Cari

Prabu Siliwangi sebagai Raja Sindangkasih | Naskah Daluwang Cariosan Prabu Siliwangi 1435 M

Ilustrasi pertarungan Siliwangi vs Amuk Murugul
Dalam Naskah Cariosan Prabu Siliwangi

 

[Historiana] - Oleh Alam Wangsa Ungkara. Pembahasan mengenai kisah Prabu Siliwangi memang tiada habisnya. Namun, kali ini kita mencoba menjawab beberapa rasa penasaran dalam Kronologi Sejarah Prabu Siliwangi yang sudah barang tentu terkait dengan Sejarah Kerajaan Pajajaran.

Sosok Prabu SIliwangi yang kita bahas ini adalah Jayadewata putra Dewa Niskala, Raja Galuh. Semasa Muda, bergelar Pamanahrasa atau Rajasunu atau Rajasiwi atau Si Siliwangi. Demikian menurut naskah Cariosan Prabu Siliwangi yang ditulis tahun 1435 M. Jayadewata lahir 1401 M di Kawali Kerajaan Galuh (Ciamis, sekarang). 

Seperti telah kita ketahui bahwa Prabu Siliwangi Naik Tahta sebagai raja Galuh sekaligus sebagai raja Sunda pada tahun 1482 menggantikan Ayahandanya, Prabu Dewa Niskala sebagai Raja Galuh sekaligus menggantikan Uwak dan mertuanya Prabu Susuktunggal (Sang Haliwungan, ayahanda Sakyan Kentring Manik Mayang Sunda). Ia memerintah Kerajaan Sunda Galuh selama 39 tahun (1482-1521).

 

Prabu Siliwangi Naik Tahta pada Usia Senja

Jayadewata lahir tahun 1401 dan naik tahta tahun 1482, berarti ia naik tahta pada usia 81 tahun. Termasuk usia senja.  Di masa sekarang, kita menyebutnya Sri Baduga Maraja Prabu Siliwangi.

Dalam prasasti Batutulis diberitakan bahwa Sri Baduga Maharaja dinobatkan dua kali, yaitu yang pertama ketika Jayadewata menerima tahta Kerajaan Galuh di Kawali Ciamis dari ayahnya Prabu Dewa Niskala putra Mahaprabu Niskala Wastu Kancana dari Permaisuri Mayangsari putri Prabu Bunisora, yang kemudian bergelar Prabu Guru Dewataprana. Yang kedua ketika ia menerima tahta Kerajaan Sunda di Pakuan Bogor dari mertua dan uwanya, Prabu Susuktunggal putra Mahaprabu Niskala Wastu Kancana dari Permaisuri Ratna Sarkati putri Resi Susuk Lampung. Dengan peristiwa ini, ia menjadi penguasa Kerajaan Sunda - Kerajaan Galuh dan dinobatkan dengan gelar Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata.

 

Raja Daerah di Sindangkasih

Waktu mudanya Sri Baduga atau Prabu Jayadewata terkenal sebagai pemuda tampan, ksatria pemberani dan tangkas. Banyak para putri raja yang terkagum-kagum kepadanya. Oleh karenanya ia dikenal sebagai Sang Pamanahrasa. Demikian dalam Cariosan Prabu Siliwangi.

Buku Cariosan Prabu Siliwangi (Story of Prabu Siliwangi)”, ditulis di atas daluang, atau kertas kulit kayu (dalam kolofon disebut berasal dari tahun 1435 M). Milik Pangeran Panembahan (1656-1706). Koleksi Museum Prabu Geusan Ulun, Sumedang Larang. Disimpan di Museum Prabu Geusan Ulun.

Istri pertama Jayadewata/ (pamanahrasa) adalah Sakyan (Nhay/Nyai) Ambetkasih putri pamannya, Ki Gedeng Sindangkasih putra Mahaprabu Niskala Wastu Kancana. Ki Gedeng Sindangkasih, adalah Syahbandar atau penguasa setingkat Adipati di zaman Pajajaran yang bertugas di Pelabuhan Muarajati Cirebon. 

