Cari

Mandala Rajatapura di Pusat Kerajaan Salakanagara | Tapak Lacak Karuhun - Telusur Sejarah Nusantara

[Historiana] -  Oleh Alam Wangsa Ungkara. Pada 150 Masehi, seorang ilmuwan Yunani bernama Claudius Ptolemaeus pernah menulis buku berjudul Geographia. Ia menggambarkan ada sebuah pulau bernama Iabodiu yang diduga adalah Yawadwipa (Jawa). Di sana, terdapat Kerajaan Argyre yang dalam bahasa Yunani berarti “perak”. 

Menurut Edi Suhardi Ekajati dalam Kebudayaan Sunda: Zaman Pajajaran (2005:55), saat Ptolemaeus menulis bukunya, Salakanagara sudah berdiri di Jawa Barat. Sejalan dengan arti bahasa Yunani, salaka ternyata dalam bahasa Sunda juga bermakna “perak”, sedangkan nagara berarti "negara" atau "pemerintahan".

Dikutip dari Sundakala: Cuplikan Sejarah Sunda Berdasarkan Naskah-Naskah Panitia Wangsekerta Cirebon (2005:61) karya Ayatrohaedi, terungkap bahwa Salakanagara punya andil kekuasaan meliputi daerah barat Jawa dan beberapa pulau di dekatnya Kedua sumber tersebut memang masih belum cukup kuat untuk membuktikan keberadaan Kerajaan Salakanagara. Namun, keduanya dianggap sangat berharga karena telah menjelaskan bagaimana gambaran kehidupan kerajaan tua ini.

Berdasarkan Wangsakerta, demikian dinukil dari Carita Parahiyangan Karya Pangeran Wangsakerta (1991:57) yang disusun oleh Abdur Rahman dan kawan-kawan, terungkap bahwa kala itu nama Pandeglang adalah Rajatapura. Secara tradisional, Rajatapura adalah sebuah Kemandalaan yakni Mandala Rajatapura.

Mandala Rajatapura berada di pusat kerajaan Salakanagara. Mandala ini tercatat sebagai bagian dari 73 Kabuyutan dan Kemandalaan di Tatar Sunda. Sebuah Mandala dipimpin Guru Spiritual yang disebut Guru Resi atau Guruloka.

Tidak diketahui dengan pasti, siapa yang menjadi Resi di Mandala Rajatapura ini. Namun demikian, dilihat darinamanya, kemungkinan Prabu Dharmalokapala Dewawarman adalah seorang Guru Resi  atau disebut juga sebagai Raja Resi.

Kehidupan keagamaan di Mandala Rajatapura Salakanagara diperkirakan masih masa agama Kuno Vedisme atau Agama Weda (pra Hindu). Dalam Vedisme, konsep ketuhanan adalah monoteisme (tauhid). Oleh karena itu wajar belakangan ini banyak konten youtube menyebut-nyebut Aki Tirem sebagai salah seorang Nabi dari Nusantara. Menurut saya sah-sah saja, karena istilah Nabi dalam bahasa Arab atau Naba dalam kitab Avesta yakni kitab Zaratustra atau Zoroaster mendefinisikan indivisu sebagai utusan Tuhan di muka bumi. Selain itu,, dalam budaya dan keyakinan Sunda hingga saat ini mewarisi agama Weda (vedisme) yang utama yaitu kehidupan berulang (reinkarnasi) dan Karma (hukum tanam-tuai atau kausalitas). Reinkarnasi dalam bahasa Sunda sering disebut sebagai titisan atau menitis. Sedangkan hukum karma tertinggal dalam peribahasa Sunda hingga zaman sekarang ini yaitu "melak bonteng bakal jadi bonteng, melak cabe bakal jadi cabe, melak goreng bakal jadi goreng, melak hade bakal jadi hade" secara maknawi diartikan sebagai menanam keburukan akan berakhir buruk dan menanam kebaikan akan berakhir baik.

