Cari

Sajalajala Patanjala, Sebuah Nama Channel Youtube Terkait Sejarah Sunda


 

[Historiana] - Bila Anda mengikuti blog ini, akan memahami keterkaitannya dengan channel Youtube: Insights and Inspirative Channel. Sebuah channel yang menayangkan isi dan artikel yang dibuat oleh penulis di Historiana. Ada juga channel lain yang bernama Insights Knowlede yang merupakan satu jaringan.  Kini nama channel Insights Knowledge berubah menjadi Channel baru bernama Sajalajala Patanjala.

Sebelumnya banyak subscriber Insights and Inspirative Channel menanyakan sekaligus mengusulkan nama yang lebih 'berbau' Sunda. Untuk memenuhi permintaan itu, dibuatkan channel berbau nama Sunda Sajalajala Patanjala.

Ada beberapa pertimbangan dibuatnya channel Sajalajala Patanjala diantaranya:

  1. Sebagai cadangan atau backup dalam mengantisipasi sewaktu-waktu channel Insights and Inspirative dari kemungkinan hilang dari Youtube. Namun backup baru akan dire-upload jika terjadi banned terhadap channel Insights and Inspirative.
  2. Channel Insights and Inspirative akan tetap aktif mengupload video-video. Sementara pada channel Sajalajala Patanjala akan membahasnya langsung pada isi seputar Naskah Sunda Kuno, budaya dan lainnya.
  3.  Channel Sajalajala Patanjala memenuhi permintaan subscriber agar nama Channel lebih 'Nyunda'. Namun demikian, bahasa pengantar tetap menggunakan bahasa Indonesia. Alasannya agar dapat dipahami oleh kalangan Milenial dan generasi Z, sekaligus menghilangan kecurigaan dari pihak lain yang tidak mengerti bahasa Sunda. jika pun video menggunakan bahasa Sunda, maka akan dibuatkan terjemahannya.

Admin Insights and Inspirative mengharapkan komunikasi antara kreator video dengan pemirsanya tetap berlangsung baik di channel ini, maupun di channel Sajalajala Patanjala


Apa itu Sajalajala Patanjala?

Bagi para pemerhati budaya dan sejarah Sunda, tentu nama ini akan familiar. Dalam nama Channel Sajalajala Patanjala ini terdiri dari dua kata yakni Sajalajala dan Patanjala. Jala berarti air. Sedangkan penyebutan Sajalajala merupakan 'bahasa magis' yang kerap digunakan sebagai bahasa sakral. Dalam Pikukuh Jati Sunda, Sanghyang Ambu Sri Rumbiyang Jati atau Sunan Ambu mengajarkan kata-kata Sajalajala Patanjala sebagai ungkapan Jampe dalam menentramkan hati. Biasanya diucapkan dalam situasi bersemedi atau bertapa. Ungkapan Sajalajala yang bermakna "hadirlah air" menggambarkan sitasi yang adem. Oleh karena itu, ritual zaman dahulu kerap menggunakan air sebagai sarana ruwatan dan oleh karenanya di Bali dikenal ajaran lama sebagai Agama Tirta (air). 

Penggunaan lain' ungkapan Sajalajala Patanjala digunakan sebagai jampe atau mantra untuk mengusir gangguan makhluk ghaib atau energi negatif. Perbedaannya pada nada (mantra: ilmu tentang nada suara sakral) yang lebih dihentakkan.

Kata “Patanjala” berarti air jatuh atau air hujan (pata=jatuh, jala=air), sementara bisa juga diartikan Patanjala bermakna air sungai yang tiada hentinya mengalir mengikuti alur yang dilaluinya hingga ke muara.  Siapakah Patanjala? sangat asing di telinga? 

Patanjala juga disebut sebagai nama Dewa atau Sanghyang dalam naskah Siksa Kandang Karesian. Di dalam sejarah Jawa Barat ada dua orang raja yang dianggap penjelmaan (titisan) dari Patanjala, yaitu Wretikendayun raja ke-4 Kendan (pendiri Galuh sekaligus raja Pertama Galuh). Wretikandayun bergelar Sang Patanjala di Panjulan (Naskah Siksa Kandang Karesian). Kemudian, Prabu Darmasiksa.

Naskah Perjalanan Bujangga Manik menuturkan adanya "sosok tokoh" yang tiba di Bukit Bulistir di mana terdapat Sasakala Patanjala. Di sana si tokoh tinggal selama setahun lebih. Berikut kutipannya:


“Awaki(ng) ka Hujung Kulan / ja rea hadanganana / Leu(m)pang aing nyangkidulkeun / ngahusir Bukit Bulistir / Eta hulu Cimari(n)jung / sakakala Patanjala / ma(n)ten burung ngadeg ratu.” (Aku pergi ke Hujung Kulan / karena di sana banyak hal yang mengganggu / Aku berjalan menuju selatan/ melanjutkan perjalananku ke Gunung Bulistir / Itu hulu Sungai Cimarinjung, peninggalan Patanjala, ketika ia gagal menjadi raja).