Silsilah Ambetkasih

 

Dalam Buku Cariosan prabu Siliwangi, diceritakan Prabu Wangi di Sumedanglarang mempunyai tiga saudara, yakni Ki Gedhe Sindangkasih, Prabu Singapura dan Mangkubumi. Keempat bersaudara ini masing-masing mempunyai sepasang putra-putri. Prabu Wangi mempunyai seorang putra Prabu Anom dan putri bernama Cepuk Agung. Ki Gedhe Sindangkasih mempunyai putra bernama Wirataji dan putri bernama Ambetkasih. Prabu Singapura mempunyai putra bernama Tajimalela dan putri bernama Ratna Larang tapa, sedangkan Mangkubumi mempunyai putra bernama Ki Gedeng Tapa dan putri bernama Subanglarang. Inilah kisah Historiografi Tradisional yang memerlukan penelaahan lebih lanjut. Siapakah Prabu Wangi di Sumedanglarang? Lalu siapa pula Cepuk Agung? Namun ada titik terang mengenai Subanglarang. Ia putra Mangkubumi (Patih) Kerajaan Sing-Apura Cirebon. Juga kita mengetahui bahwa Raja Singapura mempunyai anak bernama Mrajalarangtapa. Dengan demikian, Sosok Nhay Subanglarang berbeda dengan Nhay Mrajalarangtapa (Dalam babad) atau Ratna Larangtapa (Dalam Cariosan Prabu Siliwangi).

Dalam Cariosan Prabu Siliwangi yang ditulis 1435 M dan beberapa kali disalin ulang hingga abad ke-19 menjelaskan bahwa Kerajaan Sindangkasih adalah wilayah di bawah Sumedang Larang. Kini diyakini bahwa Kerajaan Sindangkasih yang kemudian berubah menjadi Kabupaten Sindangkasih dibawah Keresidenan Cirebon di zaman Kolonialisme Belanda. Wilayah Kabupaten Sindangkasih, bukanlah keseluruhan wilayah Kabupaten Majalengka sekarang ini. Namun, Kabupaten Sindangkasih adalah seluas wilayah Kecamatan Majalengka sekarang ini. Di zaman Belanda, ibukota Kabupaten Sindangkasih adalah Cigasong (Tjikosso/Chikoso) dengan Bupati terakhirnya Tumenggung Yogaweswa. Kemudian tahun 1840, Belanda menggabungkan wilayah eks Kerajaan Talagamanggung (Kabupaten Maja), Kerajaan Rajagaluh (Kabupaten Rajagaluh/Radjagalo) dan Kerajaan Jatiraga (wilayah Barat-Utara meliputi Kadipaten hingga Jatiwangi) menjadi Kabupaten Majalengka yang dikenal sekarang ini. Jadi, Majalengka adalah gabungan 4 wilayah Kerajaan. Oleh karena itu, dalam artikel ini, kita pahami wilayah Kerajaan Sindangkasih terkait Sejarah Prabu Siliwangi.

Dalam babad-babad dari Cirebon dikisahkan bahwa ketika Ki Gedeng Sindangkasih Wafat, posisinya digantikan menantunya, Prabu Jayadewata. Dalam berbagai hal, orang sezamannya teringat kepada kebesaran mendiang buyutnya (Prabu Maharaja Lingga Buana) yang gugur di Bubat yang digelari Prabu Wangi. Namun dalam Babad Cirebon ini menyebutkan bahwa Ki Gedeng Sindangkasih berkedudukan di Cirebon. Bisa saja demikian, jika babad ditulis pada abad ke-18 atau 19 M. Dimana saat itu wilayah Sindangkasih (Majalengka) bagian dari Keresidenan Cirebon.

Silsilah Parbamenak

 

Menurut Naskah Cariosan Prabu Siliwangi, Jayadewata atau Sang Pamanahrasa atau Si Siliwangi tinggal di Sindangkasih bersama Nhay Ambetkasih. Saat kedatangannya di Sindangkasih berusia 9 tahun akibat 'konspirasi" saudaranya Parbamenak putra Astunalarang istri Dewa Niskala dari keluarga Bangsawan Majapahit yang mengungsi ke Galuh akibat perang Paregreg. Pamanahrasa 5 tahun tinggal di Sindangkasih (ampai usianya 14 tahun), hingga ditemukan oleh para Punakawannya dan terbongkarlah Jatidirinya. Akhirnya kedekatan Pamanahrasa dengan Ambetkasih makin erat hingga digambarkan keduanya nampak seperti Kamajaya dan Dewi Ratih. Meskipun usia Ambetkasih terpaut jauh diatas Pamanahrasa (Siliwangi). Selain Ambetkasih, Ki Gedeng Sindangkasih memiliki putra bernama Wirataji. 