Mandala Rajatapura sebagai lembaga pendidikan dan pemerintahan sekaligus. Pada zaman  prasejarah  perkembangan pendidikan agama Pra-Hindu  hingga zaman Hindu di Indonesia, secara organisasi ditangani oleh tiga lembaga ideal yang popular, yaitu guru tiga yang dalam tugas dan kewajibannya, ketiga guru ini merupakan tri tunggal, di antaranya adalah: (1) Guru Wisesa, yang terdiri dari kelompok raja atau kepala pemerintahan. Seorang raja sebagai pemimpin tertinggi pemerintahan dibantu oleh pemimpin-pemimpin yang ada di bawahnya seperti para punggawa untuk di wilayah distric (setingkat kecamatan), perbekel untuk wilayah desa, dan kelian untuk wilayah dusun/banjar. (2) Guru Pengajian, adalah guru yang berwenang memberikan tuntunan dalam kehidupan spiritual, susila dan acara keagamaan.  Untuk wilayah satu kerajaan dipimpin oleh Bhagavanta. Sedangkan untuk kelompok
wilayah yang lain, yang lebih kecil dipimpin oleh Bhagavan, Pasiwan atau Pasurya. Khususnya untuk Bhagavanta kerajaan juga dibebani tugas selaku Krta, yaitu hakim/pengadilan kerajaan. (3) Guru Rupaka, adalah guru yang berwenang mengarahkan kehidupan dalam pendidikan pada keluarga.  Peranan guru rupaka dalam pendidikan ini, sungguh sangat besar dalam menentukan berhasil atau
tidaknya pendidikan di dalam keluarga tersebut. Istilah Guru Tri-Tunggal ini dikemudian hari bermetamorfosis menjadi Tri-Tangtu Dibuana.

Kita ketahui bahwa dalam pelaksanaan tugasnya, ketiga guru tersebut, menggunakan pedoman kitab-kitab suci seperti Dharma Sastra, Adigama, Kutaramanawa, Manawagama, dan sebagainya. Bentuk lembaga pendidikan pada saat itu dapat berupa padepokan atau pasraman yang dipimpin oleh Dang Acharya. Padepokan atau Pasraman ini biasanya didirikan jauh dari keramaian, seperti di gunung, di pinggir pantai yang suasananya tenang. Dengan gambaran ini, Mandala Rajatapura bisa jadi sebuah wilayah yang tenang jauh dari hiruk pikuk perniagaan. Dapat kita hipotesakan bahwa Mandala Rajatapura sebagai ibukota kerajaan berbeda dengan cara pandang kita di masa sekarang yang menganggap bahwa ibukota negara sangat ramai dan hiruk pikuk kehidupan duniawi. Ibukota tepi pantai yang tenang di Teluk Lada bisa jadi adalah Mandala Rajatapura, sedangkan pelabuhan niaga di Muara Sungai Ciondet atau Condet Jakarta. Dengan demikian, adanya pendapat peneliti yang menganggap bahwa ibukota Salakanagara di Condet Jakarta bisa jadi seperti ini. Dapat kita bandingkan dengan posisi Kota Pakuan Pajajaran di Bogor sebagai ibukota Kerajaan Sunda, dan bukan di Sunda Kalapa yang ramai. Pun demikian dengan Kawali sebagai Ibukota Kerajaan Galuh, bukan di pantai Muarajati Cirebon atau pesisir Pangandaran yang ramai. Saat itu konsepsi Seorang pemimpin kerajaan juga seorang pemimpin keagamaan, dimana agam yang dianut saat itu merupakan agama kedamaian dengan pendekatan kasunyatan atau suasana sunyi dan tenang.

Dalam kisah selanjutnya di zaman Tarumanagara telah hadir agama Hindu Waisnawa. Posisi ibukota pun berubah seiring perkembangan politik di abad 4 dan seterusnya. Ibukota kemudian lebih mendekati keramaian Sunda Kalapa yaitu di Sundapura atau Sunda Sambawa yang kini menjadi Kota/Kabupaten Bekasi.