Bila kita membaca naskah ini, terkesan bahwa tokoh "Patanjala" adalah tokoh yang benar-benar pernah hidup jauh pada masa hidup Bujangga Manik. 

Baca juga: Sanghyang Patanjala, Sosok Tokoh Sejarah atau Hanya Legenda? 

 

Kata Sajalajala bisa kita dapatkan sebagai sebuah nama seorang Pandita Sunda bernama Bagawat Sajalajala. Pertama, nama Bagawat Sajalajala terdapat pada naskah Cariosan Prabu Siliwangi yang ditulis pada tahun 1435 M di atas Kulita kayu yang disebut Daluwang. Kini tersimpan di Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang. Dalam naskah disebutkan nama Susuk Amuk Bagawat Sajalajala. Kisah juga menyebutkan bahwa Bagawat Sangjalajala sebagai salah seorang Guru Pamanahrasa atau Jayadewata yang kelak bergelar Prabu Siliwangi atau dalam sejarah menyebutnya Sri Baduga Maharaja.

Kedua, nama Bagawat Sajalajala terdapat pada naskah Carita Parahyangan. Naskah ini diperkirakan ditulis pada tahun 1601 Masehi yakni 22 tahun pasca Burak Pajajaran (runtuhnya Kerajaan Pajajaran pada tahun 1579 M). Adapula yang menyebutkan bahwa naskah ditulis pada tahun 1580 M (1 tahun pasca Pajajaran runtuh). Diperkirakan naskah ditulis di Sumedang.

Berikut penulis kutip dari Naskah Carita Parahyangan:

Di pamana Sunda hana pandita sakti, ngaraniya Bagawat Sajalajala, pinejahan tanpa dosa. Mangjanma inya Sang Manarah, anak Rahiyang Tamperan, dwa sapilanceukan denung Rahiyang Banga.

Di wates Sunda, aya pandita sakti, dipaténi tanpa dosa, ngaranna Bagawat Sajalajala. Atma pandita téh nitis, nya jadi Sang Manarah. Anakna Rahiang Tamperan duaan jeung dulurna Rahiang Banga.

Dibatas Sunda, ada pendeta sakti, dibunuh tanpa dosa, bernama Bagawat Sajalajala. Atma pendeta itu menitis (menjelma),  ya menjadi Sang Manarah  (Ciung Wanara). Anaknya Rahyang Tamperan dua bersaudara dengan Rahiang Banga.

Dalam naskah Carita Parahyangan menyebutkan nama tokoh pendeta Bagawat Sajalajala. Setting peristiwa terjadi di masa Ciung Wanara yang berkuasa di Galuh pada tahun 661-705) Saka  (740-784 M). Bagawat Sajalajala atau Ajar Sukaresi dalam naskah ini adalah Premana Dikusuma. Ia adalah Cucu Purbasora, Raja galuh ke 4 yang mengkudeta Sena (Bratasenawa). Ciung Wanara dan Hariang Banga adalah kakak-beradik. Ciung Wanara adalah putra Premana Dikusuma (bagawat Sajalajala) dan Dewi Naganingrum (istri pertama Premana Dikusuma), sedangkan Hariang Banga (Kamarasa) putra Tamperan Barmawijaya (Raja Bondan) Putra Sanjaya (Raja Mataram/Medang) sebagai hasil smarakarya (skandal asmara) dengan Dewi pangrenyep (istri kedua Premana Dikusuma)..

Naskah Dharma Patanjala (dok. Andrea Acri)
Edit Warna by Admin

Berikutnya dalam logo channel tedapat lempir lontar yang merupakan sebagian dari naskah Dharma Patanjala. Naskah ini disimpan di Jerman dan berasal dari pusat magis pulau Jawa yang terletak antara Gunung Merapi dan Merbabu Jawa Tengah. Penulisan diperkirakan di sebuah Kemahawikuan yang menjadi pancer urang Sunda dan Jawa di masanya. Baca juga: Dharma Patanjala: Naskah Sunda Kuno di Jerman | Jejak Hindu di Tanah Sunda


Referensi

  1. Acri, Andrea. 2011. Dharma Patanjala: A Saiva Scripture from Ancient Java. Amsterdam: Egbert Forsten, Groningen, The Netherlands. Sample halaman bukunya Dharma Patanjala
  2. Zimmer, Heinrich. 2003. Sejarah Filsafat India. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  3. Zuhry, Ach. Dhofir. 2013. Filsafat Timur: Sebuah Pergulatan Menuju Manusia Paripurna. Malang: Mad

Sponsor