Dalam naskah ini kisah berakhir menjelang pernikahan Pamanahrasa dan Ambetkasih. Kisah selanjutnya terdapat pada Naskah Carita Ratu Pakuan, dimana Ambetkasih sudah menjadi istri Prabu Siliwangi. Tidak diketahui tahun berapa mereka menikah. Tidak diketahui pula, apakah kemudian Siliwangi menjadi Raja di Sindangkasih dan berapa lama bertahta di sana? Namun, bela dilakukan pendekatan kronologi dan logika alur kisahnya, bisa jadi Kisah Babad dari Cirebon memang benar bahwa Prabu Siliwangi pernah menjadi Raja di Sindangkasih bersama istrinya Ambetkasih. Menurut Nina Lubis (2013) dan Budimansyah (2020), aturan tata pemerintahan Kerajaan Galuh, Sindangkasih secara resmi dipimpin oleh seorang "Tumenggung Adipati". Tetapi juga diakui wilayah Ketumenggungan/Keadipatian itu, menurut Raja Galuh juga sebagai Kerajaan bawahan. Jadi wajar, jika masyarakat Sunda sering menyebut gelar seorang Tumenggung atau Adipati sebagai "Raja".

Konon pada suatu hari nanti Siliwangi akan memerintah Pajajaran dengan adil dan bijaksana. Siliwangi akhirnya dikenal dalam carita rakyat Sunda, ia pun menjadi tokoh penting dari ajegna Pajajaran.


Siliwangi Menikahi Kentring Manik Mayang Sunda

Dalam berbagai sumber sejarah sudah diketahui bahwa Jayadewata menikahi Putri Kerajaan Sunda yang bernama Sakyan (Nhay) Kentring Manik Mayang Sunda. Ia putri Prabu Susuktunggal (Sang Haliwungan putra Maharaja Niskala Wastukancana. Maka Prabu Susuktunggal adalah Uwak dari Jayadewata (Pamanahrasa/Siliwangi). Namun tidak diketahui kapa waktu pernikahan Jayadewata dengan Kentring Manik Mayang Sunda. Tentunya pernikah tidak terjadi bersamaan dengan naik Tahtanya Prabu Jayadewata sebagai Raja Galuh dan Sunda pada tahun 1482 M.

Penelusuran dapat kita lakukan dari putra Prabu Siliwangi dari kentring Manik Mayang Sunda yaitu Surawisesa yang kelah pada tahun 1521 menggantikan Jayadewata sebagai Maharaja Sunda-Galuh atau Pajajaran. Menurut catatan sejarah, Surawisesa wafat pada usia 60 tahun pada 1535 M. Ditarik mundur ke belakang, ia naik tahta (1521) pada usia 46 tahun. Maka dapat kita ketahui bahwa ia lahir tahun 1475 M. Jadi dapat diperkirakan bahwa Siliwangi menikah dengan Kentring Manik Mayang Sunda pada tahun 1474 atau sebelumnya.

Berdasarkan perhitungan tahun pernikahan Siliwangi dan kentring Manik Mayang Sunda di atas, diketahui bahwa saat itu Siliwangi belum menjadi raja Pajajaran (Sunda-Galuh). Oleh karena itu, dapat kita perkirakan bahwa pada tahun 1474 (Usia Prabu Siliwangi 74 tahun) atau sebelumnya. Siliwangi dapat diperkirakan sudah bermukim di Kota Pakuan Pajajaran (Bogor sekarang) dan tidak lagi bermukim di Sindangkasih. Atau sebaliknya, Saat itu, ibukota Kerajaan Sunda-Galuh masih berada di Kawali. Dengan demikian, Kentring Manik tinggal di Istana mertuanya di Kawali Galuh bersama Siliwangi sebagai Prabu Anom (Putra Mahkota). 

Sakyan Kentring Manik Mayang Sunda adalah istri ketiga Pamanahrasa (Siliwangi).

 

Siliwangi Menikahi Subanglarang

Nhay/Nyai Subanglarang adalah istri kedua Prabu Siliwangi. Peristiwa pertemuan pertama Siliwangi dengan Subanglarang simpang siur. Menurut kisah zaman sekarang, pertmuannya ketika Subanglarang tengah membaca Al-Quran yang tanpa disengaja didengar oleh Siliwangi. Padahal maksud Siliwangi, konon untuk mengusir Syekh Quro karena telah menyebarkan agama Islam. Peristiwa ini terjadi di Pesantren Syekh Quro Karawang. Akibatnya Siliwangi kagum dengan bacaan kitab Suci tersebut kemudia dinikahkan dengan Subang Larang. Benarkah kisah ini? Sumber babad pun tidak penulis temukan. Kecuali kemiripan kisah dengan Kisah Umar bin Khattab ketika hendak melabrak adiknya karena memeluk agama Islam. Ternyata Ia menemukan adiknya tengah membaca Al-Quran. Selanjutnya Umar kagum dengan alunan ayat Suci Al-Quran dan akhirnya menerima agam Islam.