Kisah perjalanan Kerajaan Salakanagara dengan Dewawarman sebagai rajanya dan keturunannya dapat diungkap dalam referensi Pustaka Rajnyarajya I Bhumi Nusantara (Parwa I sarga I dan parwa III sarga I) dan dalam Pustaka Pararatwan I Bhumi Jawadwipa (parwa I sarga I). Disebutkan bahwa, Dewawarman I menjadi raja selama 38 tahun dari tahun 130 M sampai dengan 168 M (52 Caka – 90 Caka). Adik Sang Dewawarman bernama Senapati Bahadura Harigana Jayasakti diangkat menjadi raja di Mandala Ujung Kulon, adiknya seorang lagi bernama Sweta Liman Sakti jadi raja di daerah Tanjung Kidul dengan ibukota Agrabhintapura

Kerajaan Ujung Kulon (Hujung Kulon) dan Kerajaan Tanjung Kidul disebut-sebut sebagai kerajaan bawahan Salakanagara ditambah dengan Kerajaan Agni Nusa (Pulau Api/Pulau Krakatau), Kerajaan Jampang Manggung (konon raja pertamanya adik dari Aki Tirem) dan Kerajaan Nusa Mandala di Pulau Sangeang.

Peta wilayah kerajaan Salakanagara.
Foto: Mandala Wilwatikta

 

Mandala Rajatapura adalah ibu kota Kerajaan Salakanagara hingga tahun 362 M menjadi pusat pemerintahan raja-Raja Dewawarman (dari Dewawarman I - VIII). Salakanagara berdiri hanya selama 232 tahun, dari tahun 130 Masehi hingga tahun 362 Masehi.

Mengenai asal-usul Aki Tirem yang dianggap sebagai cikal bakal pendiri Salakanagara telah kita bahas pada artikel sebelumnya. Namun, tonggak awal berdirinya Kerajaan Salakanagara terhitung sejak menantu Aki Tirem, yaitu Dewawarman memegang kekuasaan atas nama mertuanya pada tahun 130 M. Siapakah Dewawarman? Dewawarman (I) digambarkan sebagai seorang pedagang dan duta keliling dari India di abad ke-2 itu. India mana? Sumber-sumber yang ada menyebutkan Dewawarman  seorang pedagang sekaligus perantau dari Pallawa, Bharata (India).

Untuk menelusuri kebenaran sejarah, kita harus membandingkan sumber. Dalam hal ini sumber dalam negeri berdasarkan Naskah Wangsakerta dan sumber asing dari negeri China (Tiongkok). Lalu bagaimana dengan sumber-sumber dari India? Sayang sekali bahwa sumber-sumber India mengenai Nusantara di zaman kuno sangat minim. Padahal banyak aspek keagamaan, kebudayaan, bahasa hingga aksara serti berbagai seni dipengaruhi India, tetapi sangat langka sumber sejarah mengenai Nusantara di India. Namun demikian, kita coba menelisik berdasarkan kronologi waktu dan penguasa di kedua wilayah ini.

Dewawarman disebut-sebut sebagai Duta Keliling Kerajaan Pallawa, India. Kita bandingkan dengan sejarah kuno India khususnya Kerajaan Pallawa. Kerajaan Pallava merupakan kerajaan dengan masa pemerintahan abad ke-4 hingga abad ke-9 M. Aksara Pallawa dikembangkan oleh Dinasti Pallawa, yaitu sekitar tahun 275 M hingga 876 M.  Sebagai informasi tambahan, seni bangunan Candi di Pulau Jawa abad ke-7 dipengaruhi seni Pallawa. Kembali ke perbandingan waktu. Nah dari data ini, tidak sesuai dengan Dewawarman yang hidup di abad ke-2 Masehi, sedangkan Kerajaan Pallawa eksis abad ke-4 hingga abad ke-9 Masehi. 

