya dinyatakan bahwa Kisah Panji adalah bentuk media diplomasi kebudayaan yang sangat berhasil dari Majapahit. Ternyata kebesaran Majapahit memang dibuktikan oleh peninggalan artefak dan monumen keagamaannya di wilayah Jawa Timur dan juga catatan para pendatang dari Cina. Majapahit pantas menjadi kerajaan acuan di Nusantara selama abad ke-14-15, terutama sepanjang abad ke-14 ketika Hayam Wuruk berada di puncak kebesarannya. Menurut beberapa sumber tertulis dalam abad ke-14 tersebut armada Majapahit memang mengadakan kunjungan langsung ke beberapa daerah di Nusantara. Bala tentara Majapahit menyerang daerah-daerah perlu untuk ditundukkan. Dalam catatan orang Cina di wilayah pesisir timur Sumatera bagian utara, di dekat Deli sekarang terdapat kerajaan yang disebut Aru, kerajaan ini pernah dikuasai oleh pasukan dari Majapahit dalam tahun 1350 hingga sepanjang abad ke-14. Tahun 1460 Aru bebas dari Majapahit, namun kemudian dikuasai oleh Aceh (Cribb & Audrey Kahin,2012, hlm.37).
Pada paruh kedua abad ke-14 terjadi penyerangan bala tentara dari Jawa ke Suwarnabhumi, Berita Cina dinasti Ming mencatat bahwa penyerangan itu terjadi dalam tahun 1377. Jawa yang dimaksud dalam sekitar tahun-tahun tersebut tentunya Majapahit. Alasan penyerangan Majapahit dinyatakan dalam berita Cina bahwa pada tahun 1373 Raja Suwarnabhumi mengirimkan utusan ke Cina, tanpa sepengaetahuan Raja Majapahit. Sudah barangtentu perilaku Raja Suwarnabhumi itu dianggap sebagai kelancangan dan kesalahan Suwarnabhumi yang pada waktu itu berada di bawah pengaruh Majapahit.
Setelah penyerangan tersebut putra mahkota Suwarnabhumi tidak berani mengumumkan dirinya sebagai raja baru di Suwarnabhumi, ia gentar dengan kekuatan Jawa, maka sang putra mahkota mengirimkan utusan untuk meminta bantuan dan persetujuan kepada kaisar Cina. Penguasa Cina pun lalu mengirimkan surat persetujuan dan pengangkatan putra mahkota Suwarnabhumi sebagai raja baru, namun malang utusan dari Kaisar Cina dicegat dan dibunuh oleh bala tentara Jawa dalam pelayarannya menuju Suwarnabhumi. Hal yang menarik adalah setelah Kaisar Cina mendengar utusannya dibunuh, ia tidak melakukan tindakan balasan apapun terhadap Jawa. Menurut Berita Cina tindakan terhadap Jawa tidak ada gunanya, karena memang letak Jawa yang sukar dijangkau langsung oleh kekuatan Cina (Groeneveldt,1960, hlm.69; Muljana,1979, hlm.142).
Demikianlah daerah-daerah yang berada di bawah pengaruh Majapahit setiap tahun mengirimkan utusan ke istana Majapahit, sebagai tanda apresasiasi dan kekaguman kepada kemegahan Majapahit. Tidak ada bukti kekuatan Majapahit menguasai secara langsung daerah-daerah tersebut, apalagi sampai mengirimkan pasukannya untuk menaklukkan wilayah-wilayah di Sumatera, Semenanjung Melayu, Kalimantan, Sulawesi dan kawasan sebelah timur Pulau Jawa lain. Hal yang dapat dipastikan adalah bahwa kebesaran Majapahit terdengar sampai kawasan Nusantara, tentu berita tersebut ada yang membawa dan menyebarkannya. Mengenai siapa pembawa berita perihal kemegahan Majapahit ke Nusantara dan wilayah Asia Tenggara, sudah tentu secara hipotetik terdapat dua golongan, yaitu:
- Para niagawan dari Jawa (Majapahit) yang berlayar sampai kawasan Nusantara dan Asia Tenggara.
- Para pedagang dari luar Jawa (Nusantara), Asia Tenggara, Cina dan Jambhudwipa yang membawa berita kemegahan itu waktu kembali ke negeri asalnya.
Dengan adanya cara pengabaran seperti itulah, berangsur-angsur berita tentang Majapahit yang makmur, penduduknya banyak, kotanya luas dan banyaknya pedagang asing yang singgah di pelabuhan-pelabuhannya sampai ke wilayah mancanagara hingga ke daratan Asia Tenggara.
Sumber:
Munandar, Agus Aris. 2020. "Majapahit dan Negeri-Negeri Sezaman: Interaksi dan Pandangan". Berkala ArkeologiVol. 40 Edisi No. 1 Mei 2020