Pertanyaannya tahun berapa peristiwa itu terjadi? Belum jelas. Apalagi lokasinya di Karawang yang notabene masuk wilayah Kerajaan Sunda. Sedangkan di masa mudanya, Siliwangi yang masih bernama Jayadewa (Pamanahrasa) adalah Putra Mahkota Kerajaan Galuh.

Menurut informasi dalam naskah Daluwang Cariosan Prabu Siliwangi (1435 M), pertemuan pertama Siliwangi dengan Subanglarang adalah di Kerajaan Singapura Cirebon. Saat itu Siliwangi hadir bersama Ambetkasih yang juga masih belum menjadi istrinya. Peristiwa pertemuan dengan Subanglarang dalam rangka menghadiri 'Sayembara' dari Raja Singapura untuk mencari calon suami putri raja Singapura itu yang bernama Ratna Larangtapa atau Mrajalarangtapa. Sedang Subanglarang hadir sebagai putri pembesar Singapura. Ia putri Mangkubumi (Patih) Kerajaan Singapura. Dikisahkan bahwa Prabu Singapura dan Mangkubumi adalah Saudara (Kakak-beradik). berati Subanglarang dan Mrajalarangtapa (Ratna Larangtapa) adalah bersepupuan. Tidak dijelaskan secara rinci akhir kisahnya dalam naskah ini. Namun digambarkan bahwa Subanglarang dan juga Mrajalarangtapa (Ratna Larangtapa) menaruh hati kepada Pamanahrasa (Jayadewata/Pamanahrasa).  Mrajalarangtapa adalah adik Tajimalela yang keduanya putra-putri Raja SIngapura Cirebon.

Menurut Sutaarga, Prabu Siliwangi memiliki istri 151 orang. Mungkin saja, selain Subanglarang, Mrajalarangtapa juga kemudian menjadi istri Prabu Siliwangi.

Kisah prabu Siliwangi takkan habisa dalam berbagai karya satra dengan versinya sendiri. Narasi agak lengkap mengenai laku hidup Prabu Siliwangi dijumpai dalam beberapa manuskrip yang digubah pada abad ke-19: Tjerita Prabu Anggalarang, Babad Pajajaran, Babad Siliwangi, dan Wawatjan Tjarios Prabu Siliwangi (Wawacan Carios Prabu SIliwangi). Namun muatan teks manuskrip-manuskrip tersebut, “kurang artinya sebagai sumber sejarah, tetapi lebih banyak merupakan karya sastra yang ditulis dalam bentuk tembang,” ujar Sutaarga.


Referensi

  1. Budimansyah, Nina Herlina Lubis dan Miftahul Falah. 2020. "Tata Ruang Ibukota Galuh Pakwan sebagai ibukota terakhir Kerajaan Galuh". Jurnal Patanjala Vol. 12 No. 2 Oktober 2020: 123-139. jurnalpatanjala.kemdikbud.go.id [PDF] Diakses 18 November 2021. 
  2. Lubis, Nina Herlina dkk. 2003. "Sejarah Tatar Sunda  jilid  1".  Bandung:  Lembaga Penelitian Unpad. 
  3. Lubis, Nina  Herlina  (dkk.).  2013.  "Sejarah Kerajaan  Sunda".  Bandung:YMSI Cabang  Jawa  Barat  Bekerja  Sama dengan MGMP IPS SMP  Kabupaten Purwakarta.
  4. Lubis, Nina Herlina (dkk.). 2016. "Rekonstruksi Galuh Raya di abad ke-VIII-XV". Jurnal Paramita Vol. 26 No. 1 - Tahun 2016 [ISSN: 0854-0039, E-ISSN: 2407-5825] Hlm. 9—22  [pdf] Diakses 18 November 2021.
  5. "Naskah Asli Cariosan Prabu Siliwangi" digitalisasi EFEO pada flip book maker
  6. "Cariosan Prabu Siliwangi" balangantrang Diakses 2 Juni 2019
  7. Sunarto H. & Viviane Sukanda-Tessier (Ed). 1983. "Cariosan Prabu Siliwangi". Lakarta; Bandung: Lembaga Penelitian Perancis untuk Timur Jauh ; Ecole francaise d'Etreme-Orient. (EFEO).
Baca Juga

Sponsor