Dari uraian di atas, maka kita bisa memahami jika tidak ada prasasti berbahasa Pallawa peninggalan Dewawarman di Salakanagara, karena aksaranya pun belum ada. Jadi seharusnya Dewawarman berasal dari kerajaan yang lebih tua dari Pallawa. Baik kita mundur ke zaman sebelumnya. Sebelum kerajaan Pallawa, terdapat kerajaan kuno di India yang disebut kerajaan Gupta yang berkuasa sejak 320 M sampai 550 M (Abad ke-4 hingga ke-6 Masehi) . Sebutan ini diambil dari penguasanya yang berasal dari Dinasti Gupta. Kerajaan Gupta memerintah dari sekitar tahun 300-543 M. Ada raja-raja terkenal di Kerajaan Gupta, 3 penguasa pertama -Chandragupta I (319-335), Samudragupta (335-376), dan Chandragupta II (376- 415) - yang membawa India di bawah kepemimpinan mereka. Berarti kita harus mundur lagi ke belakang.

Mundur lagi dalam kurun waktu kekuasaan sebelum Dinasti Gupta adalah Dinasti Kanva (Kanwa).  Dinasti Kanva memerintah di bagian timur India dari 71 SM sampai 26 SM. Penguasa terakhir dari dinasti Sunga digulingkan oleh Vasudeva dari dinasti Kanva pada 75 SM. Penguasa Kanva memungkinkan raja-raja dari dinasti Sunga untuk terus memerintah dalam ketidakjelasan di sudut kekuasaan mereka sebelumnya. Pada 30 SM, kekuatan selatan tersapu baik Kanva dan Sunga dan provinsi Timur Malwa diserap dalam kekuasaan sang penakluk. Setelah runtuhnya dinasti Kanva, dinasti Satavahana dari kerajaan Andhra menggantikan kerajaan Magandha sebagai negara bagian India yang paling kuat.

Dinasti Kanva menggantikan dinasti Sunga sebelumnya. Dinasti Sunda didirikan oleh Pusyamitra Sunga dan berkuasan dari tahun 185 SM-71 SM. 

Ada masa 'kekosongan sejarah' di Kerajaan Magadha yang paralel dengan masa Dewawarman (130-168 M). Dinasti Pallawa eksis pada abad ke-4 hingga abad ke-9 M dan sebelumnya Dinasti Kanva dari abad ke-1 Sebelum Masehi (SM). Jadi gelaplah sejarah Dewawarman karena ada kekosongan peristiwa sejarh di Kerajaan Magadha India dari tahun 75 SM hingga tahun 300 Masehi (selama 400 tahun). Kemungkinan di zaman kerajaan/kekaisaran Kushan dan aStavahana. Seni dinasti Kushan ditandai dengan perpaduan budaya India, Iran, Yunani dan Romawi serta masuknya berbagai aspek. Produk perunggu dari dunia Helenistik dan Romawi, barang pecah belah, cakram sekkou, karya gading India, pernis Dinasti Han Cina, dan lain-lain didapatkan bukti dari penggalian arkeologi di ibu kota era Kushan Bagram di Afghanistan. 

Sedangkan Kerajaan atau Kekaisaran Satavahana dari dinasti Andhra, adalah dinasti kerajaan India yang berbasis dari Dharanikota dan Amaravati di Andhra Pradesh serta Junnar (Pune) dan Prathisthan (Paithan) di Maharashtra. Wilayah kekaisaran ini meliputi sebagian besar India sejak tahun 230 SM. Meskipun ada beberapa kontroversi mengenai kapan dinasti ini berakhir, biasanya diperkirakan bahwa dinasti ini berlangsung selama kira-kira 450 tahun, hingga tahun 220 M. Satavahana berperan dalam menciptakan perdamaian di India, menghalau serangan gencar dari bangsa asing dengan Sunga dan kemudian dengan Kanwa dari Magadha dalam mendirikan kekuasaan mereka. Di kemudian hari, mereka memainkan peranan penting dalam melindungi wilayah luas di India dari para penyerbu asing seperti bangsa Saka, Yavana dan Pallawa.

Satavahana memberikan pengaruh yang besar terhadap Asia Tenggara, menyebarkan kebudayaan, bahasa, dan agama Hindu ke kawasan tersebut. Kekaisaran Satavahana menciptakan Seni koin pertama yang menggambarkan wajah penguasa. Selain wajah penguasa, koin Satavahana biasanya memiliki gambar kapal. Para penguasa Satavahana juga terkenal atas kontribusi mereka terhadap seni dan arsitektur Buddha. Mereka membangun stupa-stupa besar di Lembah Sungai Krishna, termasuk stupa di Amaravati, Andhra Pradesh. Stupa-stupa itu dihiasai dengan lempengan marmer dan dipahat dengan adegan-adegan yang menggambarkan kehidupan Buddha, yang ditampilkan dalam ciri yang ramping dan gaya yang elegan. Kekaisaran Satavahana mengkolonisasi Asia Tenggara dan menyebarkan kebudayaan India ke daerah tersebut. Buddhisme Mahayana, yang kemungkinan muncul di Andhra (menurut pendapat lain di India barat laut), dibawa ke banyak tempat di Asia oleh kebudayaan bahari Satavahana yang kaya. Gaya pahat Amaravati juga disebarkan ke Asia Tenggara sekitaran masa ini. Secara umum, seni Buddha di Satavahana bersifat anikonik, yaitu bahwa orang Satavahana tidak menggambarkan Buddha dalam bentuk manusia. Kebiasaan ini berlangsung hingga akhir masa Satavahana pada abad ke-2 M. Mungkinkah candi-candi Buddha di Batujaya memiliki konsep dasar Kekaisan Satavahana?

Nama Kanva atau Kanwa disebut dalam naskah Ronggowarsito "Raja Purwa", namun dalam konteks penguasa Sumatra. Mungkin saja, penulis samar-samar mendengar kisah Dinasti Kanva dari para leluhur raja-raja di Pulau Jawa.

Sebelum kerajaan Magadha dibawah Dinasti Kanva, telah berkuasa sebelumnya dari Dinasti Maurya dengan rajanya yang paling terkenal yaitu Ashoka.  Kerajaan ini adalah sejarah Kerajaan Magadha India. Sekitar 321 SM, Dinasti Nanda berakhir dan Chandragupta menjadi raja pertama dari Dinasti Besar Maurya dan Kerajaan Maurya dengan bantuan Vishnugupta. Kerajaan ini kemudian diperluas pada sebagian besar  Asia Selatan di bawah Raja Asoka, yang pada awalnya dikenal sebagai ‘Asoka yang Kejam’ tapi kemudian menjadi murid Buddha dan menjadi dikenal sebagai ‘Dhamma Asoka’. Kemudian, Kerajaan Maurya, Kerajaan Sunga dan Khārabēa berakhir, lalu Kerajaan Gupta dimulai. Ibukota Kerajaan Gupta tetap Pataliputra, di Magadha.

Piagam-piagam Asokaadalah dokumen tertua sejarah yang diawetkan dari India, dan, perkiraan penanggalan dinasti mungkin dari waktu Ashoka. Dinasti Maurya bahwa Ashoka bertanggung jawab atas proliferasi cita-cita Buddha di seluruh  Asia Timur dan Asia Tenggara, secara fundamental mengubah sejarah dan perkembangan Asia secara keseluruhan. Ashoka Agung telah digambarkan sebagai salah satu penguasa terbesar dunia yang pernah diketahui.

Kekeliruan narasi sejarah kuno di Nusantara, bisa saja terjadi akibat penuturan yang disampaikan secara tutur tinular sebelumnya. Ditambah pula bahwa kisah masa lalu cenderung tanpa membubuhkan angka tahun yang memang tidak dikenal di masa itu. Di lain sisi, kisah penguasa suatu kerajaan di Nusantara, khususnya pulau Jawa termasuk Kisah Dewawarman merupakan 'simplifikasi' narasi silsilah saja. Misalnya secara sederhana digambarkan bahwa Dewawarman seorang asing yang datang ke Teluk Lada lalu menikahi putri penguasa (putri Aki Tirem, Pwahaci Larasati) dan berkuasalah Dewawarman dengan menamai wilayah itu sebagai Kerajaan Salakanagara. Menurut hipotesa penulis, kisah itu merupakasi simplifikasi (penyederhanaan) narasi yang panjang. Logikanya bahwa ketidakmungkinan kekuasaan raja secara tiba-tiba diberikan kepada pihak asing meskipun ia seorang menantu raja atau penguasa setempat. Coba kita bandingkan dengan zaman sekarang. Banyak pengungsi dari negeri lain di Indonesia akibat perang berkecamuk di negerinya. Apakah mereka punya kuasa di negeri kita? Anda dapat menjawabnya segera. TIDAK

Bisa jadi sebenarnya Dewawarman adalah 'seorang keturunan' yang telah lama menetap. loyal, telah beradaptasi dan memiliki kontribusi khusus seperti digambarkan naskah Wangsakerta bahwa ia membantu menumpas perompak (bajak laut) di negeri Aki Tirem. Pun demikian dengan kita bisa membandingkan dengan kisah sejarah asal-usul Kerajaan Kalingga yang berasal dari Kerajaan Kalinga di India. Sejarah mencatat Kalingga didirikan oleh Prabu Wasumurti (594-605 M) yaitu abad ke-6 Masehi. Kerajaan Kalingga terkenal dengan pemimpinya yang legendaris yaitu Ratu Shima (674-695 M). Terjadi simplifikasi bahwa Kalingga di Pulau Jawa dipimpin oleh pengungsi dari Kerajaan Kalingga India. Padahal peristiwa runtuhnya Kalingga di India terjadi pada tahun 321 Sebelum Masehi (SM) akibat serangan dari Kerajaan Maurya pimpinan Raja Ashoka yang Agung. Jadi dapat kita lihat bahwa terjadi penyerhanaan (simplifikasi) narasi sejarah ke leluhur mereka di India seolah-olah waktu kejadiannya saat itu, padahal jauh sekali rentang waktunya.


Referensi

  1. Abdurrahman, Etti R.S. & Edi Suhardi Ekajati. 1991. "Carita Parahiyangan karya Pangeran Wangsakerta: ringkasan, konteks sejarah, isi naskah, dan peta". Bandung: Kiblat Buku Utama
  2. Ekajati, Edi Suhardi. 2005. "Kebudayaan Sunda: Zaman Pajajaran". Jakarta: Pustaka Jaya.
  3. Rusnandar, Nandang. "Melawan Lupa: Perjalanan Kerajaan Salakanaga". Disarikan dari Buku Sejarah Jawa Barat 1983-1984. BPNB Jabar kemendikbud.go.id Diakses 24 Maret 2020.
  4. Laurentia, Finna dkk. 2020. "Komparasi Tata Massa, Ruang, Ornamen Kuil Hindu India Selatan dengan Candi Jawa". Jurnal RISA (Riset Arsitektur) ISSN 2548-8074, www.journal.unpar.ac.id Volume 04, Nomor 04, edisi Oktober; 2020; hal 380-398.
  5. Pelana. Zulkifli. 2012. "Kerajaan Magadha: Makalah Sejarah Asia Selatan". Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta. academia.edu diakses 25 Maret 2022.
  6. Dr. K.S.S, Seshan. Revenue Department (Gazetteers), Government of Andhra Pradesh. Hyderabad: University of Hyderabad.
  7. Nurwardani, Paristiyanti dkk. 2016. "Pendidikan Agama Hindu untuk Perguruan Tinggi". Jakarta: Kemristekdikti polsri.ac.id Diakses 25 Maret 2022.
  8. Woolner, Alfred C. (1928). "Introduction to Prakrit". Delhi: Motilal Banarsidass Publ.,. hlm. 235 pages(see page:15).
  9. Pollock, Sheldon (2003). "The Language of the Gods in the World of Men: Sanskrit, Culture, and Power in Premodern India". University of California Press
  10. Rapson, E. J. (1990). "A Catalogue of Indian coins in the British Museum". Coins of Andhra Dynasty, the Western Ksatrapas etc.. Patna. CLXXXVII
Baca Juga

Sponsor